NovelToon NovelToon
Hak Milik Yang Ternoda

Hak Milik Yang Ternoda

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Teen Angst / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: adelita

SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.

Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.

Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.

Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

HMYT-34

Dia mencoba memfokuskan diri pada makanannya, tapi kehadiran Alexa masih memenuhi pikirannya. Kenneth bukan tipe orang yang suka ribut, tapi gadis itu entah bagaimana selalu berhasil membuatnya merasa... gelisah.

Kenneth akhirnya bersuara lagi, dengan nada rendah tapi tajam. "Kamu selalu begini?"

Alexa berhenti mengunyah, menatap Kenneth dengan alis terangkat. "Begini gimana?"

Dia mengunyah makanannya perlahan, menikmati setiap gigitan seolah tidak ada yang lebih penting. Setelah beberapa saat, dia berkata pelan, "Kamu yang tahu."

Alexa mengernyit. "Aku tahu apa?"

Kenneth hanya menggeleng pelan, ekspresinya tetap tenang. "Nggak penting. Lanjutkan saja makanmu."

Alexa merasa dadanya panas, tapi dia tidak tahu kenapa. Kenneth tidak mengucapkan banyak hal, tapi setiap katanya seperti sengaja menusuk sesuatu di dalam dirinya. Dia merasa seperti dihakimi, meski pria itu hampir tidak bicara.

Setelah beberapa menit dalam keheningan canggung, Alexa akhirnya menyelesaikan makanannya. Dia berdiri, mengangkat kotaknya yang kosong.

"Kamu selalu bicara sedikit, tapi cukup untuk bikin orang merasa salah," katanya sebelum pergi.

Kenneth hanya menatapnya sebentar, lalu kembali ke makanannya. Ketika Alexa akhirnya menghilang di tengah keramaian, Kenneth menghela napas panjang.

Setelah Kenneth Selesai Makan

Kenneth meletakkan garpu di atas piring, menatap makanannya yang hanya tersisa beberapa remah. Dia mengambil tisu, membersihkan tangannya dengan gerakan perlahan. Matanya tanpa sadar melirik ke arah tempat Alexa pergi sebelumnya. Tidak ada tanda-tanda gadis itu kembali.

Dia menghela napas panjang, memasukkan helm ke lengannya, dan berdiri dari kursi. Udara malam sedikit dingin, tapi Kenneth tetap berjalan perlahan menuju motornya. Jalanan masih ramai oleh keramaian khas malam kota itu.

Saat Kenneth melewati deretan foodtruck, langkahnya tiba-tiba melambat. Di ujung deretan, dekat lampu jalan yang berkedip-kedip, dia melihat Alexa berdiri sendiri, menatap ke arah kosong sambil memegang segelas minuman.

Kenneth berhenti sejenak, mempertimbangkan untuk mengabaikannya, tapi kakinya entah bagaimana tetap melangkah mendekat.

Kenneth berdiri beberapa meter darinya, cukup dekat untuk membuat Alexa menyadari kehadirannya. Gadis itu menoleh, sedikit terkejut, tapi segera mengembalikan ekspresi datarnya.

"Kamu ngikutin aku sekarang?" tanyanya dengan nada setengah bercanda, tapi ada sedikit ketegangan di dalamnya.

Kenneth hanya menatapnya tanpa bicara, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lampu kota. "Bukan Saya yang mulai," jawabnya pendek.

Alexa mendengus pelan, menyesap minumannya. "Serius? Kamu nggak capek lempar-lempar komentar dingin kayak gitu?"

Kenneth tetap diam. Tangannya masuk ke saku jaketnya, wajahnya sulit ditebak di bawah bayangan lampu jalan. Setelah beberapa detik, dia berkata pelan, hampir seperti gumaman, "Kamu sendiri, kenapa masih di sini?"

Alexa terdiam, tidak menyangka pertanyaan itu. Dia menatap minumannya, memainkan sedotan dengan jemarinya. "Aku... lagi cari udara segar."

"Di tempat seramai ini?" Kenneth meliriknya, tatapannya tajam tapi tidak menghakimi. "Kamu nggak kelihatan seperti orang yang suka keramaian."

Alexa ingin membalas, tapi terhenti. Kenneth benar. Dia memang tidak suka keramaian, tapi entah kenapa malam ini berbeda. Dia memutuskan untuk tidak menjawab, hanya menatap lurus ke depan.

Kenneth menatapnya lebih lama, mencoba membaca pikirannya. "Kamu nggak perlu alasan kalau mau sendiri. Nggak ada yang peduli, kok," katanya akhirnya, nadanya terdengar datar tapi menenangkan.

Alexa mendongak, menatap Kenneth. "Kenapa kamu ngomong gitu?"

