"Karena kamu yang menggagalkan acara pernikahan ini, maka kamu harus bertanggung jawab!" ucap pria sepuh didepannya.
"Bertanggung jawab!"
"Kamu harus menggantikan mempelai wanitanya!"
"APA?"
****
Bagaimana jadinya kalau seorang siswi yang terkenal akan kenalan dan kebar-barannya menjadi istri seorang guru agama di sekolah?!?
Yah dia adalah Liora Putri Mega. Siswi SMA Taruna Bangsa, yang terkenal dengan sikap bar-barnya, dan suka tawuran. Anaknya sih cantik & manis, sayangnya karena selalu dimanja dan disayang-sayang kedua orang tuanya, membuat Liora menjadi gadis yang super aktif. Bahkan kegiatan membolos pun sangatlah aktif.
Kalau ditanya alasan kenapa dia sering bolos. Jawabnya cuma satu. Dia bolos karena kesetiakawanannya pada teman-teman yang juga pada bolos. Guru BK pusing. Orang tua juga ikut pusing.
Ditambah sikapnya yang seenak jidatnya, menggagalkan pernikahan orang lain. Membuat dia harus bertanggung jawab menggantikan posisi mempelai wanita.
Gimana ceritanya?!!?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 : Kita Suami Istri
Liora sudah merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Sengaja ia memberi pembatas di tengah-tengah tempat tidurnya. Supaya apa?!?
Supaya Agam tidak macam-macam padanya. Takutnya saat dirinya sedang tidur, pria yang kini sudah sah menjadi suaminya itu bertindak yang tidak-tidak.
Agam keluar dari kamar mandi. Ia mendapati Liora sudah terlelap dengan tidur tak beraturan dan mulut yang menganga lebar. Bantal yang jadi pembatas, kini sudah ia tendang entah kemana. Agam hanya terkekeh geli melihat tingkah istri kecilnya tersebut.
Ia pun ikut merebahkan tubuhnya di samping sang istri. Tubuhnya juga sudah lelah karena aktivitas seharian ini.
Keesokan harinya, Agam bangun lebih awal. Saat membuka mata ia disuguhi dengan pemandangan seorang gadis cantik yang sedang terlelap dengan mulut ternganga.
"MasyaAllah....! Cantik-cantik tidurnya melongo!" gumam pria itu. Lalu membenahi rambut yang menutupi sebagian wajah Liora.
Saat ini posisi tidur Liora sedang berada di pelukan suaminya. Jangan ditanya kemana semua pembatasnya. Karena memang semua pembatas sudah ditendang oleh Liora sendiri. Bahkan kini gadis itu mengira tubuh Agam sebagai guling.
"Astaghfirullah. Ini memang cobaan ternikmat. Tapi apa aku bisa tahan dengan cobaan ternikmat ini?" gumam Agam dalam hati.
Agam beranjak dari tempat tidurnya, karena ia harus segera melaksanakan sholat subuh. Sudah menjadi kebiasaan, sebelum sholat subuh, ia mandi terlebih dahulu.
Agam keluar dari kamar mandi. Dan ia masih mendapati istri kecilnya, terlelap dalam buaian mimpi. Pria itu pun berusaha untuk membangunkan istrinya dengan lembut.
"Liora bangun....!" ujarnya pelan. Dasar Liora kebo, sudah dibangunin tapi tetep aja semakin pules. Ia malah mengeratkan selimutnya sampai ke dada.
Agam, dengan cepatnya membopong Liora ke pundak layaknya seorang petani mengangkat karung beras. Menyebabkan Liora nyaris jatuh terjerumus ke dalam kebingungan.
"Apa-apaan ini?" tanyanya, dengan mata yang terbuka lebar.
Namun sebelum bisa meronta lebih jauh, Agam telah meletakkannya dengan perlahan di dalam bathtub. Liora, yang pada mulanya ingin marah dan melontarkan kata-kata kasar, hanya bisa menahan amarahnya yang membara, sementara rasa jengkelnya kian memuncak karena tidur nyenyaknya terganggu.
"Mandi. Terus sholat subuh!" ujar Agam dengan tegas.
