NovelToon NovelToon
Bukan Tulang Rusuk

Bukan Tulang Rusuk

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Teen School/College / Mengubah Takdir
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwidia

Novel ini diilhami dari kisah hidup Nofiya Hayati dan dibalut dengan imajinasi penulis.

🍁🍁🍁

Semestinya seorang wanita adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.

Namun terkadang, ujian hidup memaksa seorang wanita menjadi tangguh dan harus terjun menjadi tulang punggung. Seperti yang dialami oleh Nofiya.

Kisah cinta yang berawal manis, ternyata menyeretnya ke palung duka karena coba dan uji yang datang silih berganti.

Di judul lain, kisah ini akan berlanjut ....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 33 Keanehan

Happy reading 😘

"Zen --" Nofiya menepuk pelan pipi Zaenal. Namun tidak ada respon. Zaenal masih tetap dalam mode mematung dan fokusnya masih tertuju pada objek yang dilihatnya saat ini.

"Zen, kamu kenapa sih? Jangan-jangan, kamu kemasukan ya?"

"Stttt! Jangan berisik dulu, Yang! Aku lagi fokus ngeliat sesuatu." Zaenal berucap lirih dan menempelkan jari telunjuknya di bibir.

"Apa yang kamu lihat?" Nofiya turut melirihkan suara. Ia penasaran dengan objek yang sedang dilihat oleh Zaenal.

"Putar badanmu pelan-pelan, Yang! Jangan sampai gerakan kakimu terdengar."

Nofiya menautkan kedua pangkal alis dan menatap lekat wajah Zaenal. "Emang kenapa?"

"Nanti kamu juga bakalan tau."

"Hmm, baiklah."

Nofiya mulai memutar badan dengan pelan-pelan sesuai instruksi dari Zaenal, lalu mengalihkan pandangan netra ke depan, mencari objek yang dilihat oleh kekasihnya itu.

"Mana, Zen?"

"Itu, Yang! Di semak-semak." Zaenal menunjuk dengan gerakan dagunya.

Manik mata Nofiya seketika berotasi sempurna kala pandangan netranya membentur objek yang dimaksud oleh Zaenal.

Ternyata dua ekor monyet yang sedang memadu kasih di semak-semak. Bagi dua makhluk itu, saat ini dunia milik mereka berdua. Yang lain hanya menumpang.

Refleks, Nofiya menutup wajahnya dengan telapak tangan agar sepasang matanya tidak semakin terno-da.

Dasar me-sum! umpatnya yang hanya terlontar di dalam hati.

Zaenal melipat bibir. Ia berusaha menahan tawa yang hampir saja terlepas saat menyaksikan tingkah lucu Nofiya.

"Yang, jadi buang air kecil nggak?" bisik Zaenal tepat di telinga Nofiya.

"Jadi-lah."

"Yok, aku antar."

"Hu-um. Tapi di mana?"

"Di toilet."

"Jauh nggak dari sini?"

"Enggak sih. Deket kok. Nggak sampai sepuluh menit sampai."

"Baiklah. Semoga aku masih bisa nahan."

"Kalau nggak bisa nahan, buang air kecil di bawah pohon juga bisa."

"Nggak lah. Takut ada kodok." Nofiya bergidik ngeri saat membayangkan rupa kodok hijau. Hewan yang paling membuatnya takut.

Zaenal menggamit tangan Nofiya, lalu memandunya untuk melangkah.

Mereka berjalan dengan diterangi cahaya yang berasal dari senter hp.

Sepuluh menit telah berlalu. Namun tempat yang dituju belum juga ditemukan, sehingga membuat Zaenal merasa ragu untuk melanjutkan langkah.

Semoga aja nggak salah arah, bisik batinnya.

"Zen, masih jauh nggak?" Nofiya memecah hening dengan melontarkan tanya.

"Semoga aja enggak."

"Sebenernya, kamu tau nggak sih toiletnya ada di mana?"

"Belum, cuma tau arahnya aja. Tadi dikasih tau sama Arumi. Tapi, aku kok jadi ragu ya --"

"Ragu gimana?"

"Ragu, jalan yang kita lewati bener atau nggak. Takutnya malah salah arah."

"Astaga. Kalau kita beneran salah arah gimana?"

"Ya kita balik lagi ke tenda. Buang air kecilnya di semak-semak aja."

Nofiya menghembus nafas kasar. Tak ada pilihan lain, selain menuruti perkataan Zaenal.

Namun sepersekian detik kemudian, mata Nofiya berbinar ketika melihat sebuah bangunan bercat putih di tengah sawah. Ia yakin jika bangunan itu adalah toilet.

"Cepetan, Zen! Keburu nggak bisa nahan." Nofiya meminta Zaenal untuk mempercepat jalannya.

Zaenal pun menurut. Ia mempercepat jalannya, mengimbangi ayunan kaki Nofiya.

Ternyata benar. Bangunan yang dilihat oleh Nofiya adalah toilet.

Beruntung, toilet itu tampak bersih dengan air yang berlimpah.

