Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Malam Jumat Kliwon
"Malam ini siluman itu akan keluar dari tubuh istrimu," Ajeng berjalan mendekati Amar wanita itu merapikan dasi Amar dan menatapnya sendu.
"Aku tahu, hanya engkau yang bisa membunuhnya,"
"Bagaimana kamu bisa tahu?" jawab Amar dengan wajah penasaran
"Karena dia adikku," bisik Ajeng membuat Amar segera menjauhi wanita itu
Wajahnya seketika memucat saat mengetahui wanita didepannya adalah kakak iparnya.
"Kenapa harus takut, bukankah selama ini kamu mencari ku. Sekarang kita sudah bertemu jadi kau bisa menanyakan apapun tentang Marni kepadaku," jawab Ajeng dengan tatapan genit
Amar hanya menatap lekat wanita cantik yang mulai menggodanya itu. Ia mengalihkan pandangannya ke meja rapat, tak seorangpun yang bergerak. Mereka terdiam seperti patung.
Ia tiba-tiba dibuat merinding saat Ajeng mengeluarkan sebuah buntelan berwarna putih. Aroma wangi bunga melati mulai terasa saat wanita itu membuka buntelan tersebut.
Sebuah keris kecil dikeluarkan dari kain itu.
"Pakai keris ini untuk membunuh siluman itu," ucap Ajeng kemudian memberikan keris itu kepada Amar.
Amar menerima pemberian wanita itu.
#Brakkk!!
Tiba-tiba pintu terbuka membuat Amar dan Ajeng begitu terkejut. Angin besar berhembus menghempaskan siapapun yang ada di ruangan itu. Amar terhempas hingga jatuh ke lantai. Sementara itu Ajeng tampak menggunakan kekuatannya untuk menopang tubuhnya dari serangan angin kencang tersebut.
"Asu, tunjukan siapa dirimu, jangan hanya bisanya menghilang!" hardik Ajeng
Seorang wanita tua tampak tersenyum memperlihatkan gigi-giginya yang hitam di depan pintu.
"Bagaimana nenek tua itu bisa kembali??" Ajeng tampak mengepalkan tangannya saat melihat sosok nenek tua yang begitu familiar.
Ajeng tahu ia tidak bisa menghadapi iblis itu, ia pun memilih untuk melarikan diri dari tempat itu.
Sementara itu Amar yang baru membuka matanya samar-samar melihat seorang perempuan berkebaya pergi meninggalkan ruangan itu.
"Marni,"
Amar berusaha bangun, ia tak melihat siapapun di ruangan itu.
"Kemana mereka semua??" gumamnya
Ia kemudian berjalan meninggalkan ruangan itu. Kumandang adzan dhuhur membuatnya segera menuju ke mushola.
Amar segera menuju ke tempat wudhu untuk membersihkan wajahnya. Ia bahkan meringis saat luka di tangannya terkena air.
Selesai sholat ia segera kembali ke ruangannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat sebuah rantang makanan tergeletak di meja kerjanya.
Ia melihat secarik kertas tergeletak di bawah rantang tersebut.
"Jangan makan di luar karena berbahaya, makanan dari rumah tetap yang terbaik. Janga lupa di habiskan,"
Amar tersenyum tipis membaca pesan dalam dari si pengirim makanan tersebut.
Ia kemudian mengambil ponselnya dan menelepon Marni. Sayangnya wanita itu tak mengangkat ponselnya hingga Amar hanya memberikan pesan singkat untuk mengucapkan rasa terimakasih atas perhatian Istrinya tersebut.
"Terimakasih sayang, kamu memang istri yang pengertian,"
"Wah pantesan gak keliatan di kantin ternyata dia bawa bekal toh!" celetuk Ruri
Pria itu langsung bergegas memeriksa rantang makanan yang tergeletak di meja.
"Wah sepertinya enak, boleh kan aku ikutan makan!" imbuhnya
"Ambil aja," jawab Amar
Tidak lama Damar menghampiri keduanya. Pemuda itu memberikan secarik kertas kepada Amar.
"Hafalin!" pungkasnya
"Apa ini??" Amar mengernyit membaca tulisan arab di depannya
"Itu doa-doa untuk melawan siluman yang ada di tubuh istrimu, kata ayah kalau bisa kamu hafal kalau tidak bisa ya baca saja," sahut Damar
"Kalau bisa aku minta bantuan ayahmu malam ini, aku takut gagal lagi jika hanya sendiri," jawab Amar
"Jangan pesimis gitu dong Mar, kamu harus semangat!" seru Ruri
"Aku tahu kemampuan ku, aku sudah nyaris mati di hari itu, dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku malam nanti," jawab Amar
"Justru kamu bisa lebih tahu kelemahan makhluk itu karena aku sudah pernah menghadapinya,"
"Justru karena aku sudah tahu bagaimana ganasnya makhluk itu aku jadi ragu,"
Amar mengeluarkan keris pemberian Ajeng dan keris pemberian Ayah Amar.
