“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Puluh Empat
Heru menceritakan semuanya pada Arini dan Raka. Arini semakin tidak percaya, ternyata mantan mama mertuanya itu memiliki sisi masa lalu yang sangat kelam, bahkan menyakitkan sekali. Jika dibandingkan sakit hatinya pada Heru, mungkin tidak ada apa-apanya.
Heru bersama Raka dan Arini berada di luar ruang perawatan Laras, karena Laras sedang istirahat setelah tadi minum obat.
“Mungkin ini semua balasan untuk aku yang sudah menyia-nyiakan kamu, Rin. Yang sudah membuat kamu menderita. Maafkan aku,” ucap Heru dengan suara serak. Arini hanya diam saja tidak bicara sepatah kata pun. Dia tidak tahu mau bicara apa melihat kondisi Heru dan Mamanya sekarang. Mungkin benar itu hukuman buat Heru dan Mamanya yang sudah menyakitinya.
“Sudah, Her. Semua yang kita perbuat pasti akan kita tuai hasilnya. Sekarang kamu tidak boleh selemah ini. Kamu punya ibu yang harus kamu bahagiakan, yang harus kamu jaga. Kamu tidak boleh lemah, kamu harus buktikan pada Alvin kalau kamu bisa lebih hebat dari dia! Aku yakin kamu bisa, aku tahu kamu laki-laki yang semangat dalam bekerja, aku akan bantu kamu,” ucap Raka.
“Iya, terima kasih, Raka.”
“Kamu harus kuat, Heru. Tante Laras sangat membutuhkan kamu, kamu gak boleh diam saja, kamu gak boleh lemah juga. Biar mereka mendapat balasan apa yang mereka perbuat,” tutur Arini.
“Iya, Rin. Sekali lagi aku minta maaf, maafkan aku, Rin. Agar aku bisa hidup tenang dengan semua ini,” ucap Heru.
“Ya sudah aku pamit pulang ya, Her. Aku turut prihatin dengan kejadian ini. Kamu harus kuat pokoknya, Tante Laras butuh kamu,” ucap Arini dengan mengusap bahu Heru yang ada di sebelahnya.
Heru reflek memeluk Arini. Ia butuh ketenangan, butuh pelukan yang menenagkan hatinya saat ini. Hanya Arini yang punya pelukan hangat yang menenangkan untuk dirinya.
“Aku minta maaf, Rin. Aku tidak pernah mendengarkan kata-katamu, aku malah sering memarahimu saat kamu bilang perempuan itu seperti ini dan itu, aku menutup telingaku, aku malah membuat kamu sakit dengan berkata kasar dan melakukan tindakan kasar padamu. Maafkan aku.” Heru menangis memeluk Arini. Belum ada balasan pelukan dari Arini, Arini tidak tahu harus bagaimana, dia juga harus menjaga perasaan Raka sebagai calon suaminya itu.
“Kamu tidak boleh gini, Heru. Aku sudah memaafkan kamu, jadi kamu jangan ingat itu lagi. Sudah, semua itu sudah berlalu, kamu harus menatap masa depan kamu sekarang, prioritaskan Tante Laras. Buktikan juga pada Om Alvin, kalau kamu bisa tanpa dia,” ucap Arini dengan mengusap bahu Heru. Dia sama sekali tidak membalas pelukan Heru, hanya megusap bahunya saja.
Heru meregangkan pelukannya, ia sadar, Arini tidak mau memeluknya. Mungkin karena ada Raka atau Arini memang sudah kecewa dan tak ada rasa lagi pada dirinya.
“Rin, aku butuh kamu. Aku sayang kamu, dan aku masih mencintaimu,” ucap Heru di depan Arini, tak peduli ada Raka di samping Arini.
“Kita sudah tidak ada hubunga apa pun, Her. Aku dan kamu sudah selesai, simpan rasa cinta dan sayangmu saja, karena aku sudah tidak membutuhkan itu. Aku butuh teman hidup yang bisa menjaga hatiku, menjaga diriku, dan setia padaku. Kamu tidak malu bicara itu di depan calon suami aku?” ucap Arini.
“Maafkan aku, andai bisa aku ingin kembali padamu,” ucap Heru.
“Maaf, aku tidak bisa,” ucap Arini.
“Aku yakin kamu masih mencintaiku, Rin.”
“Tidak, Her. Kalau aku masih cinta kamu, aku tidak akan mau pisah dengan kamu,” ucap Arini. “Aku pamit, Her.”
Arini tidak menyangka semudah itu Heru berbicara, tanpa tahu rasa sakit Arini saat dia berselingkuh dan menyiksa dirinya. Batin dan fisiknya dibuat sakit oleh Heru, tapi dengan mudah Heru minta untuk kembali dan bilang masih mencintainya.
“Ayo kita pulang, Ka,” ajak Arini.
“Kita pamit, Her,” ucap Raka.
Arini berjalan di sisi Raka. Tidak ada percakapan di antara mereka. Raka masih diam saja. Entah kenapa pikiran Raka mendadak cemas karena Heru meminta Arini untuk kembali padanya. Sampai di dalam mobil Raka masih diam saja, tidak bicara dengan Arini, Raka masih dalam pikirannya sendiri. Arini tahu Raka mendadak diam karena apa, pasti karena ucapan Heru tadi dan karena Heru memeluknya juga.