Nofiya merasa lega setelah menyelesaikan ritual buang air kecil. Begitu juga Zaenal.

"Yok balek ke tenda!" Nofiya berganti menggamit lengan Zaenal.

Hawa dingin yang semakin memeluk erat, membuat tubuhnya serasa membeku. Ditambah suasana di sekeliling yang tampak gelap dan mencekam, membuatnya ingin segera kembali ke tenda.

"Nggak nongkrong dulu di gubug? Sambil ngobrol gitu." Zaenal menimpali ucapan Nofiya.

"Aneh-aneh aja ih. Selarut ini mau nongkrong."

Nofiya lantas menarik lengan Zaenal dan memaksanya untuk segera mengayun langkah.

Di sepanjang perjalanan mereka terdiam tanpa kata. Namun batin mereka berbisik, melafazkan zikir dan doa. Memohon perlindungan pada Illahi.

"Zen, kamu lihat rumah itu?" Nofiya menunjuk dengan gerakan dagu. Tiba-tiba atensinya tertuju pada rumah mewah yang berdiri kokoh di sisi kanan jalan dan seolah memaksanya untuk menghentikan ayunan kaki.

Sama seperti Nofiya, Zaenal pun menghentikan ayunan kaki, lalu mengamati dengan seksama rumah mewah yang terlihat aneh baginya.

"Iya, Yang. Aku lihat," jawabnya kemudian.

"Kok aneh ya --"

"Aneh gimana?"

"Seingat ku, tadi nggak ada lho bangunan di sini. Apalagi rumah semewah ini." Nofiya berucap dengan melirihkan suara.

"Sama."

"Coba baca Surat Al Fatihah tujuh kali, Zen. Tapi di dalam hati aja."

Zaenal mengangguk pelan.

Mereka pun mulai melafazkan Surat Al Fatihah di dalam hati.

Seusai membaca Surat Al Fatihah tujuh kali, Zaenal dan Nofiya dikagetkan dengan keanehan yang tersaji.

Rumah mewah yang tadi berdiri kokoh, kini berubah menjadi tempat peristirahatan yang berjajar rapi. Khas tempat peristirahatan di desa.

Bulu kuduk Zaenal dan Nofiya seketika berdiri menyaksikan keanehan itu.

Mereka lantas kembali berjalan dengan langkah lebar, sambil terus berzikir dan melafazkan doa.

"Alhamdulillah." Lafaz yang terucap begitu mereka tiba di depan tenda.

"Buruan masuk, Yang! Dan cepet tidur!"

"Iya, Zen. Kamu juga ya!"

"Semisal ada suara-suara aneh, jangan dihiraukan."

"He-em."

Nofiya lalu membawa tubuhnya masuk ke dalam tenda. Disusul oleh Zaenal yang juga masuk ke dalam tendanya.

Mereka berusaha memejamkan mata dan menghempas bayangan mengerikan tentang rumah mewah yang tadi dilihat.

Zaenal dan Nofiya berharap, esok pagi mereka akan terbangun dengan tubuh yang bugar dan pikiran yang segar. Serta dijauhkan dari kejadian-kejadian yang membuat mereka dihinggapi rasa takut dan was was.

Malam merangkak pergi. Berganti pagi yang mulai menyapa dengan kesegaran tetesan embun.

Bau basah menyelinap masuk ke dalam indera penciuman, seiring lantunan adzan yang mulai terdengar. Membangunkan raga yang masih enggan terjaga.

Arumi menggeliat dan memicingkan mata. Kemudian perlahan membawa tubuhnya bangkit dari posisi berbaring.

"Fi bangun! Udah pagi," ucapnya sambil mengguncang pelan tubuh Nofiya. Namun yang dibangunkan masih tampak lelap, seolah tengah terbuai mimpi indah.

"Fi, buruan bangun! Yuk sholat subuh!"

Arumi kembali mengguncang tubuh Nofiya. Namun sia-sia. Nofiya masih saja belum terbangun dari tidurnya.

"Hah, nggak ada cara lain. Selain --"

Arumi menggeser layar gawai dan mencari sesuatu yang diyakininya akan berhasil membuat Nofiya terbangun.

"Maaf, hanya cara ini yang bisa buat kamu terbangun, Fi," ucapnya sembari memutar rekaman suara kodok. Lalu menempelkan gawainya di telinga Nofiya.

Tanpa menunggu waktu lama, cara briliannya sukses membangunkan Nofiya.

"Kyaaaaa ada kodok --" Nofiya memekik begitu nyawanya telah terkumpul.

Ia bergegas keluar untuk menyelamatkan diri dari kodok yang dikiranya berada di dalam tenda.

Arumi terkikik geli, lalu segera menyusul Nofiya yang telah berada di luar tenda.

"Ada kodok, Rum. Hiiiii --" Nofiya bergidik ngeri.

"Pffffttt nggak ada, Fi."

"Ada. Suaranya aja terdengar jelas."

"Enggak, Fi. Tadi cuma rekaman suara kodok. Bukan suara kodok beneran."

