Kelahiran Gara menjadi pertanda karena bertepatan dengan kematian Hybrid yang telah membawa malapetaka besar untuk daratan barat selama berabad-abad. Pertanda itu semakin mengkhawatirkan pihak kerajaan ketika ia belum mendapatkan jati dirinya diusia 7 tahun. Mendengar kabar itu, pemerintah INTI langsung turun tangan dan mengirimkan Pasukan 13 untuk membawanya ke Negeri Nitmedden. Namun Raja Charles menitahkan untuk tidak membawa Gara dan menjamin akan keselamatan bangsa Supernatural. Gara mengasingkan diri ke Akademi Negeri Danveurn di wilayah Astbourne untuk memulai pencarian jati dirinya.
Akankah Gara mendapatkan jati dirinya? Bagaimana kehidupan asramanya di Akademi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cutdiann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 16: BEAUTIFUL THINKING, A WELL MIND.
Kak Allegro... Aku juga sama, ingin bertemu denganmu. Aku akan membawa burung gagak milik kak Allegro dan akan menuliskan surat untuknya. Tapi soal burung gagak yang satu ini, aku tidak tau ini milik siapa dan kepada siapa surat itu tertuju. Kita tidak boleh membaca surat orang lain, bukan?
Ah, aku akan membawanya juga.
"Kau juga bisa memakannya, jangan ragu untuk mengisi perutmu sendiri."
Aku tidak akan membiarkan siapapun bahkan diriku sendiri memakan burung gagak milik kak Allegro. Dia pasti akan sangat sedih jika mendengar burung gagaknya mati.
"Hahaha, dia bisa mendapatkannya lagi. Bicara soal ayahmu, dia akan naik tahta kerajaan Angkara 'kan?"
Iya, lalu?
"Bukankah itu berarti seluruh keluarga kerajaan Claverdon akan hadir di kerajaan Angkara? Mereka akan mengunjungi Danveurn. Dan hal itu menjadi satu-satunya kesempatanmu untuk bertemu dengan Allegro serta kedua orang tuamu."
Kau benar. Mereka pasti berkunjung.
"Gurumu yang menjadi penghalang, semua atas izinnya 'kan?"
Apa Mr. Chairoz akan memberikanku izin?
"Kurasa tidak akan."
"Gara!"
Tentu aku terkejut ketika suara lantang Hydra October dari Wizard clan memanggil namaku. Aku bisa melihatnya berdiri jauh di sana, sepertinya sadar karna aku tertinggal. Aku pun berlari menyusul.
"Burung gagak siapa?" Tanyanya bingung.
"Ini milik kakakku, dia baru saja mengirimkan surat. Tapi kalau yang satu ini, aku sama sekali tidak tau. Surat itu mungkin dikirim untuk salah satu dari kita" ungkapku.
"Oh begitu, ayo kembali supaya kita bisa tau itu milik siapa" Hydra hanya berjalan lebih cepat di depanku. Seperti itu sampai kami tiba sungai.
Aku sampai lupa bahwa Piers tidak ikut mengangkut air. Aku tidak bisa membiarkan dia melakukannya, di perjalanan tadi kakinya harus luka karena terjatuh. Piers tidak melakukan apa-apa, hanya duduk di samping para anak perempuan dengan kakinya yang setengah masuk ke dalam air. Wajah bersalah itu benar-benar tidak ingin ku lihat. Tentu, dia akan merasa begitu karna dia tidak ikut membantu.
"Piers, kau baik saja?" aku menghampiri Piers.
"Iya. Tapi aku merasa bersalah dengan Skye. Dia harus mengangkut dua ember itu sendirian karna aku tidak ikut" katanya sambil berdiri dengan tongkat itu.
"Skye, kau baik saja?" Panggilku ketika melihat Skye Forrest si Fairy sedang merenggangkan otot kaki.
Dia menghampiri kami berdua, "Iya, aku baik. Hei, ada apa dengan wajah itu? Piers, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu merasa bersalah. Aku membantumu di sini."
Piers menatap Skye serius, "Terimakasih."
"Tentu" balasnya.
Tiba-tiba burung gagak yang masih memiliki surat itu memberontak ketika anak-anak lain mendatangiku. Suaranya sangat mengganggu. Aku tidak tau cara menenangkan binatang, tapi sepertinya kedatangan Xavier membuat burung gagak ini terdiam. Kepalanya menoleh, dan dia menatap Xavier dalam. Laki-laki itu sendiri hanya berdiri, bingung akan suasana yang terjadi.
