Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Diantar Steven
Ayuna sudah bersiap dengan pakaian dinasnya. Semua orang yang ada di kediaman Moffat dibuat terkagum-kagum oleh kecantikannya. Terutama Mega, wanita itu begitu sayang dan perhatian pada Ayuna.
"Loh! Ayuna, kamu mau ke mana?" tanya Mega dengan menyiapkan sarapan di Meja makan.
"Anu bu, mulai hari ini Yuna akan bekerja lagi. Tadi malem aku dihubungi oleh profesor dokter untuk bekerja di rumah sakit yang ditempati oleh nenek," jawab Ayuna.
Mega ikut senang mendengar kabar baik yang diterima oleh Ayuna.
"Wah! Bagus itu. Kamu masih sama bekerja sebagai dokter spesialis jantung kan?" tanya Mega sangat senang.
Ayuna tersenyum tipis menunjukkan lesung pipinya. "Iya bu. Profesor juga sudah tahu cara kerjaku, jadi aku diterima tanpa interview dulu," jawab Ayuna.
"Berita yang bagus, kamu bekerja yang hati-hati ya nak. Jaga dirimu baik-baik, semoga untuk kali ini kamu mendapatkan rezeki yang berlimpah, setelah semua diambil oleh oma kamu," tutur Mega.
"Iya bu, mohon do'anya ya bu," celetuk Ayuna dengan senyuman manisnya.
"Iya nak, tentu saja Mama akan selalu ada buat kamu. Doaku menyertaimu."
"Yaudah, sebelum berangkat kamu sarapan dulu. Biar kerjanya semakin bersemangat," tutur Mega.
"Iya bu," jawab Mega langsung bergabung di ruang makan.
Steven dan Allard juga bergabung di ruang makan, menatap Ayuna yang nampak bersemangat dengan pakaian yang sudah rapi.
"Loh! Yuna, kamu mau ke mana?" tanya Allard.
"Kak, hari ini aku mulai kerja lagi," jawab Ayuna menoleh pada Allard sembari tersenyum.
Allard juga nampak senang mendengarnya. Bukan apa? Dia sudah sangat bersalah, karena keegoisannya melamar Ayuna, kini dia tidak bisa menikahinya karena kekasihnya sendiri tidak ingin berpisah darinya.
Sedangkan Steven melirik sekilas pada gadis itu, dia segera memalingkan mukanya dengan menghenyakkan tubuhnya di sebelah Ayuna.
"Al, kamu nanti anter Ayuna ke rumah sakit ya?"
Mega mencoba untuk mendekatkan Ayuna pada Allard.
Uhuk .... Uhuk....
Allard yang semula minum langsung saja terbatuk-batuk.
"Kenapa kamu bang, ada sesuatu yang tengah mengganggumu?" tanya Steven.
"Ah! Enggak. Aku nggak papa," jawab Allard dengan tergugup.
Ayuna merasakan ada hal yang aneh, tidak seperti biasanya Allard yang terlihat santai, kini telah berubah seperti dingin.
"Kak Allard nggak perlu anter aku kok. Aku bisa berangkat sendiri," jawab Ayuna.
"Jangan lah sayang? Biar kamu dianter sama Allard aja. Ya Mama nggak ingin kamu kenapa-napa di jalan. Mama udah berjanji akan jagain kamu, kalau sampai kamu kenapa-napa, Mama yang bakalan disalahkan oleh keluarga kamu," celetuk Mega menuturkan.
"Bu, jangan cemaskan aku. Aku nggak papa kok, lagian kak Allard sepertinya sedang sibuk, aku bisa sampai rumah sakit dengan selamat kok, jadi ibu tenang saja."
Ayuna tidak ingin menyusahkan keluarga Moffat lagi. Allard dan Mega begitu baik menerimanya. Ia tidak ingin memanfaatkan kebaikan mereka hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
"Yuna, Mama Minta tolong sama kamu. Seandainya nenek sadar sewaktu-waktu, maukah kamu mengurusnya di rumah. Mungkin kalau nenek dirawat di rumah, itu jauh lebih tenang, karena tidak ada banyak orang yang berisik dan mengganggunya," ucap Mega.
"Masalah itu akan aku usahakan untuk bicara dengan dokter yang menanganinya. Dulu aku berani ambil tindakan saat pasien merasakan tidak nyaman. Tapi untuk sekarang .... Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain bekerja merawat orang yang membutuhkan saja," jawab Ayuna.
"Begitu ya nak. Maaf, Mama terlalu banyak menyusahkanmu. Mama terlalu banyak keinginan," celetuk Mega mulai sadar terlalu bergantung pada Ayuna.
"Ibu nggak salah, ibu jangan merasa bersalah dengan keadaan. Aku nggak pernah menyalahkan siapapun, aku hanya menganggap semua ini udah jadi kehendaknya. Ibu yang sabar, aku akan tetap bantu ibu buat rawat nenek, semoga saja nenek segera membaik, dan aku berhasil membujuk dokter untuk membawa nenek pulang. Do'ain aja ya bu?"
Steven dan Allard hanya diam mendengarkan penuturan Ayuna untuk orang tuanya.
Steven pun sedikit tergugah hatinya, menyadari kalau gadis yang selalu dicuekinya itu bener-bener gadis yang baik dan bahkan tidak kecewa dengan kepergiannya dari rumah mewah yang sudah membesarkannya.