Arumi tergelak. Ia tak kuasa menahan tawa.

"Astaga, kurang asem bener! Tega banget ngerjain orang merem."

Nofiya mencubit gemas pipi Arumi yang tembam. Ia kesal sekaligus sebal dengan kelakuan sahabatnya yang konyol dan sukses membuatnya ketakutan.

"Besok-besok jangan diulangi! Aku beneran takut sama kodok. Terlebih kodok hijau."

"Nggak janji, Fi."

"Ish, menyebalkan."

"Pfffftt, udah ih. Nggak usah merengut! Lebih baik kita segera mengambil air wudhu, lalu sholat berjamaah bersama Zen."

"He-em. Tapi kita bangunin dulu Zen dan Dino. Minta mereka buat anterin kita ke belik buat ambil air wudhu."

"Iya."

Nofiya dan Arumi bergegas membangunkan Zaenal dan Dino yang masih meringkuk di dalam tenda.

Tanpa menunggu waktu lama, kedua pemuda itu terbangun dan keluar dari dalam tenda dengan kelopak mata yang masih dipenuhi be-lek.

"Gaesss, anter kami ke belik yuk!"

"Belik nya 'kan jauh dari sini. Aku capek. Dino aja ya yang nganterin --" Zaenal menimpali ucapan Arumi, lalu menguap. Ia terlihat masih sangat mengantuk karena semalam tidak bisa tidur dengan nyenyak.

"Siapa bilang jauh. Noh, di sono! Kira-kira cuma lima belas langkah dari sini." Arumi menunjuk dengan jari telunjuk, lalu memandu ketiga temannya untuk berjalan ke arah belik yang dimaksud.

"Di sana juga ada toilet, Rum?"

"Ada, Fi."

Zaenal dan Nofiya saling berpandangan. Tatapan mata mereka seolah saling berkata.

Benar yang dikhawatirkan oleh mereka semalam. Mereka telah salah arah.

Namun beruntung, mereka masih menemukan toilet walau harus berjalan cukup jauh dan bisa kembali ke tenda dengan selamat, meski sempat menyaksikan pemandangan yang teramat aneh sekaligus ngeri.

Zaenal dan Nofiya terdiam. Mereka berusaha menjaga lisan untuk tidak menceritakan kejadian semalam pada Dino dan Arumi. Terlebih mereka masih berada di Desa Rondo.

🍁🍁🍁

Bersambung ....

1
Najwa Aini
hadeuhhh...
ada2 gajah deh
Najwa Aini
ihh kok horor sihh
Najwa Aini
Ahh kirain apa...
dasar Conal
Najwa Aini
Liat apa si Zen?
Najwa Aini
mantap nih filosofi catur..
Najwa Aini
papanya Cika gak kejam. Tapi kerennnnn..caranya ngasih hukuman
Ayuwidia: Makasih udah selalu hadir, Kak. Ah jadi terhura /Scowl/
total 1 replies
Najwa Aini
napa namaku juga dibawa2....
Ayuwidia: karena nama Kak Naj terlalu indah, uhuk
total 1 replies
Najwa Aini
sampek sini aku ngerasa...lebih baik Dino aja yg jadi pacarnya Fiya..
Dia otaknya encer...hehehege
Ayuwidia: sayang yang berani ke rumahnya Fiya cuma Zaenal 😆
total 1 replies
Najwa Aini
Bagus juga hasil kerja si detektif dadakan, Dino...kalau ditambahin ...Saurus..gak papa kannnn
Najwa Aini
Ditunggu hasil kerjamu, Dino
Najwa Aini
seseorang pernah mengatakan padaku, bahwa asumsi itu adalah rayap dalam sebuah hubungan.
Najwa Aini
idenya si Dino...
Ampuunnn Dahhh
Najwa Aini
Jiahhh mau nenangin pikiran aja pakai ke pantai..jauh amatt..
sini di belakang rumahku..sambil ngingu pitik
Najwa Aini
Ooh berubahnya karena omelan Fiya..kirain karena dirukyah
Najwa Aini
kayak yg udah tau aja, nyanyian katak kayak apa
Najwa Aini
Sek ya...
Dari tadi, aku baca di Zaenal manggilnya YANG..YANG..terus..
itu nama pacarnya Zaenal, Fiya apa Mayang sih..
Ririn Rira
Bagas di bayar nih kaya nya
Najwa Aini
Bukan hanya kmu, Fiya.
Aku juga ketawa nihh
Najwa Aini
oh ...Kirana dokter obgyn...
Aku pikir Kirana putri cantiknya Author
Najwa Aini
ini kok cerita hidupnya hampir mirip sama adik virtualku ya...
yang gantengnya sejagad jiwa..yang kumisnya bikin Author gak bisa lupa
Ayuwidia: waduhhhh, kena Omelan Kakak pertama gara2 mantan 😆
Najwa Aini: Jangan menistakan mantanmu Dong...
mantan terindah yg tak kan bisa dilupa
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!