"Meskipun ayahmu sudah memberikan keris ini dan Ajeng juga memberikan benda pusaka untuk melawannya tapi aku tetap ragu. Bagaimanapun aku tidak bisa mengandalkan kedua pusaka ini untuk melindungi nyawaku, kalau aku boleh memilih aku malah ingin menginap di rumah mu saja, aku masih ingin hidup. Aku tidak mau mati sia-sia,"
Kali ini Amar terlihat begitu gusar, pria itu tak bisa menyembunyikan rasa takutnya di hadapan kedua sahabatnya. Maklum saja, ia sudah berkali-kali bertaruh dengan maut saat bersama sang istri.
"Tapi kamu tidak bisa terus lari Mar, jika kamu memang mencintai Marni dan ingin tetap hidup bersamanya maka kamu harus membunuh makhluk itu. Ini antara membunuh dan di bunuh. Anggap saja kamu itu sedang berhadapan dengan seekor harimau. Jika kau hanya diam maka kau akan mati di makannya. Tapi jika kamu ingin hidup maka kamu harus melawannya meskipun peluang untuk menang hanya sedikit, setidaknya kamu sudah berjuang itu yang membuat kamu lebih bangga jika sesuatu terjadi padamu," terang Damar
Amar hanya dengan tatapan kosong. Pikirannya mulai berkelana membayangkan apa yang akan terjadi padanya.
"Jangan khawatir, aku dan ayahku akan membantumu," jawab Damar membuat senyumnya mulai mengembang
"Terimakasih sob, kamu memang sahabat ku yang terbaik," sahut Amar kemudian memeluknya
"Emang aku gak!" celetuk Ruri seketika berhenti mengunyahnya
"Iya kamu juga," jawab Amar kemudian memeluknya kedua sahabatnya itu
*******
Matahari mulai terbenam menandakan hari sudah petang. Burung-burung pun kembali ke sarangnya setelah mencari makan. Bahkan manusia pun tak ada yang keluar saat magrib menjelang. Semuanya kompak berada di dalam rumah. Waktu magrib waktu yang dianggap sakral bagi beberapa orang. Bila biasanya Marni selalu membuat sesaji di hari sakral itu, kali ini ia tak membuat sesaji ataupun menggantung buntelan sirih di kamarnya.
Wanita itu bahkan membuka jendela kamarnya seperti menunggu kedatangan seseorang.
Selesai sholat magrib Ia duduk di beranda rumah untuk menunggu kedatangan sang suami. Jika biasanya ia membiarkan rambutnya terurai, kali ini ia mengikat rambutnya kemudian menggulungnya seperti wanita jawa kuno. Ia bahkan sengaja menggunakan kebaya kutu baru motif bunga lengkap dengan bunga melati yang ia pasang di gulungan rambutnya.
Surti tampak bergidik saat melihat di penampilan aneh menantunya itu. Ia buru-buru berlari masuk ke kamarnya untuk menghindari bertatap muka dengannya.
"Ono opo toh bu, kok koyo bar ketemu demit," ucap Paijo
"Emang, opo kowe gak liat penampilan mantu kesayangan mu," sahur Surti
"Memangnya kenapa?" tanya Paijo penasaran
"Dia itu lebih serem daripada kuntilanak," sahutnya
"Hush, jangan ngomong sembarangan!" hardik Paijo yang kemudian keluar untuk melihat apa benar perkataan istrinya tersebut.
Lelaki itu menggulung sarungnya sebelum meninggalkan kamarnya.
Baru saja ia membuka pintu kamarnya, ia di kagetkan dengan sosok Marni yang sudah berdiri di depan pintu.
"Astaghfirullah!" teriaknya begitu kencang hingga membuat Surti langsung menghampirinya
"Ada apa toh pak!" seru Surti
Paijo hanya menunjuk kearah Marni yang berdiri tepat di depannya.
Surti seketika mematung melihat sosok Marni yang membuatnya tiba-tiba membeku.
bnyak banget typo nya...amar ditulis semeru emngnya gunung ya si amar😂😂😂🤣...surti ditulis surto
maafkan aq yg serakah ini Kaka.....
boleh nambah lagi ga.......
Marni itu sebenarnya gmn yaa,,... keren juga sih dia tau niatan jahatnya Ajeng,, tapi apa yg akan terjadi setelah itu,, apa Marni masih akan berurusan dgn ke gaiban nya