Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jauhi Dia
Tuk!
Balqis memperhatikan gelas bening di depannya. Terlihat asap mengepul dari air berwarna coklat. Aroma manis seakan-akan merayu indra penciumannya.
"Mmhhh.... Coklatnya anget, manisnya juga pas banget!"
Balqis menggeser dirinya memberikan tempat untuk Melodi. Tangannya terulur mengambil gelas dan menikmati hangatnya tangan akibat coklat itu.
"Lihat itu, Qis? Bintangnya sangat terang bukan?"
Balqis menatap bintang yang bertaburan di langit. Matanya berbinar melihat keindahan itu.
"Sangat cantik! Mommy gue juga pasti ada disana kan lagi ngeliatin gue..."
Melodi hanya terdiam melihat kearah Balqis.
"Insya Allah, Mommy kamu husnul khatimah Qis... Jangan lupa berdoa aja untuk Mommy... Supaya Mommy kamu bisa tenang disana..."
Sambil ditemani angin yang bertiup, mereka berdua menatap bintang yang bertaburan. Mereka tidak merasa takut meskipun berada di lantai atas tempat menjemur baju.
Balqis mengalihkan matanya, dia menatap Melodi yang anteng menatap bintang.
"Mel, lo bisa nolak Daddy,"
"Balqis!"
"Sorry ya, gue terlalu neken lo supaya nerima Daddy,"
"Balqis, aku tahu kamu menginginkan ibu yang baik dan istri yang baik untuk Daddy kamu. Tapi apa kamu yakin aku perempuan baik?"
Balqis mengangguk mantap.
"Awalnya gue nggak mau Daddy nikah lagi soalnya gue nggak mau perhatian Daddy hilang lagi untuk kedua kalinya... Lu tau Mel, dulu pas Mommy meninggal gara-gara ngelahirin gue, gue seakan penyebab meninggalnya Mommy, gara-gara gue lahir Mommy meninggal, padahal kan lo tau gue nggak bisa apa-apa dan nggak tau apa-apa, kalo dari orok gue ngerti juga gue pasti bakalan milih nggak lahir ke dunia kalo harus ngorbanin Mommy... Dari situ Daddy mulai musuhin gue... Baru saat gue masuk sekolah Daddy mau deket dan nerima gue lagi... Gue takut kalo Daddy punya istri perhatian dan kasih sayang daddy hilang lagi dari gue..."
Melodi memperhatikan Balqis yang pandangannya sedang menerawang jauh.
"Kalau melihat dari sikap Daddy kamu sih sepertinya tidak akan Qis, InsyaAllah perhatian dan kasih sayang Daddy kamu masih akan terus ada untuk kamu!"
"Iya... Makanya gue sengaja nyari calon yang cocok buat gue sama Daddy,"
"Kamu beruntung punya Daddy seperti dia,"
Balqis kembali menatap Melodi. Terlihat wajahnya teduh dan menenangkan.
"Mel, Kalo lo nggak sanggup jangan paksa diri lo ya. Lo berhak milih cowok pilihan lo,"
"Laki-laki pilihanku sudah bersama perempuan lain, Balqis. Dia memilih menjadi pengganti untuk menggapai cintanya,"
"Pengganti?" kening Balqis mengerut. Dia tidak mengerti kata pengganti yang dimaksudnya.
"Qis, tadi aku melihat tatapan Gus Alditra padamu. Dia sepertinya mencintai kamu,"
"Hah? Ide gila apa itu?"
"Kamu masih mempunyai banyak waktu untuk bisa bersamanya,"
"Bersama? Maksudnya apa sih Mel?"
Melodi mengangguk. Dia terlihat santai dan tenang sambil menyandarkan dirinya ke tiang jemuran.
"Bila aku bersama Daddy kamu, kamu beneran Ridho?"
"InsyaAllah gue Ridho dan gue Ikhlas kalo Daddy punya istri kayak lo... Karena gue yakin lo juga sayang sama gue..."
