DALAM TAHAP REVISI TANDA BACA
Jangan lupa follow IG Author : tiwie_sizo08
Karena insiden yang tak diinginkan, Zaya terpaksa harus mengandung benih dari seorang Aaron Brylee, pewaris tunggal Brylee Group.
Tak ingin darah dagingnya lahir sebagai anak haram, Aaron pun memutuskan untuk menikahi Zaya yang notabenenya hanyalah seorang gadis yatim piatu biasa.
Setelah hampir tujuh tahun menikah, rupanya Aaron dan Zaya tak kunjung mejadi dekat satu sama lain. perasaan yang Zaya pendam terhadap Aaron sejak Aaron menikahinya, tetap menjadi perasaan sepihak yang tak pernah terbalaskan, hingga akhirnya Aaron pun memilih untuk menceraikan Zaya.
Tapi siapa sangka setelah berpisah dari Zaya, Aaron justru merasakan perasaan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jatuh cintakah ia pada Zaya?
Akankah akhirnya Aaron menyadari perasaannya dan kembali bersama Zaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berusaha Lebih Berani
Zaya berniat menghampiri Bu Asma yang sedang menyiapkan makan siang bersama beberapa pelayan lainnya. Ia merasa bosan dan memutuskan untuk membantu memasak.
Terlihat mereka tengah mengerjakan bagiannya masing-masing sambil sesekali bergurau satu sama lain. Zaya sangat suka melihat pemandangan itu. Baginya, interaksi seperti itu terasa sangat hangat dan kental akan nuansa kekeluargaan.
"Ada yang bisa saya kerjakan juga, Bu?" tanya Zaya kepada Bu Asma.
Sontak kedatangan Zaya membuat para pelayan itu agak terkejut.
"Nyonya membutuhkan sesuatu?" Bu Asma malah balik bertanya.
"Tidak." Zaya menggeleng.
"Saya mau membantu. Jadi apa yang bisa saya kerjakan?" tanyanya kemudian. Terlihat dia mulai menyingsingkan lengan bajunya.
Bu Asma yang melihatnya hanya bisa tersenyum simpul.
"Tidak ada, Nyonya. Kami sudah hampir selesai. Ini tinggal menatanya di piring saji saja," jawab Bu Asma.
"Tapi itu ada banyak piring kotor. Biar saya yang mencuci," ujar Zaya sambil menunjuk peralatan bekas memasak yang kotor dan belum sempat dicuci.
"Jangan, Nyonya." sontak pelayan lain menghadang Zaya. Tapi saat melihat Zaya memandang kearahnya, ia jadi menciut dan perlahan menyingkir.
"Maaf ...," lirihnya sambil menunduk.
"Biar saya saja yang mengerjakannya, Nyonya. Kalau Tuan tahu Nyonya mengerjakan pekerjaan dapur, bisa-bisa kami semua kena pecat," sambungnya lagi dengan takut-takut.
Zaya tersenyum untuk menenangkan pelayan itu.
"Tidak usah khawatir. Aaron tidak akan tahu. Dia sibuk dan tidak akan punya waktu untuk mengurusi hal seperti ini," ujarnya keras kepala.
Para pelayan yang mendengarnya menjadi agak panik. Mereka tidak menyangka nyonya muda yang terlihat selalu patuh pada suaminya ini bisa keras kepala juga.
"Jangan, Nyonya. Jangan ...," pintanya dengan mimik wajah yang sedikit lucu.
Zaya yang melihatnya pun mau tak mau kembali tersenyum. Kenapa mereka sangat takut, toh Aaron juga tidak akan memeriksa tangan Zaya bekas sabun pencuci piring atau tidak.
Sejak terakhir kali menggenggam tangan Zaya saat melahirkan, Aaron memang tidak pernah melakukannya lagi. Mungkin karena sekarang Zaya sudah tidak hamil anaknya lagi. Entahlah, Zaya sendiri tidak mau terlalu memusingkannya.
"Lebih baik Nyonya melihat Tuan Muda Al bermain saja, Nyonya. Biasanya kan Nyonya selalu ikut menemani tuan muda." Bu Asma berusaha menengahi.
Zaya mendesah.