Mendengar itu, Liora tidak jadi marah. Ia pun hanya ngedumel dengan mulut menya-menye.
Yah, ini adalah pertama kalinya Agam menjadi seorang imam sholat untuk istri halalnya. Yang sayangnya istri halalnya tersebut agak lain dari pada yang lain.
Mereka pun sholat subuh berjamaah, dengan Agam sebagai imamnya.
Selesai menunaikan kewajiban sebagai umat muslim, Liora pun beranjak dari tempat duduknya tadi. Ia berjalan dengan gontai menuju tempat tidur kembali. Rencananya dia ingin kembali bobo manis dan cantik. Mumpung masih gelap, pikirnya.
Agam yang melihat itu, hanya bisa menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan.
Sementara di rumah, Mirnawati terus melamun, memikirkan nasib putrinya. Rumah terasa sepi, semenjak Liora tidak ada dirumah. Biasanya pagi-pagi begini, rumah terdengar ramai. Suara cempreng Liora mengisi kekosongan rumah tersebut. Meski terkadang sang putri membuatnya pusing, tetap saja sosok yang membuatnya pusing tersebut membuatnya kangen.
"Sudah dong, Mah. Jangan terlalu memikirkan Liora. Kita percayakan saja pada Agam!" ujar Arian pada sang istri.
"Kalau Liora sih mama nggak terlalu mengkhawatirkan. Tapi yang mama pikirkan itu Agam. Mama aja stress mikirin kelakuan anak perempuan kita. Gimana dengan Agam? Jangan sampe Liora jadi janda kembang, Pah?' cerocos sang istri.
"...."
******
Siang harinya mereka sudah check out dari hotel. Tujuan mereka sekarang adalah rumah kedua orang tua Agam yang berada di komplek perumahan rawa kampret. Perumahan yang cukup elit bagi seorang pengusaha dan bisnisman seperti Hidayat Nur Wahid.
Usahanya ada dimana-mana dan bermacam-macam. Namun begitu ia tetap rendah hati dan tidak sombong. Hidup sederhana, tidak terlalu mencolok.
Liora melangkahkan kaki ke dalam pekarangan rumah mertuanya yang berdesain tradisional namun tampak elegan. Matanya memancarkan kekaguman; setiap sudut rumah itu menunjukkan kesederhanaan yang elegan. Hawa sejuk menyeruak, diperkaya dengan keharuman bunga anggrek beraneka warna yang menghias halaman.
"Wow, rumahnya nyaman banget. Adem. Dan terlihat sangat asri. Lebih indah dari yang gue bayangin," gumam Liora sambil tersenyum, merasakan kedamaian yang tumbuh dalam dirinya.
"Ayo masuk!" ajak Agam menggamit jemari Liora, namun tangannya langsung menepisnya.
"Jangan pegang-pegang ih....! Kita bukan mahram!" ujarnya.
"Kata siapa? Kita ini sudah suami istri. Saya ingatkan itu, biar kamu nggak lupa!" ujar Agam, galak.
"Kok dia lebih galak dari gue ...!" gumam Liora sambil bibirnya monyong-monyong.
"Assalamu'alaikum!" sapa Agam terdengar sangat lembut di telinga gadis itu.
"Padahal rumah sendiri. Napa pake ketuk pintu dan salam sih?" protes Liora.
"Ini namanya adab, Liora! Meski ini rumah sendiri, kita harus punya adab!" ujarnya, "Dari Anas ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Wahai anakku, apabila engkau memasuki rumah keluargamu, maka ucapkanlah salam, niscaya itu akan menjadi bagi engkau dan keluargamu.' Menebarkan nama Allah Ta'ala di antara manusia dan menghidupkan Sunnah Nabi kita, Muhammad SAW. Keutamaan mengucapkan salam ketika masuk rumah akan mendapat jaminan kecukupan rezeki dari Allah Subhanahu wa ta'ala dan masuk surga. Salam atau ucapan 'Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh' sendiri merupakan kalimat sapaan yang diajarkan oleh Allah." Ceramah Agam panjang lebar. Liora hanya kedip-kedip matanya, enggak tau mudeng apa nggak.