Melodi tersenyum lalu merangkul badan Balqis. Kemudian kembali menatap bintang.
"Qis, aku tahu kamu mencintai Gus Alditra,"
"Nope, Gue nggak cinta sama dia."
"Jangan marah! Kamu bisa mencintainya, tapi lebih baik kamu fokus pada masa depan kamu ingin menjadi apa? Usiamu masih 18 tahun, kamu masih banyak mimpi untuk bisa digapai. Jangan sia-siakan semuanya dan terbelenggu karena cinta,"
Balqis terdiam. Dia mendengar dan memperhatikan Melodi yang terus bicara. Perkataannya memang ada benarnya juga.
"Qis, cinta itu hanya akan membuat kamu terluka. Jangan biarkan dirimu terkuasi oleh cinta itu. Jangan sampai kamu menjadi perempuan bodoh karena cinta. Biarkan cinta itu mengalir begitu saja, jangan ditekan karena akan membuat kamu menjadi buta,"
"Hah... Sekeras itukah cinta?"
"Tidak. Tapi cinta akan mengeras bila kamu menekannya. Jadi kamu biarkan cinta itu mengalir agar diri kamu baik-baik saja. Qis, sekarang kejar apa yang kamu inginkan, gapai apa yang menjadi target kamu. Urusan cinta belakangan. Cinta juga akan datang untuk kamu suatu saat nanti ketika hati dan diri kamu siap,"
Balqis terdiam. Dia menunduk lemas memikirkan perkataannya. "Yupz, Lo bener, Mel! Gue terlalu berharap,"
"Kamu boleh mencintai, namun kendalikan dirimu agar cinta itu tidak semakin besar. Biarkan dia pergi, bila dia milik kamu dia akan kembali. Bahkan kamu akan menjadi pemenangnya dari seribu satu cinta,"
Balqis mengangguk. Dia pun menyandarkan kepalanya pada bahu Melodi.
"Hah... Ya, Lo bener! Gue harus fokus sama masa depan gue. Dan ada Daddy juga yang berharap besar sama gue, Gue bakalan jadi penerus Daddy di jalan yang udah Daddy buat..."
"Jadi mari kita rubah semuanya. Aku yakin kamu bisa!"
Balqis mengangguk. Mereka juga masih menatap bintang bersama-sama, dan sesekali menunjuk bintang kecil dan bintang besar.
***
"Eh ada apa ini? Kok semua pada lari ke rumah Aby?"
Saat Balqis dan Melodi sedang akan ke mesjid mereka melihat para santri keamanan berlari ke arah rumah Aby Arsalan.
Melodi dan Balqis pun mengikutinya. Saat melihat kearah halaman rumah Abu Arsalan mereka disuguhkan beberapa mobil hitam terparkir disana dan ada beberapa orang berdiri berjejer di rumah Abu Arsalan memakai baju hitam-hitam.
Balqis yang adah tau siapa mereka pun mengerutkan alisnya bingung, kenapa anggota organisasi hitamnya berada disana? Siapa yang ada disana?
"Qis, Jangan!"
"It's okay, Mel. Gue kenal mereka!"
Balqis pun berjalan menerobos barisan yang berbaju hitam lalu meligat kearah mereka tajam.
"Kenapa bisa kalian ada disini?!"
"Nona... Tuan Yislam sedang berada di dalam..." udah salah satu orang itu sambil menunduk memberi hormat pada Balqis.
"Shit! Shibal! Sekia!" umpat Balqis sumpah serapah keluar.
Sementara Melodi yang tudak tau artinya hanya mengikuti Balqis ke dalam.
"Beraninya kalian!" berang Arsalan berteriak.
"Ngapain lo kesini Yislam!"
"Oh ternyata kamu disini juga calon istriku..."
"Mimpi aja lo! Lo kesini mau cari gara-gara?!"