"Al sedang tidur, Bu. Tadi dia baru dapat terapi pijat, jadi tidurnya jadi sangat nyenyak dan lama. Ibu tahu kan kalau Al sedang tidur tidak boleh sampai terganggu?" keluh Zaya.
"Iya, Nyonya. Tapi itu memang untuk tumbuh kembang tuan muda juga," balas Bu Asma.
"Saya tahu. Tapi sekarang saya merasa bosan, makanya saya mau membantu di sini," jawab Zaya masih bersikeras.
Bu Asma terlihat sedikit berpikir.
"Bagaimana kalau Nyonya mengantar makan siang untuk Tuan Aaron saja?" tanyanya kemudian. Terlihat seperti telah menemukan ide yang sangat cemerlang.
"Hah?" Zaya melongo.
"Iya, Nyonya. Menu makan siang hari ini kebetulan masakan kesukaan Tuan semua. Kalau Nyonya membawa makan siang untuk Tuan ke kantornya, pasti tuan akan sangat senang."
Zaya nampak sedikit berpikir.
"Dengan begitu kan Nyonya bisa makan siang bersama Tuan. Mungkin Tuan akan tersentuh dengan perhatian Nyonya, dan Nyonya bisa jadi semakin dekat dengan Tuan." Bu Asma kembali menambahkan.
Iyakah?
Zaya masih ragu.
"Saya siapkan makanannya, ya, Nyonya. Sekarang nyonya ganti baju dan dandan yang cantik. Nanti Nyonya bisa minta Pak Adam untuk mengantar Nyonya," putus Bu Asma sepihak.
Buru-buru Zaya menarik tangan Bu Asma dan menggeleng.
"Saya tidak berani, Bu. Saya takut ... Nanti kalau Aaron marah, bagaimana?" tanyanya agak cemas.
"Bagaimana Nyonya tahu kalau belum mencoba? Nyonya harus lebih berani kalau mau lebih dekat dengan Tuan, seperti yang pernah saya bilang tempo hari." Bu Asma berusaha meyakinkan.
Zaya diam sejenak. Haruskah ia melakukan ini? Haruskah ia lebih berinisiatif seperti yang Bu Asma katakan untuk meluluhkan hati Aaron? Tapi bagaimana kalau Aaron jadi terganggu dan merasa tidak senang?
Tapi Zaya tidak akan pernah tahu seperti apa reaksi Aaron jika tidak pernah mencobanya, bukan? Mungkin sekarang saatnya untuk Zaya agar bisa menjadi lebih berani. Bukankah orang bilang cinta itu harus diperjuangkan.
Ya. Zaya harus memperjuangkan Aaron jika dia memang mencintainya. Zaya akhirnya memutuskan untuk memulai perjuangannya menaklukkan hati Aaron, dimulai dari mengantarkan makan siang untuk Aaron siang ini.
"Baiklah," gumamnya kemudian.
"Ibu tolong siapkan bekal makan siangnya, saya akan ganti baju dulu." pintanya Zaya.
"Baik, Nyonya." Bu Asma menjawab semeringah. Lalu dengan senang hati, ia memasukkan beberapa menu makanan kedalam dua kotak makan siang sementara Zaya keatas untuk bersiap.
Tak lama kemudian, Zaya turun dengan penampilan yang begitu manis. Dress selutut berwarna pastel dipadu dengan sepatu heels berwarna senada, sangat anggun melekat di tubuhnya. Wajahnya pun dipoles make up tipis yang membuatnya tampak semakin segar. Tak lupa rambut panjangnya yang indah ia ikat tinggi membuatnya semakin menawan dan terkesan sedikit seksi.
Zaya harap Aaron akan senang melihat penampilannya. Membayangkan bagaimana reaksi Aaron membuat Zaya harap-harap cemas. Semoga saja semuanya berjalan lancar pikirnya.
"Ini bekalnya, Nyonya." Bu Asma menyerahkan dua kotak makan siang yang sudah dimasukkan kedalam food bag pada Zaya.
"Wah ... Nyonya cantik sekali. Pasti Tuan bakal senang sekali Nyonya datang membawakannya makan siang. Siapa yang bisa menolak makan siang bersama istri secantik Nyonya," goda bu Asma.
Pipi Zaya langsung merona dibuatnya.
"Ibu bisa saja." ujarnya malu.
