Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 26
Eun-mi kembali disibukkan oleh pekerjaannya. Diliriknya jam di tangannya, masih ada waktu satu setengah jam sebelum janji temu dengan ibu In-ho. Pandangannya beralih pada Wina yang tengah serius menelisik berkas di hadapannya. Dahinya sampai berkerut, bahkan mulutnya sedikit maju.
Eun-mi lalu teringat kembali perkataan Wina tadi pagi. Farah Amalia, itulah nama calon isteri Rayyan. Bahkan Wina dengan semangatnya menunjukkan foto wanita itu. Wanita cantik berkulit cerah. Matanya yang jernih seolah mampu menenggelamkan siapapun yang menatapnya.
Melihatnya membuat hati Eun-mi merasa perih. Wanita itu yang akan menjadi pasangan hidup Rayyan. Wanita yang akan selalu berada di sampingnya, yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya.
Tak terasa ada setitik air mata yang mengalir di pipinya. Buru-buru dia usap, khawatir bila sampai terlihat oleh Wina.
Ada rasa sesal si hatinya karena tak melakukan apa yang seharusnya dia usahakan sejak dulu. Selama ini dia mengira Rayyan akan selalu ada bersamanya dalam keadaan apapun. Saat Rayyan mengatakan kalau dia akan menikah, barulah Eun-mi tersadar. Teman karibnya, sahabat terbaiknya, Rayyannya, akan segera terlepas dan menjadi milik orang lain.
Betapa bodohnya dia, mengira Rayyan selamanya akan menjadi bagian dari kehidupannya. Betapa egoisnya dia, menganggap Rayyan hanya miliknya meskipun dia sendiri akan menikah dengan laki-laki lain.
Eun-mi tak sanggup menahan kesedihannya. Akhirnya dia beranjak menuju toilet untuk menangis, tanpa harus disaksikan oleh Wina yang ternyata adalah teman dekat Farah.
Ayah Wina adalah salah seorang pejabat di kedutaan. Setelah mengetahui kalau calon suami Farah sedang bekerja di Seoul, Wina yang memang sifat dasarnya senang ikut campur urusan orang lain, segera menyusul orang tuanya.
Berbekal nama dan informasi dari Farah, akhirnya setelah beberapa lama ia berhasil melacak Rayyan. Kegilaannya bahkan berlanjut sampai akhirnya ia bisa bekerja di tempat yang sama.
Farah dan Rayyan belum pernah bertemu, katanya karena Rayyan menginginkan begitu sampai urusannya di sini selesai dan ia siap melanjutkan rencana perjodohan itu.
Farah sendiri tak masalah, tapi tidak dengan Wina. Dengan semangat tinggi akhirnya ia berhasil menemukan Rayyan dan menunjukkannya pada Farah.
********
"Dae-ho! Pelan-pelan. Jangan berlarian begitu!", tegur In-ho pada Dae-ho yang begitu memasuki toko langsung berlari ke arah Asna.
"Halo bibi, aku datang lagi", sapanya seraya tersenyum dan menunjukkan deretan gigi susunya.
Asna sedikit kaget. Tak menyangka akan kembali bertemu dengan anak itu.
Sontak matanya mencari In-ho, khawatir kalau-kalau anak itu ke sini tanpa sepengetahuan ayahnya.
Saat matanya bertemu tatap dengan In-ho, ada rasa lega di hatinya. Segera ia alihkan pandangannya, dan sesaat kemudian In-ho sudah berada di depannya.
"Maaf, Dae-ho sepertinya ingin segera menemui anda", ucap In-ho pada Asna, berharap akan mendapat tanggapan untuk mencairkan komunikasi di antara mereka.
Tapi In-ho salah besar. Asna hanya menatapnya sekilas kemudian segera melayani salah seorang pembeli yang hendak membayar.
Merasa telah mengganggu pekerjaan Asna, In-ho mengajak Dae-ho untuk melihat-lihat kue di lemari etalase. Walaupun sempat keberatan, Dae-ho akhirnya mau mengikuti perkataan ayahnya.
Beberapa saat kemudian, mereka berdua kembali menemui Asna untuk membayar.
"Bibi, besok aku berulang tahun. Jangan lupa ke rumahku, aku akan menunggu bibi", pesan Dae-ho.
Asna dan In-ho sama-sama kaget mendengarnya. Asna menatap Dae-ho yang membalas tatapannya penuh harap.
"Begini Dae-ho, bibi besok harus bekerja. Kalau tidak, orang-orang tidak akan bisa membeli roti dan kue yang mereka inginkan. Pasti mereka akan kecewa", bujuk In-ho, tak ingin anaknya berharap.
Padahal dia sendiri sangat berharap kalau Asna memang bisa datang. Tapi tentu saja itu mustahil.
"Tapi ayah, ulang tahunku hanya besok. Yang selanjutnya masih sangat lama", rengek Dae-ho sedih.
Asna tak bisa berkata apa-apa. Juga tak bisa berbuat apa-apa. Hanya diam memperhatikan dialog keduanya.
"Dae-ho, apa yang sering ayah katakan. Kita tak selalu bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Kau ingat itu bukan?", In-ho berusaha membuat Dae-ho mengerti.
Dae-ho kemudian menatap Asna, membuatnya semakin tak enak hati.
"Bibi, apa aku boleh meminjam tokomu untuk acara ulang tahunku? Seperti temanku, dia mengundangku ke acara ulang tahunnya di toko pizza. Bukankah berarti aku juga bisa melakukannya di sini?", tanya Dae-ho dengan serius.
Wajahnya sangat lucu, seperti seorang profesional yang tengah melobi untuk memperoleh kesepakatan. Hati Asna tergelitik melihatnya.
Asna kemudian menatap In-ho, ingin melihat tanggapan lelaki itu. Karena pada dasarnya, hal seperti itu memang cukup sering dilakukan di tempat ini. Bukan hanya acara ulang tahun, tapi juga pesta kelulusan, atau perpisahan dengan jumlah orang yang tidak terlalu banyak. Apalagi In-ho adalah calon suami Eun-mi, tentu hal itu tak kan jadi masalah sama sekali.
"Eng.. begini saja. Bagaimana kalau kita bayar dulu kue yang kita beli. Ayah berjanji akan memikirkannya dan malam nanti kita akan membicarakannya lagi. Bagaimana menurutmu?", tawar In-ho.
Dae-ho menatap ayahnya dengan perasaan tak puas. Tapi ia mengalah dan mengangguk pelan dengan sedikit rasa kecewa di wajahnya. Yang dia inginkan hanyalah bibi yang disukainya bisa hadir di acara ulang tahunnya.