"Tenang sayang, saya kesini cuma mau nagih sesuatu yang dulu pernah jadi kesepakatan yang tidak jadi..."
Alis Balqis mengerut bingung.
Brak...
"Ini ambil semua kami tidak pernah memakai uang itu--" ucap Alditra melemparkan beberapa koper hitam kearah Yislam.
Gus Zaigham dan Azizah juga membantu mengangkat koper koper itu.
"Apa itu?!"
"Bukan apa-apa Balqis... Bisa kamu menjauh dari pria itu?" ucap Arsalan masih marah kearah Yislam.
Srett...
Saat Alditra menarik lengan baju Balqis agar menjauh dari Yislam tiba-tiba Yislam langsung dengan cepat menarik tangan Balqis sampai tubuh Balqis terhuyung dan berdiri di samping Yislam.
Aaakkkhhhhh....
Teriak Fatimah dan Azizah dan Melodi yang melihat punggung tangan Alditra yang berdarah karena goresan pisau Yislam saat menarik Balqis sambil menyerang Alditra.
"Kau!" teriak Arsalan marah.
Balqis yang melihat tangan Alditra berdarah pun terdiam dan melihat kearah Yislam marah.
"Al... Sudah!" Fatimah
"Lo?" ucap Balqis sambil mendorong Yislam menjauh.
"Sudah saya bilang, kalau saya tidak bisa memilikimu berarti orang lain pun tidak bisa memilikimu, Balqis! Dan dia... Sudah lancang mendekati kamu!"
Mata Balqis pun mulai memincing. Dengan cepat Balqis menggenggam ujung pisau yang Yislam pegang. Yislam yang melihat keberanian Balqis pun terkejut dan melepaskan tarikan pisau itu sampai pisau itu berada di genggaman Balqis.
"Balqis!" seru Melodi histeris kaget begitu juga Arsalan, Fatimah, Azizah, Alditra dan semua orang yang ada disana.
Darah mulai mengalir dari pisau yang masih genggam Balqis lalu melemparnya keluar.
"Gue nggak takut sama pistol, Pisau atau senjata-senjata yang lo punya... Tujuan lo udah kecapai kan? Sekarang pergi dari sini jangan pernah datang lagi kesini. Apalagi mengusik orang-orang sini mereka nggak ada hubunganya sama lo!"
Yislam melihat kearah Alditra.
"Mereka memang tidak ada hubunganya sama kamu tapi dia..." ucapnya sambil menunjuk Alditra. "Balqis milik gue! Dan lo jauh-jauhlah dari Balqis atau lo bisa terkena lebih dari sayatan itu!"
Apa sih dia? Berani dia datang kesini? Kesepakatan apa yang dimaksud dan koper-koper itu pasti isinya uang kan?
****
"Jadi tolong mulai sekarang kamu jangan terlalu dekat dengan Balqis Al... Ummi nggak mau kamu kenapa-napa..." ucap Umi Fatimah saat Alditra dan Balqis tengah diobati dan diperban oleh Gus Zaigham.
"Saya nggak ada hubungan apa-apa sama Balqis Ummi..."
"Iya Ummi tau, tapi Ummi liat kalian terlihat dekat..."
"Hah... Maafin aku Aby, Ummi... Aku nggak tau kalo sampe Kak Yislam dateng kesini mengancam Aby juga keluarga... Lain kali nggak akan terjadi lagi hal kayak gini... Maafin aku sebelumnya udah bikin rusuh pesantren ini."
"Ini bukan salah kamu Qis, kamu nggak usah khawatir lagi..."
"Hah... Kalo gitu aku pamit Aby... Makasih sebelumnya udah belain aku dan lindungin aku..." ucap Balqis sambil beranjak dan pergi meninggalkan rumah Aby Arsalan diikuti oleh Melodi.
Sementara Alditra hanya terdiam melihat punggung Balqis yang menghilang di balik tembok.
***
Di kebun...
Melodi dan Balqis duduk.
