Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Kekacauan di Desa
Hari masih gelap ketika mereka meninggalkan gua. Angin malam yang dingin menyusup ke tulang mereka saat mereka melanjutkan perjalanan menuju desa terdekat. Perasaan khawatir masih membayangi langkah mereka—petunjuk yang mereka temukan di dalam gua semakin membuka banyak teka-teki yang belum mereka pahami. Amara dan yang lainnya tahu bahwa perjalanan mereka semakin berbahaya, dan mereka harus tetap waspada menghadapi ancaman yang mungkin muncul kapan saja.
Namun, mereka sama sekali tidak menduga apa yang akan mereka temui ketika tiba di desa tersebut.
Desa kecil itu bernama Desa Lembah Asri, tempat yang sebelumnya dikenal dengan kedamaian dan kesederhanaan penduduknya. Namun, ketika mereka melihat dari jauh, sebuah suasana aneh sudah menyambut mereka. Cahaya-cahaya yang berkelap-kelip terlihat dari rumah-rumah penduduk yang biasanya tenang dan damai. Raka merasakan ada yang tidak beres dengan tempat ini.
“Kita harus cepat sampai ke sana,” ucapnya sambil mempercepat langkah.
Setibanya mereka di gerbang desa, mereka melihat bahwa suasana yang semestinya tenang dan damai berubah menjadi kacau. Penduduk berlarian, wajah mereka penuh ketakutan. Suara-suara gaduh terdengar dari berbagai arah—entah pertarungan atau kepanikan yang melanda.
“Ini apa yang terjadi di sini?” tanya Amara yang juga merasakan ketegangan yang sama.
Arjuna mengarahkan pandangannya ke rumah-rumah yang kini tampak terbakar sebagian, beberapa penduduk tampak mencoba melindungi keluarga mereka sementara yang lain berusaha melarikan diri dari kepungan kerusuhan.
“Mereka sedang mengalami sesuatu yang serius,” ujar Arjuna sambil mempercepat langkahnya.
Begitu mendekati salah satu rumah yang tampak masih berfungsi, mereka bertemu dengan seorang penduduk yang berlari dengan tergesa-gesa. Pria itu tampak panik, tubuhnya berlumuran keringat dan matanya berkilauan dengan ketakutan.
“Ada apa di sini?” tanya Raka langsung, berusaha memberikan ketenangan dengan suaranya yang tenang.
Pria itu berhenti sejenak, menarik napasnya dengan cepat, lalu menjawab dengan suara bergetar.
“Orang-orang asing... kami diserang! Kami tidak tahu dari mana musuh ini datang, tapi mereka menghancurkan desa kami. Mereka membakar rumah, mencuri harta benda, dan membunuh penduduk dengan kejam! Kami tak tahu harus bagaimana lagi...”
Mendengar penuturan itu, Amara dan yang lainnya bertukar pandang. Mereka tahu bahwa ini bukan kebetulan. Ini pasti ada kaitannya dengan perjalanan mereka, dengan petunjuk dan rahasia yang mereka temui sebelumnya.
“Musuh seperti apa yang menyerang kalian?” tanya Arjuna sambil mencoba menenangkan pria tersebut.
Pria itu menunduk, menatap tanah dengan wajah ketakutan. “Mereka... mereka adalah para pemberontak, mungkin juga memiliki kekuatan mistis. Mereka memiliki simbol yang sama dengan yang kita lihat di gua tadi, simbol itu—simbol dari masa lalu. Mereka menyerang tanpa ampun. Tujuan mereka jelas ingin menghancurkan segalanya.”
Mereka bertiga saling bertukar pandangan lagi. Ini semakin menguatkan dugaan mereka bahwa apa yang mereka cari di gua itu memiliki kaitan dengan serangan ini. Segalanya mulai saling berhubung dengan pola yang membingungkan.
“Apakah ada pemimpin dari kelompok mereka? Seseorang yang memimpin serangan ini?” tanya Raka dengan nada yang lebih serius.
Pria itu menggelengkan kepalanya. “Kami tak tahu. Kami hanya melihat mereka dengan senjata dan simbol-simbol yang kami tak pahami. Mereka menyerbu tanpa aba-aba, memaksa penduduk melarikan diri atau menyerah. Kami semua kebingungan dan panik.”