Kemudian Zaya pun pamit. Ia meluncur menuju kantor Aaron dengan diantar Pak Adam, sopir yang biasa mengantarnya saat ia sedang ada keperluan.
Sepanjang perjalanan Zaya nampak tegang membayangkan seperti apa reaksi Aaron nantinya. Tangannya sampai mengeluarkan keringat dan tak henti mencengkram ujung gaunnya.
Tak lama kemudian, mobil pun berhenti tepat di hadapan sebuah gedung pencakar langit yang berdiri pongah. Tempat Aaron setiap hari bekerja. Gedung yang menjadi kantor pusat dari perusahaan Brylee Group.
Zaya menelan ludahnya. Tiba-tiba saja nyalinya menciut melihat gedung di hadapannya itu. Ingin rasanya ia mengajak Pak Adam untuk putar balik. Tapi pikirannya itu langsung buyar saat Pak Adam membukakan pintu mobil untuknya.
"Silahkan, Nyonya." Pak Adam mempersilahkan.
Mau tak mau Zaya pun turun juga. Dengan sedikit menghembuskan nafas ia mulai mensugesti pikirannya sendiri.
Aku pasti bisa. Aku pasti bisa. Aku pasti bisa.
"Saya akan menunggu di sini, Nyonya." suara Pak Adam menyadarkan Zaya jika ia belum kemana-mana. Akhirnya dengan memantapkan diri ia mulai melangkah.
"Baik, Pak. Saya akan segera kembali." ujarnya sembari berlalu.
Zaya memasuki gedung megah itu sambil melihat sekelilingnya. Matanya tak henti mengagumi interior gedung yang didominasi oleh warna putih itu. Terlihat mewah dan berkelas.
Langkah Zaya pun terhenti didepan meja resepsionis.
"Permisi. Saya ingin bertemu dengan tuan Aaron Brylee. Apa beliau ada?" tanya Zaya sopan.
"Apa anda sudah membuat janji?" tanya resepsionis cantik itu balik.
"Saya ... saya belum membuat janji," jawab Zaya.
"Maaf, Nona. Untuk bertemu Direktur, Anda harus membuat janji terlebih dahulu," kata resepsionis itu lagi.
"Kalau saya boleh tahu, Nona ini siapa dan ada perlu apa dengan Direktur?" tanyanya kemudian.
Zaya tampak berpikir sejenak. Seluruh bawahan Aaron tidak ada yang tahu seperti apa istri Aaron. Jika ia mengaku sebagai istri Aaron, pasti tidak ada yang akan percaya dan juga Aaron akan sangat marah.
"Saya kerabatnya. Dan sekarang saya sedang ada keperluan dengan Tuan Aaron." jawab Zaya akhirnya.
"Nama Anda?" tanyanya resepsionis itu lagi.
"Zaya. Nama saya Zaya."
"Baiklah, saya akan menghubungi Sekertaris Direktur dulu. Kalau beliau bersedia, Anda baru bisa menemuinya. Anda bisa menunggu di sana." resepsionis itu menunjuk sofa diseberang mejanya.
Zaya pun mengangguk dan duduk di sana sambil memangku kotak makan siangnya.
Belum sempat sang resepsionis menelpon, lift khusus direktur berdenting dan pintunya terbuka.
Zaya menoleh.
Tampak Aaron keluar dari sana diikuti Dean dan Anna. Kemudian menyusul dua orang lagi yang kelihatannya adalah orang penting. Terlihat dari cara Aaron yang sangat sopan berbicara pada mereka.
Zaya berdiri. Bersamaan dengan Aaron yang menyadari kehadirannya. Senyum manis merekah dari bibir Zaya, tapi kemudian segera pudar melihat ekspresi Aaron.
Mata Aaron membulat dan menatap tajam ke arahnya. Tangannya terlihat mengepal seperti orang yang sedang menahan emosi. Dan tampak pula hembusan nafas kasar yang membuat senyum Zaya hilang sepenuhnya.
Zaya tertegun. Tiba-tiba rasa cemas mulai melandanya dan membuatnya takut. Hatinya juga mulai bertanya-tanya.
Apakah Aaron marah?
bersambung ...
Terima kasih buat yang udah like dan vote❤