“Kita belum makan siang, ya? Kamu pengin makan siang apa, Sayang?” tanya Arini memecah keheningan di antara dirinya dan Raka.
“Aku belum lapar, Rin. Aku antar kamu pulang saja, ya? Aku juga mau jemput Juna,” jawab Raka.
“Bukannya kamu bilang Juna dijemput sopirnya?” tanya Arini.
“Ya aku pengin jemput saja,” ucap Raka.
“Ya sudah mampir ke supermarket bisa? Tuh depan ada Supermarket, aku mau belanja sebentar, kebutuhan dapur habis semua, daripada Ayah tahu, nanti Ayah yang malah pergi beli,” pinta Arini.
“Ya, kita mampir,” ucap Raka.
Arini semakin paham, Raka pasti cemburu padanya, sampai bicara saja irit, dan banyak diamnya.
“Aku turun dulu, ya? Kamu mau ikut masuk tidak?” tanya Arini.
“Aku tunggu sini saja, ya?”
“Oke.”
Arini masuk ke dalam supermarket sendirian. Padahal Arini belanja juga untuk memasak di apartemen Raka. Arini punya ide mengajak Raka ke apartemennya saja untuk makan siang berdua, tapi Arini yang memasaknya. Setelah selesai membeli keperluannya, Arini keluar dengan menenteng dua kantung belanjaan yang cukup besar.
“Sudah?” tanya Raka.
“Iya sudah, yuk?” jawab Arini.
“Banyak sekali belanjanya?”
“Iya sekalian biar tidak bolak-balik beli, oh iya kita ke apartemen kamu, ya?” pinta Arini.
“Ke Apartemen aku? Mau apa?” tanya Raka.
“Makan siang berdua, aku pengin masakin kamu, pengin berdua saja sama kamu,” jawab Arini. Raka hanya diam saja, tidak mengiyakan ucapan Arini.
“Gak mau, ya? Ya sudah gak apa-apa deh, lain waktu saja, barangkali kamu sibuk juga,” ucap Arini.
“Eh enggak, iya kita ke Apartemenku,” jawab Raka.
Entah kenapa tiba-tiba Arini mengajak Raka ke apartemennya, padahal Arini tidak pernah mau diajak Raka ke sana kalau berdua, kecuali dengan Juna baru Arini mau, tapi kali ini Arini malah yang mengajaknya, dan ingin berdua saja.
Sesamapainya di sana, Raka mengajak Arini masuk. Arini langsung ke dapur, membuka kantung belanjaannya, dan mulai bersiap untuk memasak. Arini memakai apron untuk memasak, sedangkan Raka hanya memandanginya saja.
Raka mendekati Arini yang sedang sibuk mencuci sayuran, dia memeluk Arini dari belakang.
“Apa kamu akan meninggalkan aku?” tanya Raka.
“Kenapa bilang begitu?”
“Apa kamu mau kembali pada Heru? Apa aku harus gagal memilikimu, Rin? Apa aku akan kehilangan cintaku lagi, karena dia memilih bersama orang lain? Aku tahu masih ada rasa untuk Heru di hatimu, aku takut jika kita bersama kamu akan kembali pada Heru, apalagi kamu tahu aku bukan laki-laki yang sempurna, Rin,” ucap Raka.
Arini membalikkan tubuhnya, ia tatap wajah Raka yang menyiratka kesedihan karena takut kehilangan dirinya.
“Apa kamu cemburu Heru memelukku tadi?” tanya Arini.
“Aku cemburu, aku takut, takut kamu meninggalkan aku, dan kembali pada Heru,” ucap Raka.
“Tidak akan, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan sama-sama kamu, tolong jangan pernah ada pikiran aku akan kembali pada Heru, Ka. Jangan, ya? Aku mencintaimu, meski memang ada sedikit rasa yang tertinggal di hatiku untuk Heru, tapi aku yakin itu akan hilang nantinya, apalagi hanya sedikit sekali. Percaya padaku, aku mencintaimu, aku akan selalu bersamamu,” ucap Arini dengan mengusap pipi Raka.
Arini mendekatkan wajahnya, dan mencium bibir Raka dengan lembut. Raka membalasnya, mereka menautkan bibirnya cukup lama, meleburka rasa takut dan cemburu yang ada di hati Raka.
“Jangan tinggalkan aku,” bisik Raka.
“Enggak, Raka Sayang,” jawab Arini. “Aku masak, ya?”
“Nanti saja masaknya, aku mau cium kamu lagi,” ucap Raka, dan langsung menyambar bibir manis Arini.
Raka menggendong tubuh Arini di depan dan membawanya ke dalam kamarnya. Arini tidak peduli jika Raka minta hari ini, ia akan membuktikan dirinya hanya milik Raka, dan tidak akan meninggalkan Raka.
Kira-kira Arini beneran ngasih ke Raka gak nih?
katax pemegang sabuk hitam taekwondo
lawan laki durjana saja ko tak kuat🤧🤧cepeee deh🙄🙄
...