Pertemuan tanpa sengaja, membawa keduanya dalam sebuah misi rahasia.
Penyelidikan panjang, menyingkap tabir rahasia komplotan pengedar obat terlarang, bukan itu saja, karena mereka pun dijebak menggunakan barang haram tersebut.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Akankah, Kapten Danesh benar-benar menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#13. Madame Vivi•
#13
Deretan bunga dengan warna-warni indah menggoda berjajar di depan etalase toko, sang pemilik toko barang antik memang menyukai bunga, walau yang ia jual adalah barang-barang antik memiliki nilai artistik sangat tinggi, hingga yang bisa membelinya hanya kalangan tertentu saja.
Bu Maria adalah salah satu pengunjung yang sering mendatangi tempat ini, ia tertarik dengan barang antik, namun hanya sekedar untuk dinikmati oleh kedua matanya, tapi untuk membelinya? Tak pernah terpikirkan olehnya.
“Apakah sudah saatnya Ibu Dosen mencuci mata?” Tanya madame Vivi sang pemilik toko.
Bu Maria tersenyum, dari balik kacamata tebalnya ia mengamati setiap sudut ruangan ini dengan seksama. “Apakah anda sungguh-sungguh tak keberatan jika aku datang seperti ini?”
Madame Vivi tersenyum tipis, senyuman hangat namun seperti menyimpan berjuta cerita. “Jika aku keberatan, pastilah sudah sejak lama aku mengusirmu.”
Bu Maria tersenyum mengangguk, sama seperti madame Vivi, senyum bu Maria pun terlihat misterius.
Bu Maria kembali melanjutkan langkahnya, ia berkeliling melihat-lihat guci antik berwarna abu keemasan. Bu maria meraba bibir guci menggunakan jari tangannya, ia merasakan ada debu-debu tipis di sana. Ada aroma yang tidak biasa setiap kali ia memasuki toko barang antik ini, namun ia sama sekali tak menemukan sesuatu yang mencurigakan kendati sudah puluhan kali ia datang.
Dua orang pria bermasker datang menghampiri madame Vivi, mereka bicara dengan suara teramat pelan hingga bu Maria tak sanggup mendengarnya. Beberapa saat kemudian kedua pria tersebut meninggalkan toko, usai pembicaran mereka bersama madame Vivi berakhir.
Seorang pria datang dengan 2 cangkir teh hijau, “Bu Maria, hari ini aku ingin menikmati teh hijauku bersamamu.”
Bu Maria tersenyum, kemudian berjalan menghampiri madame Vivi. Mereka duduk berseberangan di temani dua cangkir teh hijau dan beberapa potong cookies jahe sebagai camilan pendamping. “Jika kupikir-pikir, Anda adalah wanita paling langka yang pernah kutemui.”
“Ahahaha … “ Madame Vivi tertawa kecil sembari menutup mulutnya, “Aku hanya wanita paruh baya yang ingin hidup sederhana, dan ini hanyalah caraku menikmati hidup sederhana, menikmati semua hal yang aku sukai dari dekat.”
Bu Maria tersenyum, ia menyesap teh hijau setelah mendengar pengakuan madame Vivi. “Lalu Ibu sendiri, aku rasa usia ibu tidaklah setua penampilan Anda, tapi kenapa Bu Maria memilih menjadi pengajar dengan penampilan membosankan seperti ini. Padahal Ibu bisa berpenampilan lebih menarik dan aku rasa Mahasiswa Anda tak akan keberatan.”
Bu Maria meletakkan cangkir yang ada dalam genggamannya. “Sama seperti Anda, Madame, Penampilan ini membuatku nyaman walaupun membosankan.”
“Begitu rupanya, baiklah … baiklah … Aku mengerti, artinya kita berdua sama-sama memiliki alasan untuk pilihan yang kita buat.”
Keduanya tersenyum, namun siapa yang tahu isi pikiran kedua wanita tersebut.
***
“Apalagi yang ingin kalian tanyakan?! Aku sudah bilang bahwa hari itu Gyn pamit pulang terlebih dahulu, karena dia bilang ada urusan sangat penting,” ucap Tommy kesal, karena ia merasa tak memiliki kaitan dengan kasus kecelakaan Gyn, yang menurut para Polisi masihlah misterius.
Letnan Hadi dan anak buahnya saling tatap, karena berdasarkan hasil tes urin, Tommy tidak terindikasi mengkonsumsi obat-obatan terlarang. “Lalu, apakah kamu tahu jika selama ini Gyn mengkonsumsi obat terlarang?”
Tommy terbelalak mendengar kalimat terakhir letnan Hadi, ia tertawa keras sesudahnya, “Apa? Obat terlarang? Jangankan obat terlarang, untuk makan saja kadang-kadang Gyn tak memiliki cukup uang, hingga ia memintanya dariku sebagai ganti karena menyelesaikan tugas kuliahku. Lalu bagaimana bisa ia mengkonsumsi obat terlarang? Apakah itu masuk akal?” tanya Tommy.
Letnan Hadi mengeluarkan selembar kertas dari balik map berisi berkas-berkas kasus kecelakaan yang menimpa Gyn, dan Tommy terlihat kebingungan karena tak sepenuhnya memahami isi kertas tersebut.