"Sepertinya burung gagak ini mengenalmu, tapi dia juga bingung" ucap Alistair Celeste si Fairy seraya melihat burung gagak dan Xavier bergantian.
"Bagaimana kau bisa tau?" Tanyaku.
Alistair tertawa, "Aku berasal dari Fairy clan, dan keluargaku mengajariku bahasa binatang, jadi aku paham mereka."
"Apa kau tau burung gagak ini, Xavier?" Aku menatap Xavier penasaran.
"Tidak, tapi kenapa dia seperti mengenaliku?" Xavier bahkan melihat burung gagak di tanganku dengan detail.
"Dia pernah melihatmu, atau sesuatu yang menyerupaimu" jelas Alistair.
Xavier membuat wajah terkejut setengah bingung, "Tunggu dulu. Aku tidak pernah melihat binatang ini, tapi ada sesuatu yang menyerupaiku. Satu-satunya sesuatu itu adalah saudara kembarku, Lucier."
Aku mengambil surat di kakinya, dan memberikannya pada Xavier. "Aku yakin, surat ini untukmu."
Xavier membukanya dengan raut wajah masih bingung, setelah itu ia membacanya sampai selesai. Di tengah-tengah itu, aku bisa tau dengan mudah, bahwa sesuatu merusak perasaannya. Mungkin karena isi surat itu yang tidak sebagus seperti pikirannya atau sesuatu yang tidak ada harapan lagi.
Hanya Xavier dan sang penulis surat, Lucier, yang tau. Kupikir juga jika itu adalah berita baik, orang lain bahkan Vampire clan yang bisa mengetahuinya tidak akan punya keinginan untuk tau. Surat itu hanya tertuju pada Xavier.
"Jika urusanku selesai di sini, aku ingin pulang ke neraka, tempatku di bumi sudah tidak ada" kata Xavier dengan wajah setengah sedih dan marah sambil menggumpal kertas itu, lalu melemparkannya ke sungai.
Aku menepuk-nepuk punggungnya, "Jika kau tidak ingin sendirian di perjalanan, aku akan mengantarmu."
Xavier tersenyum, "Jangan bercanda. Jadi apa yang harus kita lakukan pada dua burung gagak ini?"
"Aku tidak tau, mungkin menetap sementara waktu di asrama adalah ide yang bagus" kataku sambil melihat keduanya. Tiba-tiba saja, mereka berdua memberontak. Seketika aku dan yang lainnya membuat jarak untuk kedua burung gagak ini. Sampai mereka terbang tanpa aba-aba.
Castiel bersuara, "Aku penasaran kemana mereka pergi."
Aku melihat anak perempuan yang melanjutkan tugas mereka. Kain-kain di dalam keranjang itu sudah hampir habis. Mereka terlihat sangat kelelahan. Tapi kami juga tidak kalah kelelahan, sebagian dari kami anak laki-laki harus menidurkan diri di atas tanah dengan terlentang, karna terlalu kelelahan.
Namun anginnya membuat kami semua semangat. Seperti hilang begitu saja, sebagian orang bahkan bermain-main di sekitar sungai dan memanjati pohon-pohon yang ternyata merupakan pohon apel merah.
"Lepaskan dulu celana kalian, kami 'kan ingin mencucinya" ucap Selena ketika beberapa anak laki-laki menceburkan diri disungai.
Jack menghela nafas, "Baiklah."
Tentu, kami akan mandi di sungai. Lagipula, tempat ini sudah seperti milik kami dari abad ke abad. Tidak heran kami akan mudah nyaman di sini.
"Hei! Ayo mandi, airnya segar!" Ajak Akashia Westort dari Angel clan yang sudah ada di dalam sungai terlebih dulu. Begitu saja, sampai semuanya ikut mandi di sana. Hanya tinggal aku dan Piers yang tersisa.
"Kau tidak mandi, Piers?" Tanyaku sambil melihatnya menatapi sungai itu dalam diam. Sepertinya dia sangat ingin mandi juga, tapi aku tau, kakinya membuat ia berhenti berpikir.
"Sepertinya aku akan mandi di asrama saja" katanya.
"Ayo, ada aku di sampingmu. Kau tidak perlu menggunakan kakimu untuk bertahan di dalam airnya, aku yang akan membantumu" ucap ku sambil berjongkok membelakanginya.
"Aku akan menyusahkanmu."
"Apa aku ada bilang seperti itu?"