Mereka bertiga berpikir dengan cepat. Tidak ada waktu untuk berdiskusi lebih panjang. Dalam situasi seperti ini, mereka harus segera bertindak untuk membantu desa ini.
“Baik, kita harus membantu mereka,” kata Amara dengan tegas. “Kita tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut tanpa melakukan apa-apa.”
Raka mengangguk, lalu berbicara dengan suara mantap. “Kita akan cari tahu apa yang bisa kita lakukan untuk melawan mereka dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.”
Segera mereka memutuskan untuk membantu penduduk desa. Namun, ketika mereka memasuki area desa yang lebih dalam, mereka merasakan ketegangan semakin memuncak. Suara-suara gaduh, jeritan, dan ledakan-ledakan kecil yang datang dari berbagai sudut semakin mendekati mereka. Musuh sepertinya masih berkeliaran di sekitar situ.
Mereka melihat beberapa rumah terbakar dengan api yang menjilat atap rumah dari kayu yang mudah terbakar. Beberapa penduduk terlihat sedang berusaha memadamkan api dengan ember air, sementara yang lain hanya bisa menatap dengan ketakutan.
Arjuna memutuskan untuk mendekati salah satu kelompok penduduk yang tampak bersembunyi di balik rumah yang masih utuh. Mereka berusaha memberikan perlindungan kepada yang lain sambil mengamati gerakan mereka.
“Bersiaplah, kita harus berpindah dengan cepat dan membantu mereka memulihkan ketertiban,” ucap Arjuna.
Namun, sebelum mereka sempat bergerak, mereka mendengar langkah kaki dari balik kegelapan. Sosok-sosok dengan wajah tertutup dan simbol-simbol kuno yang mereka pahami sebagai simbol mistis mulai mendekat.
“Mereka datang,” bisik Raka sambil mempersiapkan senjatanya.
Mereka bertiga bersiap menghadapi musuh, tetapi sebelum mereka sempat bertindak, para penyerang itu muncul dengan cepat, meneriakkan yel-yel yang menakutkan. Mereka mengenakan jubah hitam dengan simbol mistis yang sama seperti yang mereka temui di gua sebelumnya.
“Musuh! Bersiap-siap!” Arjuna berteriak.
Ketegangan memuncak. Raka memegang pedangnya dengan kuat, sementara Amara mempersiapkan mantra untuk bertahan. Arjuna sudah siap dengan senjatanya, berusaha melindungi yang lain dari serangan mendadak ini.
Musuh bergerak dengan cepat, menyerbu seperti gelombang yang tak terhentikan. Dalam sekejap, pertarungan mulai berkecamuk di berbagai sisi desa. Desakan, teriakan, dan bunyi senjata saling bertabrakan di bawah cahaya yang redup dari lampu-lampu yang berpendar.
Amara dan kelompoknya tahu bahwa mereka harus bertahan, membantu, dan menemukan sumber masalah ini jika mereka ingin mengembalikan kedamaian di Desa Lembah Asri. Dengan segenap keberanian, mereka maju ke medan kekacauan untuk menghadapi musuh yang penuh misteri dan bahaya ini.
Kekacauan baru saja dimulai, tetapi mereka harus memastikan bahwa kekuatan mereka cukup untuk menghadapinya. Pertarungan ini adalah pertaruhan—bukan hanya untuk desa, tetapi juga untuk petunjuk yang mereka kejar dan masa depan yang masih samar.
Dalam kekacauan yang semakin memuncak, langkah mereka semakin mantap. Mereka tahu bahwa jika tetap hanya bertahan, mereka akan kalah menghadapi kekuatan yang semakin mendekat. Dengan semangat yang membara, Amara, Raka, dan Arjuna mulai bertindak dengan strategi yang mereka bisa susun dalam waktu singkat.
Amara memejamkan mata sejenak dan memanggil kekuatan dalam dirinya. Energi mulai berputar di sekelilingnya, membentuk cahaya lembut yang berkilauan. Sebuah mantra mulai melantun dari bibirnya—lambat tapi pasti membentuk perisai cahaya yang melingkupi kelompok mereka.