"Hah... Jadi gitu Mel, sebelum lo masuk ke kehidupan Daddy dan juga gue... Lo boleh buat mundur... Masuk ke dunia kita itu sangat berbahaya... Kejadian kayal tadi itu masih terbilang hal kecil, Daddy itu selain bodyguardnya Om Danniel Henney, dia ketua organisasi hitam dan sekarang gue juga termasuk didalamnya."
Melodi terdiam dan melihat kearah Balqis.
***
Tiga hari berlalu.
"Bismillahirrahmanirrahim. Saya menerimanya,"
"Alhamdulillah!"
Balqis dengan senang dan bahagia mewakili memakaikan cincin pada jari manis Melodi. Dia sangat bersyukur sahabatnya itu menerima baik ayahnya setelah tiga hari memantapkan diri.
Kehangatan itu terjadi di rumah Melodi yang berada di perkampungan. Sangat menyejukkan dan tentram. Apalagi orang-orang ikut hadir meramaikan.
"Mel, makasih ya... Lo udah mau nerima Daddy dan masuk ke keluarga kami!" bisik Balqis.
"Iya Balqis, aku menerima kelebihan dan kekurangan kalian, apalagi aku tau kamu bagaimana... Aku akan berusaha untuk berani dan kuat seperti kamu."
"Yeeey, itu baru Mommy baru gue!" ucapnya sambil memeluk Melodi erat.
"Eh!"
Balqis memasang wajahnya kesal karena sang ayah yang terlihat gagah dan menawan menariknya ke belakang.
"Jangan dipeluk terus, Qis. Nanti dia nggak bisa nafas!"
Balqis memutar matanya malas. Bukan hanya sang ayah yang membuat dirinya kesal, namun tatapan beberapa perempuan pun sama.
"Mel, Lo harus bersyukur dapetin Daddy gue. Liat tuh? Gadis di kampung lo aja iri semua,"
Melodi menoleh. Dia baru sadar bila orang-orang tengah menatapnya dengan wajah kesal. Kaya raya, tampan, berwibawa, tipe laki-laki yang diinginkan setiap orang.
Setelah acara lamaran selesai. Balqis berpamitan, dia juga harus kembali ke pesantren karena waktu liburnya sudah selesai.
"Kita akan bertemu kembali!"
*****
Balqis tersenyum tipis. Dia menghela nafas beberapa kali saat dirinya menginjakkan diri di pesantren. Dengan langkah santai Balqis menyeret kopernya menuju kobong.
Sesampainya di kobong. Balqis menyapa semua temannya yang tengah sibuk menghapal. Dia juga langsung membereskan barang-barangnya, kemudian mengeluarkan oleh-oleh yang dibawanya.
Balqis seketika dibuat cemberut. Satu pun temannya tidak ada yang menghampiri. Dia pun beranjak dan membagikan makanan yang dibawanya.
Meksipun semua temannya cuek, tapi dia berusaha menghangat.
"Hah... Gue kangen sama semua temen-temen gue di kobong sebelah."
Balqis berlalu pergi ke tempat jemuran. Di atas dia bisa melihat pemandangan pesantren. Terlihat para santri berlalu lalang. "Hah... amat sangat ngebosenin!"
"Balqis!"
Merasa ada yang memanggil namanya. Balqis menoleh. Dia celingukan mencari orang yang memanggilnya, namun orang itu tidak ada sama sekali.
"Anjrit, serem banget!"
Balqis segera pergi. Dia merinding mendengar suara itu, padahal yang memanggilnya barusan tengah menjahit baju namun terhalang.
"Hih, di sini ternyata banyak hantunya!"
Balqis bergidik sambil menuruni tangga. Dia ketakutan karena suara barusan.
"Balqis, kamu dipanggil kok malah pergi sih,"
Balqis menoleh. Dia melihat Sisi turun sambil membawa seabregan baju. "Ternyata hantu baju!"