"Tidak, tapi-"
"Sudah, naik kepunggungku" lalu Piers mengikuti perkataanku. Kami berdua masuk ke dalam sungai, seperti yang lainnya, menikmati darasnya arus dan segarnya sungai ini di pagi hari. Piers lebih memilih duduk di sebuah batu besar yang ada disungai, jadi aku membiarkannya di sana. Kami mandi dalam kondisi normal, para Mermaid juga tidak memperlihatkan wujud asli mereka.
Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Rasanya aku seperti hidup. Senang memiliki teman ternyata.
"Kalian sudah selesai?" Sudah beberapa menit lamanya kami di sungai, sampai melupakan anak perempuan yang baru saja menyelesaikan tugas mereka. Bagaimana aku tidak khawatir, mereka benar-benar kelelahan.
"Iya..." ucap Cassandra dengan nafas terengah-engah.
"Ayo, bergabung bersama kami. Airnya akan membuat rasa lelah kalian hilang" ajak Jack.
"Kalian jangan melihat dulu..." kata Olya hampir membuka bajunya. Kami hanya mendengarkan, berbalik arah agar tidak melihat mereka. Aku bisa merasakan kedatangan mereka ke dalam sungai, lalu mereka menginstruksikan kami untuk bisa melihat. Para Anak perempuan tidak berenang ketengah sungai, karena arusnya yang kuat, dan juga dalam. Lagipula, mereka terlihat lebih baik berada di pinggir sungai, tepat disamping papan kayu itu.
"Rasanya sangat melelahkan, tapi aku rasa anak laki-laki lebih kelelahan dari pada kita" aku bisa mendengar Titania sedang berbicara.
"Iya, mereka bahkan langsung tergeletak lemas ketika sampai" sambung Azalea sambil menyirami rambut pendeknya.
"Esther dan yang lainnya benar, tugas mereka lebih berat, dan kita hanya yang seperti ini sudah mengeluh tidak akan sanggup melakukannya" ucap Selena.
Aku melirik Jack, dan yang lainnya untuk mulai tenang. Sudah kuduga, hal seperti ini akan tiba dengan sendirinya. Kita tidak perlu melakukan apa-apa, yang mungkin saja semakin memperburuk keadaan. Jack yang mengerti menganggukkan kepalanya padaku. Kemudian aku mengintruksikan yang lainnya untuk mendekat.
"Hei, kalian tau 'kan, aku tidak bermaksud untuk berkata-kata seperti itu. Aku memang sudah berlebihan, maafkan aku. Seharusnya aku tau, kita memang masih anak-anak yang akan sangat melelahkan melakukan hal berat seperti ini" ucap Jack sambil menundukkan kepala ketika menghampiri anak perempuan.
"Maafkan aku juga, seharusnya dari awal aku tidak membuat kelompok seperti ini. Tentu, kalian akan sangat kelelahan" suara itu keluar dari mulut Lilac, dia juga merasa bersalah.
"Maafkan aku juga" Cretes juga meminta maaf.
Tentu, jika hanya mereka bertiga yang menundukkan kepala, tidak akan ada perasaan bersalah pada yang lain. Mereka memang diam, tapi aku yakin mereka punya pikiran yang sama. Aku hanya menundukkan kepala, sebagai tanda penghormatan untuk para perempuan. Tidak lama, anak laki-laki yang lain serentak ikut menundukkan kepala.
"Maafkan kami juga, seharusnya kami tau pembagian kelompok seperti ini tidak salah," kata Selena sambil menghampiri Lilac, "Melihat kalian semua lebih kelelahan dari kami saja, kami sudah bersyukur bahwa kami ditugaskan hanya mencuci pakaian."
"Benar, kami minta maaf" ucap Cassandra, dan diikuti yang lainnya.
"Jangan terlalu dipikirkan masalah yang seperti ini, bahkan hal ini membuat kita semakin mengenal satu sama lain. Kita hanya harus saling mengerti dan melindungi. Maka semua permasalahan akan cepat terselesaikan" kataku sambil melihat kesemua orang.
Semuanya tergantung atas pemikiran kita. Dan begitu saja sampai kami kembali bermain di dalam air, lalu berhenti ketika jari-jemari kami mulai keriput. Setelah keluar dari sungai, dan memakai pakaian bersih, kami semua duduk dibawah tiga pohon apel dan memakan buah-buahnya yang sudah dipetik. Tidak ada yang istimewa, kecuali kami mulai saling berbicara lagi.
Tidak ada kelompok anak laki-laki dan kelompok anak perempuan. Mulai sekarang hanya ada kami semua, sebagai teman.