Tuk
Tuk
Tuk
Letnan Hadi mengetuk kertas tersebut dengan jari telunjuknya, “Ini hasil visum dari jasad Gyn, dan salah satu temuan mencengangkannya adalah, sudah hampir 2 tahun ia mengkonsumsi obat terlarang.”
Kedua tangan Tommy bergetar, kedua matanya membeliak tak percaya, bahkan beberapa saat kemudian ia tertawa keras sementara kedua matanya berurai air mata. Teman yang paling ia percayai ternyata menyimpan banyak rahasia dan teka-teki dalam hidupnya, tapi kenapa selama ini Gyn selalu terlihat biasa saja. Dan seandainya benar ia memakai obat terlarang, wajahnya tidak terlihat seperti seorang pecanduu.
Tanpa Tommy sadari, dari balik dinding kaca satu arah, Danesh sedang ikut berdiri mengawasi proses interogasi. Jangankan Tommy, dirinya saja sangat terkejut, karena dari desas desus yang ia dengar selama beberapa hari sok akrab dengan para pengunjung kantin, menjadi pecanduu sama sekali tak cocok dengan kepribadian Gyn yang polos, bahkan cenderung terlihat culun.
Padahal saat itu, baru hari pertama ia menginjakkan kaki di kampus. Danesh mulai berpikir, mungkinkah Mr. B menyadari keberadannya di kampus? Karena itulah ia menyingkirkan Gyn?
Tapi ditinjau dari sudut manapun, Gyn sama sekali tak terlihat seperti pecandu, atau apalagi pengedar, itu sama sekali tidak masuk akal jika seseorang mengenal Gyn dengan sangat baik.
Jika benar demikian, berarti kepala polisi salah mengambil langkah, karena sesungguhnya yang diincar Mr. B bukanlah Jesica. Lantas apa yang diincarnya? Dan juga kemana semua uang hasil penjualan mereka mengalir? Karena jika diingat lagi Mr. B sudah mulai mengedarkan obat sejak ia masih berstatus narapidana beberapa tahun silam.
•••
Sementara itu di kampus.
City car tersebut melaju perlahan ketika memasuki area kampus, kedua mata jelinya terus mengawasi suasana sekitar kampus. Dan kedua matanya kembali menemukan mobil yang sudah beberapa hari terakhir ini parkir di tepi jalan tersebut.
Mungkin tak ada yang menyadari, tapi tidak dengan dirinya, mobil hitam tersebut bahkan membuat kacanya sangat gelap hingga dari luar tak terlihat, siapa saja yang berada di dalam sana.
Tapi mereka tak bisa membohongi peony merah, sang agen rahasia wanita terbaik. Selama bertahun-tahun ia tak pernah gagal menjalankan aksinya walau dilakukan seorang diri. Kemarin ia hanya lengah sedikit, dan akibatnya, Gyn yang sudah ia awasi selama berbulan-bulan, akhirnya mereka lenyapkan.
Mr. B dan komplotannya benar-benar kejam, mereka tak segan melenyapkan orang tidak bersalah yang mungkin akan menyingkap tabir rahasia jaringan pengedar obat-obatan terlarang, dan jaringan mereka tak main-main, karena hingga kini, kepolisian internasional pun belum berhasil mengungkap siapa Mr. X yang mereka duga sebagai otak dari semua keja^hatan ini.
Dari tempatnya saat ini, peony merah melihat seorang mahasiswa yang sangat ia kenal tengah menoleh ke segala penjuru arah, sepertinya ia berharap tak ada yang mengenalinya.
Dan sesuatu yang mencengangkan terjadi, setelah pintu terbuka, mereka berbincang sesaat, tapi tak lama kemudian mahasiswa tersebut menerima tendangan keras di dada, hingga ia terjungkal ke jalanan. Sebuah mobil bahkan berhenti mendadak agar tak menabrak mahasiswa tersebut, “Apa yang kamu lakukan?!” pekik si pemilik mobil, ketika ia turun dan membantu mahasiswa tersebut kembali berdiri.
Ternyata bukan hanya Danesh yang membantu sang mahasiswa tersebut berdiri, rupanya bu Maria pun buru-buru keluar dari mobilnya, untuk ikut menanyakan apa yang sedang terjadi.
Mengetahui ada orang lain yang melihat aksinya, mobil misterius itu pun mulai bergerak hendak melarikan diri. Seolah tak ingin lagi kehilangan mangsa, bu Maria segera masuk ke kursi kemudi mobil Danesh. “Bu … apa yang Anda lakukan?!”
“Segera masuk atau kita kehilangan jejak!!” pekik bu Maria sambil memasang seat belt.
Sebenarnya pikiran Danesh masih kalut, usai mengetahui fakta tentang Gyn, dan kini tiba-tiba ada yang mengambil alih mobilnya. Seperti kerbau dicocok hidungnya Danesh yang belum sepenuhnya fokus, hanya menurut saja ketika bu Maria menyuruhnya masuk ke mobil.
“Aku bersumpah akan mendapatkanmu kali ini,” gumam bu Maria ketika mulai menaikkan kecepatan mobil yang ia kendarai.
Sementara si pemilik mobil? Ah, ya sudahlah …