Kenneth mengangkat bahu. "Karena Saya tahu rasanya."

Percakapan itu terhenti. Alexa hanya menatap Kenneth, mencoba memahami apa yang sebenarnya dia maksud. Kenneth, di sisi lain, tetap tenang, tatapannya kembali mengarah ke jalan yang dipenuhi lampu kendaraan.

Alexa akhirnya bicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut. "Kamu selalu kayak gini ya? Dingin, pendiam, tapi suka bilang sesuatu yang bikin orang mikir."

Kenneth tersenyum kecil, hampir tidak terlihat. "Dan kamu selalu banyak bicara, tapi nggak pernah bilang apa yang sebenarnya kamu pikirkan."

Alexa tertegun. Dia ingin membalas, tapi tidak bisa menemukan kata-kata. Dia hanya bisa menatap Kenneth, merasa kalah lagi meski pria itu tidak benar-benar berusaha menang.

Kenneth akhirnya mengangguk pelan ke arah Alexa, seperti tanda perpisahan. "Jangan terlalu lama di sini. Malam makin dingin," katanya sebelum berbalik, berjalan ke arah motornya tanpa menunggu jawaban.

Alexa hanya bisa berdiri di tempatnya, menatap punggung Kenneth yang menjauh. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasa seseorang benar-benar melihat dirinya, bukan hanya apa yang dia tunjukkan ke dunia.

Di atas motornya, Kenneth memasang helm full face -nya sambil memikirkan kembali percakapan singkat mereka. Dia tidak tahu kenapa dia peduli, tapi ada sesuatu tentang Alexa yang membuatnya tetap memikirkannya. Tanpa suara, dia menyalakan motornya dan melaju pergi ke malam yang dingin.

Alexa berdiri tegak di ujung koridor, tubuhnya terasa kaku sejenak setelah percakapan singkat yang baru saja terjadi. Suara langkah Kenneth yang menjauh semakin meredup, meninggalkan hening yang begitu dalam, seakan mengisi ruang di sekelilingnya. Dia masih memikirkan kata-kata itu—kata-kata yang meski terdengar sederhana, mengusik bagian terdalam dari dirinya. Kepedulian yang ditunjukkan Kenneth, meski tak pernah dimaksudkan untuk berarti lebih, terasa begitu berbeda. Seperti angin lembut yang menyentuh wajahnya, singkat dan tak terasa penting bagi orang lain, tetapi cukup untuk membuat hatinya berdebar.

Selama hidupnya, Alexa jarang sekali merasakan kata-kata seperti itu. Jarang sekali seseorang berbicara padanya dengan perhatian yang tak terbungkus oleh motif tersembunyi. Dalam dunia yang penuh dengan kepalsuan, dia telah terbiasa dengan senyum yang hanya sekadar hiasan dan kata-kata yang lebih sering untuk memenuhi kewajiban sosial daripada benar-benar peduli. Tapi kali ini, ada sesuatu dalam nada Kenneth yang membuat dadanya terasa sesak. Seperti ada sesuatu yang hangat mengalir perlahan, menyentuh bagian dari dirinya yang selama ini terkunci rapat.

Namun, segera saja, Alexa menepis perasaan itu. Tidak, dia tidak boleh terhanyut. Jangan biarkan dirimu lemah, bisiknya dalam hati. Alexa bukan wanita lemah. Dia tidak akan mudah luluh hanya dengan perkataan seperti itu. Hatinya sudah dibentuk dengan baja, keras dan tak mudah rapuh. Dia tahu, lebih dari siapa pun, bahwa dunia ini tidak akan memberi kesempatan untuk kelemahan. Perasaan seperti itu hanyalah ilusi yang datang dan pergi, dan dia sudah terlalu lama bertahan untuk membiarkan dirinya terjerat. Apalagi hanya dengan sebuah ucapan. Tidak ada yang bisa mengubah dirinya, dan tidak ada yang akan bisa menghancurkannya.

Alexa mengalihkan pandangannya, menatap kosong ke dinding di depannya. Menguatkan diri. Dia tahu, meskipun sedikit terenyuh oleh perhatian yang sederhana itu, ia harus tetap bertahan, karena dalam hidupnya, perhatian seperti itu tak lebih dari sekadar kenangan yang tidak bisa diandalkan. Hatinya harus tetap kokoh. Tidak ada ruang untuk perasaan yang tak perlu.

1
Dinar
kakak aku kirim dua mawar 🌹 sebagai pengantar cinta dari Kenneth untuk istri barunya
Tiramisyuu
kak cover kita sama wkwk , tp untuk ceritaku di platform sebelah
Adelita0305: Oke deh kak
Tiramisyuu: judulnya Kubalas Penghianatan Sahabatku , ada di platform Fi**o hihi .
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!