“Kita harus mengendalikan medan ini. Jika kita bisa menghentikan mereka, kita bisa membuat mereka mundur,” ucap Amara sambil terus berfokus pada mantranya. Cahaya perisai itu berkilauan terang, membuat musuh yang mendekat sedikit terhenti dan ragu.
Sementara itu, Raka bergerak cepat dengan pedangnya, membabat para penyerang yang berusaha mendekat dengan kekuatan penuh. Gerakannya lincah, memanfaatkan pengalaman tempur yang telah dia miliki untuk memotong lawan dengan akurasi yang mematikan. Setiap gerakan Raka seakan menjadi pembelajaran bagi mereka, bahwa mereka harus bertindak cepat dan tidak gegabah.
“Arjuna, lindungi penduduk! Jangan biarkan mereka jatuh ke tangan musuh!” seru Raka sambil terus berperang melawan beberapa penyerang yang mendekat.
Arjuna mengangguk, lalu berlari ke titik-titik kritis di mana para penduduk bersembunyi. Dengan senjatanya yang memancarkan kilatan tajam, ia menembakkan serangan yang membuat musuh berlarian. Namun, semakin banyak mereka datang—bagaikan gelombang yang tak ada habisnya.
“Ini terlalu banyak!” ucap Arjuna sambil memandang ke arah kelompok musuh yang semakin mendekat.
Musuh-musuh itu semakin dekat. Mereka melangkah dengan kepercayaan diri yang mengerikan, senjata mereka berkilauan di bawah cahaya senja. Tidak hanya dengan senjata—beberapa dari mereka tampak menggunakan kekuatan mistis yang mereka rasakan dalam mantra dan gerakan mereka.
“Raka, kita harus mencari pemimpin mereka!” ucap Amara dengan mantap sambil mengarahkan perisai cahayanya lebih kuat.
“Pemimpin mereka?” tanya Raka sambil berhadapan dengan musuh yang menyerang dari segala sisi.
“Ya. Jika kita bisa mengalahkan pemimpin mereka, mungkin mereka akan mundur,” jawab Amara sambil memindahkan pandangannya ke medan pertempuran.
Mereka tahu bahwa ini bukan hanya pertempuran biasa. Ini adalah pertempuran yang membutuhkan taktik dan keberanian lebih dari segalanya. Musuh yang menyerang mereka memiliki tujuan yang tak jelas, tetapi mereka sudah membuktikan bahwa mereka bisa menghancurkan ketenangan sebuah desa hanya dengan serangan cepat dan strategi yang mematikan.
Dalam sekejap, kelompok mereka mulai bergerak. Raka memimpin jalannya, berusaha menembus musuh untuk mencari pemimpin mereka, sementara Amara dan Arjuna memberikan perlindungan. Cahaya dari mantra Amara terus memancar, mempengaruhi musuh yang berusaha mendekat. Kekuatan mereka seperti sebuah pertahanan hidup, menjaga mereka tetap teguh meskipun setiap detik semakin banyak penyerang yang mendekat.
“Ke sana!” seru Raka sambil menunjuk ke arah kelompok yang lebih besar di tengah medan pertempuran.
Arjuna dan Amara mengikuti perintahnya, berlari dengan cepat. Mereka menyadari bahwa ini adalah momen yang sangat penting—mereka harus menemukan pemimpin ini dan menguak misteri yang menjadi penyebab semua kekacauan ini.
Pertempuran semakin sengit. Asap membubung dari rumah-rumah yang masih terbakar, cahaya senjata berkilauan membelah kegelapan malam. Jeritan, teriakan, dan suara logam beradu memenuhi udara. Desakan setiap langkah terasa semakin berat, tetapi semangat mereka tetap tak tergoyahkan.
Saat mereka semakin mendekati area yang tampaknya menjadi titik pusat pertempuran, mereka merasakan kehadiran yang berbeda. Sebuah aura gelap menyelimuti lokasi tersebut—sebuah kekuatan yang berbahaya dan sangat kuat.
“Dia di sana,” bisik Amara dengan gugup.
“Ayo!” jawab Raka sambil mempersiapkan serangannya.
Mereka berlari semakin cepat, mengetahui bahwa setiap langkah mereka adalah pertaruhan. Musuh semakin mendekat, namun mereka harus terus maju. Pemimpin mereka harus ditemukan, dan pertempuran ini harus berakhir—sebelum semuanya terlambat.