Sedangkan Allard semakin bersalah atas sikapnya terhadap Ayuna. Dia sendiri yang melamar Ayuna hingga membuat gadis itu terusir oleh keluarganya karena tidak setuju akan lamarannya. Tapi kini ia bimbang untuk menikahi Ayuna karena kekasihnya sendiri tidak ingin diduakan.
'Maaf Ayuna, aku bener-bener minta maaf. Hidupmu berantakan gara-gara aku. Kalau aja aku dulu tidak gegabah untuk melamarmu, mungkin sekarang kamu masih berkumpul bersama dengan keluargamu. Aku harus memulai dari mana untuk menjelaskannya padamu, dan juga pada Mama. Pikiranku bener-bener sudah sangat buntu. Tidak bisa berfikir dengan baik karena masalah ini."
Allard merutuki dirinya sendiri yang sudah sangat ceroboh karena tidak bisa membuat keputusan bijak pada Ayuna.
"Bu, sepertinya aku harus berangkat sekarang. Ini sudah siang, aku takut terlambat. Apa lagi jalanan mungkin sudah mulai macet, jadi aku berangkat sekarang aja ya?"
Ayuna melihat jam diponselnya dan segera beranjak dari tempat duduknya.
"Makan dulu nak, kamu harus mengisi perutmu. Kalau cuma minum air saja mana kenyang. Ayo, makanlah terlebih dulu," tutur Mega lagi.
"Baiklah, aku akan bawa roti selay aja. Aku akan memakannya di rumah sakit. Aku takut terlambat bu, ini adalah hari pertamaku bekerja," jawab Ayuna dengan mengambil dua roti tawar dan mengoleskan selay.
Setelah itu dia ambil tupperware untuk meletakkan roti selay-nya.
"Bu, aku Ayuna pamit ya?"
Ayuna langsung menyalami Mega seperti tengah berpamitan pada orang tuanya sendiri.
"Iya nak, kamu hati-hati ya?"
"Iya bu," jawab Ayuna.
Steven langsung beranjak dari tempat duduknya. Dia juga belum menyelesaikan sarapannya.
"Biar aku yang anter."
Steven langsung menawarkan diri untuk mengantarkan Ayuna.
Ayuna dan Mega mengernyit saling bertatapan.
'Tumben, ada angin apa yang membuat pemuda arogan ini tiba-tiba menawarkan dirinya untuk mengantarkanku.'
"Stev! Kamu yakin mau anterin Ayuna sampai rumah sakit tempat dia bekerja?" tanya Mega mencoba untuk meyakinkan.
"Hm," jawab Steven hanya dengan deheman.
Mega tersenyum senang, tidak ada angin maupun hujan, secara tiba-tiba saja Steven berniat untuk mengantarkan Ayuna pergi ke tempat kerjanya.
"Aku siapin mobil dulu, kamu tunggu di depan."
Steven bicara dingin, namun dia tidak berbohong mau mengantarkan Ayuna.
Ayuna hanya diam dengan penuh pertanyaan yang aneh bersarang di otak kecilnya.
"Yaudah nak, kamu dianter sama Steven aja ya? Itu akan lebih aman dan cepat sampai rumah sakit. Nanti kalau ada kabar tentang nenek, cepat hubungi Mama ya?"
Mega memberikan sarannya pada Ayuna dengan menepuk bahunya.
Ayuna mengangguk pelan dengan tersenyum.
"Iya bu, kalau gitu aku berangkat dulu ya bu, kak Allard, aku berangkat ya?"
"Iya. Hati-hati," jawab mereka berdua dengan serempak.
Ayuna langsung bergegas keluar halaman. Di halaman sudah siap sebuah mobil Lamborghini warna merah yang siap untuk mengantarnya berangkat kerja.
"Ayo buruan, lelet banget sih," seru Steven sembari menyalakan Klakson mobilnya.
Tanpa menjawab, Ayuna langsung masuk ke dalam mobil itu.
Keduanya sama-sama kaku, hening tak ada sepatah katapun yang terucap dari kedua bibir sepasang anak manusia yang kini duduk berdampingan di dalam mobil.
Steven merasa jenuh sendiri, memiliki teman satu mobil tapi tidak mengajaknya bicara. Dia putuskan untuk membuka suara terlebih dulu, walaupun sebenarnya dia sangat malas.
"Kau tahu, ini mobil baru pertama kalinya aku bawa buat tumpangan cewek. Sedangkan cewekku sendiri saja aku tak pernah membawanya memakai mobil ini."
Steven menggerutu dengan menyalakan mesin mobilnya.
Ayuna hanya diam, tapi dalam hatinya dia mengumpat kesal. Nyatanya dia berniat mengantarkannya namun hatinya tidak ikhlas.
"Kau tahu, mobilku yang sudah kau rusak itu, tidak bisa kembali sempurna seperti sebelumnya. Kau sangat beruntung karena aku tidak memenjarakanmu karena ulah cerobohmu itu. Dan sekarang aku masih punya hati untuk mengantarmu berangkat kerja. Kurang apa aku coba?"
Ayuna langsung menoleh dengan memelototinya . Dia lumayan dibuat kesal oleh omelan Steven yang selalu membuat telinganya panas. Di saat ingin hidup tenang, ada saja masalah kecil yang dibesar-besarkan.
"Sebenarnya kau itu iklhas nggak, nganterin aku? Kalau nggak ikhlas lebih baik turunkan aku di sini!!"