Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi Seperti Ini Pilihan Ayah?
“Mas Awan membuang fotonya? Tapi kenapa? Bukankah dia sangat mencintai wanita di dalam foto itu? Rasanya tidak mungkin kalau Mas Awan mau membuangnya hanya karena tidak enak sama aku.” Pertanyaan itu terus muncul di benak Pelangi sepanjang menjalankan aktivitas paginya di dapur.
Suara langkah kaki yang berasal dari tangga mengalihkan perhatiannya. Setelan kemeja dan celana bahan membuat Awan tampak rapi dan gagah. Dari penampilan luar sama sekali tak nampak jika pria itu adalah seorang pemabuk dan pemberontak.
“Tidak sarapan dulu, Mas?” Pelangi buru-buru bertanya ketika melihat suaminya hendak keluar.
“Nanti di kantor,” jawab Awan tanpa menoleh dengan kaki yang terus melangkah. Pelangi terdiam menatap punggung tegap yang kemudian menghilang di balik pintu.
Kini ia hanya menatap makanan yang terhidang di atas meja. Dengan gerakan cepat Pelangi memasukkan menu sarapan buatannya ke dalam wadah dan segera berjalan keluar menyusul sang suami.
“Mas tunggu!”
Baru saja mobil melaju, sudah terdengar suara Pelangi memanggil. Awan langsung menginjak pedal rem seraya membuka kaca jendela. Tampak Pelangi berjalan ke arahnya dengan membawa sebuah paper bag.
“Ada apa?”
“Mas belum sarapan.” Ia menyerahkan paper bag. “Ini aku bungkus, nanti Mas bisa makan di kantor.”
Awan meraih benda yang baru saja diberikan istrinya dan meletakkan di kursi sebelah. “Makasih. Tapi lain kali tidak usah buat sarapan untuk aku. Aku akan sarapan di kantor saja.”
Meskipun suara Awan terdengar pelan, namun begitu menusuk ke hati Pelangi. Wanita itu hanya dapat mengangguk pasrah. Pandangannya mengikuti mobil suaminya yang mulai menjauh.
Dalam hati bergumam, "Sekeras ini kah usaha Awan untuk membangun jarak di antara kami?"
Memikirkan itu, hati Pelangi seperti ditikam belati tajam.
.
.
.
Kesibukan di kantor membuat Awan tak sempat untuk sarapan. Biasanya ia akan sarapan di sebuah kafe yang bersebelahan dengan gedung kantornya. Namun, pagi ini seperti kehilangan selera makan yang ia sendiri tak mengerti apa sebabnya.
Entah karena membuang foto Priska, ataukah wajah sedih Pelangi yang sejak semalam terlihat sangat jelas, bahkan sampai pingsan.
Jarum pendek pada jam dinding pun sudah menunjuk angka sepuluh. Awan melirik sebuah paper bag yang tadi diberikan Pelangi. Masih jelas dalam ingatannya betapa nikmat nasi goreng buatan istrinya kemarin.
“Sarapan ini saja lah.” Ia membuka kotak makanan dan kembali terheran melihat isinya. “Omelet makaroni? Dia tahu dari mana aku suka makan ini? Apa Bik Minah yang memberitahu?”
Akhirnya Awan sarapan dengan makanan buatan Pelangi. Satu hal yang ia tahu, masakan Pelangi benar-benar enak. Ia yang tadinya seperti kehilangan selera makan malah menghabiskan omelet makaroni buatan istrinya.
Terdengar suara pintu diketuk, disusul oleh kemunculan seorang wanita yang masuk setelah Awan menyahut.
“Pak Awan, tiga puluh menit lagi ada agenda rapat dengan PT. Inco. Semua sedang bersiap-siap di ruang rapat.”
“Iya, saya ke sana sekarang. Terima kasih.”
Awan mempercepat langkahnya menuju ruang rapat. Setibanya di sana, semua orang tampak sedang bersiap. Pria itu pun berdiri di hadapan semua orang dengan gagah. Pagi ini ia akan mempresentasikan perencanaan pembangunan sebuah hotel mewah.
Baru saja mulutnya terbuka untuk menyapa seluruh anggota rapat, ia sudah dikejutkan dengan keberadaan seorang wanita cantik di ruangan yang sama. Awan membeku, setengah tahun berpisah terjadi perubahan besar dalam diri wanita itu, yang pastinya jauh lebih cantik.
“Priska?”
.
.
.
Hura-hura kehidupan malam dan mabuk-mabukan adalah sesuatu yang biasa dalam kehidupan Awan. Malam setelah meninggalkan kantor, bukannya pulang menemui istrinya yang sendirian di rumah, ia malah memilih menghabiskan waktu bersama teman-temannya.
Awan duduk dengan segelas minuman keras di tangannya. Pertemuan pertama dengan Priska setelah sekian lama berpisah benar-benar menghancurkan mood-nya hari ini. Sepanjang rapat berlangsung, tak ada pembicaraan berarti di antara keduanya selain tentang pekerjaan.
Satu kejutan lagi, Priska adalah salah satu manager di PT. Inco. Artinya, Awan akan sering bertemu dengan mantan kekasihnya itu.
"Pengantin baru ngapain di sini? Bukannya di rumah sama istri." Suara berat seorang teman membuyarkan lamunan Awan.
Ia menoleh sekilas. Tampak sang pemilik tempat hiburan malam yang juga merupakan teman Awan. "Eh, Joe! Gue lagi males di rumah."
"Kenapa memangnya?" Pria itu menarik kursi dan duduk di samping temannya Awan.
"Pakai tanya lagi." Awan menghembuskan napas kasar.
"Kan biasanya pengantin baru maunya di rumah terus. Eh, siapa nama istri lo ... Pelangi, kan?"
Awan mengangguk. "Gue nggak ngerti dengan pilihan ayah. Padahal ayah tahu gue sama sekali nggak ada kecocokan dengan Pelangi. Dia itu terlalu lugu. Dari cara berpikir dan maupun penampilan, terlalu kolot! Jauh berbeda dengan Priska yang modern dari penampilan dan sikapnya."
Awan terdiam beberapa saat sambil menenggak minuman yang membawa hawa panas pada tubuhnya. "Priska sudah kembali dari London!"
"Benarkah?"
Awan menganggukkan kepala. "Iya. Dia salah satu manager di Inco."
Ekspresi terkejut kembali terlihat di wajah Joe. Tentunya ia sangat mengenal Priska yang lama berpacaran dengan Awan. Joe pun teringat, Awan meninggalkan resepsi pernikahannya dan minum hingga mabuk.
"Jadi apa rencana lo? Apa lo akan menceraikan Pelangi untuk bisa kembali bersama Priska?"
Bahu Awan terangkat sebagai jawaban. Tetapi ucapan Joe memang ada benarnya. Sempat terbesit keinginan dalam hati untuk kembali merajut kasih bersama Priska. Walau bagaimana pun, Priska lah satu-satunya wanita yang pernah mengisi hatinya.
Namun, kini ada Pelangi di antara mereka. Dan Awan tak tahu lagi harus bagaimana. Satu-satunya yang ingin dilakukannya hanyalah melupakan semuanya dengan minum.
"Gue nggak suka sama Pelangi dan nggak akan pernah bisa menerima dia. Gue hanya mencintai Priska," ucap Awan dengan kesadaran yang mulai menghilang akibat mabuk.
Awan Menyandarkan kepala di meja. Tanpa disadari olehnya, sepasang mata menatapnya dengan penuh kemarahan. Ada tangan yang terkepal kuat di sana.
"Jadi seperti ini suami pilihan ayah untuk Kak Pelangi?"
***