"Walaikumsalam," jawab seorang perempuan dari dalam.
"Eh, kalian sudah datang!" senang Nurma melihat kedua pasangan pengantin baru itu datang ke rumah.
Agam langsung mencium punggung tangan wanita yang masih sangat cantik itu. Liora pun mengikuti apa yang dilakukan suaminya tersebut. Ikut-ikutan mencium punggung tangan bunda mertuanya.
"Iya, Bunda. Dari hotel langsung kesini," jawab Agam mengulas senyum manis.
"Liora, kamu cantik sekali, Nak?" puji bunda mertuanya.
"Terima kasih, Bunda. Bunda juga cantik!" jawab Liora serasa terbang ke awang-awang karena dipuji cantik.
"Ayo masuk-masuk! Duduk dulu. Bunda buatkan minum ya!"
"Nggak usah repot-repot, Bunda. Kalau ada jus juga boleh!" ujarnya dengan tidak tahu malu. Bukannya marah, Nurma malah tertawa renyah.
"Ada. Kamu mau jus apa?" tawar Nurma.
"Hehehe. Nggak kok, Bun. Liora cuma bercanda!" gelak gadis itu, membuat Agam pengen jitak kepala istri kecilnya itu.
"Ish, nggak apa-apa. Kalau disini mah, jangan malu-malu! Anggap rumah sendiri!"
"Liora mah nggak malu-malu, Bunda. Tapi seringnya malu-maluin!"
Nurma tergelak lagi. Gadis itu memang blak-blakan. Tapi Nurma suka.
"Ya sudah. Bunda bikinin jus melon mau?"
"Wah, mau pake banget, Bunda!" senang Liora, "Apa bunda butuh bantuan?"
"Emang kamu bisa?" tanya Agam.
"Bantuin doa maksudnya, Pak!" Liora nyengir. Agam cemberut. Sementara Nurma kembali terkekeh.
"Ya sudah. Kamu disini saja. Biar bunda yang bikinin jus!"
"Ayah dan Rasya mana, Bun?" tanya Agam menyusul bundanya ke dapur.
"Mereka nganterin kakek pulang ke Cirebon. Paling besok mereka pulang kesini!"
"Yah, padahal aku juga pengen nganterin kakek juga," ujar Agam.
"Kebetulan dipondok mau ada acara. Makanya kakek dan nenek buru-buru pulang ke Cirebon!"
"Oh," sahut Agam, sambil menyomot bolu pisang buatan sang bunda.
"Sana antar istri kamu ke kamar. Pasti dia lelah," ujar Nurma pada putranya, "Nanti jus-nya biar bibi yang anter ke kamar kamu!"
"Makasih loh, Bun. Istriku jadi ngerepotin bunda,"
"Ngerepotin apa sih, Gam? Bunda sama sekali tidak merasa direpotkan!" sahut sang bunda, "Istrimu itu emang unik. Lain dari pada yang lain!" kekeh bundanya lagi.
"Ya begitulah, Bun. Tapi ada yang lebih aneh lagi. Nanti bunda akan liat!"
"Masa sih?"
"Hem," Agam mengangguk cepat. Nurma malah tergelak.
"Itu tugas kamu sebagai seorang suami. Harus bisa mendidik istri menjadi lebih baik lagi!" tutur Nurma.
"Itu sih dah pasti, Bun."
"Eh, ngomong-ngomong, jadi beneran Liora itu salah satu siswi kamu disekolah tempat kamu ngajar?" tanya Nurma tiba-tiba.
"Iya, Bun. Dia siswi aku yang badungnya na'udzubillah! Satu sekolah, tahu siapa Liora. Biangnya rusuh. Biangnya bikin onar. Biangnya bikin masalah. Guru BK sampe hafal!"
Nurma semakin tergelak, "Kayaknya emang kamu harus punya stok kesabaran tinggi, Gam. Kesabaran seluas samudera!"
"Hem. Doain Agam aja, Bun. Bisa menjadi imam yang baik buat keluarga kecil Agam!"
Bersambung....
Komen ya....