Astin yang sakit 3 hari telah meninggal duni, tetapi sebuah jiwa yang tersesat mengambil ahli tubuhnya.
Astin lalu berubah menjadi sangat berbeda, memberi kejutan pada orang-orang yang selama ini menghina Astin.
Kejutan apakah itu?
Yuk baca untuk mengetahuinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon To Raja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Kebusukan terbongkar
Astin pun mengangkat kepalanya menatap Arga, tercengang dengan tingkah pria itu.
"Makanlah," kata Arga dengan tenang, mengabaikan tatapan aneh Astin.
Tangan Chika mencengkram alat makannya dengan keras ketika melihat kejadian di hadapannya.
Benar-benar tak percaya dengan apa yang terjadi!
Ini di luar prediksi BMKG!
"Kak Arga," akhirnya Chika memberanikan dirinya berbicara, "Apa kau yang mengambil obat milik Astin yang kemarin kutinggalkan di depan kamar?"
Astin langsung mengangkat kepalanya menangkap Chika ketika mendengar ucapan tersebut.
Jadi benar, kemarin malam itu Arga terpengaruh oleh obat yang diberikan oleh perempuan ini!
Astin pun langsung menoleh ke samping, dengan mengatup gigi-giginya ia menunggu reaksi Arga.
"Obat apa yang kau maksud?" Sandriana ikut masuk dalam pembicaraan.
"Itu,," Chika tampak gugup, lalu melirik ke arah Astin seolah-olah mencemaskan Astin, "hanya obat,,, menstruasi saja," kata Chika.
"Obat menstruasi?" Arga tiba-tiba berbicara membuat Chika tanpa kalang kabut.
"I,, iya. Benar 'kan Astin?" Tanya Chika pada Astin.
Astin mengangkat sebelah alisnya, "Apa maksudmu? Aku tidak tahu apa maksudmu. Aku tidak pernah mengkonsumsi obat seperti obat menstruasi atau obat apapun itu," ucap Astin.
"Eh? Tapi,,, bukahkah kau--"
"Apa obat ini yang kau maksud?" Tiba-tiba tangan Arga terulur keatas meja meletakkan sebuah botol yang berisi cairan bening membuat Chika sangat terkejut.
"Kakak, itu,,," Chika tampak sangat panik, dia menggigit Bibir bawahnya sambil melihat Astin menandakan ada sesuatu yang tidak beres pada benda yang baru saja diletakkan Arga di atas meja.
"Obat perangsang yang dijual di pasar gelap, dari mana kau mendapatkannya?" Tanya Arga sambil menatap Chika membuat Chika terkejut.
Bukankah seharusnya pria itu menatap Astin?
Kenapa malah menatapnya?
Astin juga terkejut, dia mengerjapkan matanya dua kali dan berbalik melirik Chika.
Dia tahu perempuan itu pasti akan menyalahkannya lagi.
Benar saja, Chika dengan cepat menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Itu,, Aku tidak tahu kalau obat itu obat seperti itu,,, Astin bilang itu hanya obat menstruasi yang memiliki efek bagus, dia,, di--"
"Pria bernama Carlos yang memesan obat ini ke luar negeri,, menyuruh seorang anak buahnya mengantarkannya cepat ke depan rumahmu, Dan ternyata ini bukan yang pertama kali kau memesannya. Telah beberapa kali tepat di waktu yang bersamaan dengan setiap kali aku mengkonsumsi obat ini tanpa kusadari," ucap Arga membuat muka Chika langsung melotot sempurna.
Bagaimana pria ini mengetahuinya?
Kenapa Carlos bisa ketahuan?
"Tidak! Tidak! Itu tidak benar! Aku tidak pernah melakukan hal seperti itu! Aku juga baru pertama kali melihat benda itu," Chika mulai panik tubuhnya gemetar lemah membuat Sandriana panik.
"Apa yang kau katakan?" Sandriana dengan cepat melototi putranya lalu mengambil air putih dan menyodorkannya pada Chika, "Dia baru saja jatuh kemarin malam, kondisinya masih belum begitu pulih, Kenapa kau menuduhnya dengan sembarangan tanpa bukti?" Sandriana terus mengomeli putranya.
"Tante,, aku,, Aku sungguh,,," Chika tersedak air matanya sendiri, perempuan itu berusaha untuk menjelaskannya.
Namun san5driana berkata, "jangan berbicara lagi, pikirkan kesehatanmu terlebih dahulu."
Melihat perempuan di hadapannya tampak begitu pandai bersandiwara, Arga pun tidak tahan lagi dia langsung berdiri dan menatap Astin yang tampak tercengang sambil memegang alat makannya.
Maka Arga mengulurkan tangannya menarik tangan Astin dan membawa perempuan itu keluar dari ruang makan.
Seketika sarapan yang awalnya berlangsung dengan tenang itu pun menjadi kacau.
Sementara Astin yang diseret oleh Arga, mereka langsung pergi ke depan rumah dan Arga menaikkannya ke mobil dengan sendok garpu masih melekat di tangan kiri Astin.
"Apa yang terjadi? Obat apa yang dimaksud oleh Chika? Apa yang kalian bicarakan?" Astin berpura-pura terkejut, meski Sebenarnya dia telah mengetahui hal itu setelah mengolah semuanya dalam pikirannya.
"Ini ponselmu," tiba-tiba Arga menyodorkan sebuah ponsel pada asin membuat Astin terkejut.
"Bagaimana ponselku ada di tanganmu?" Tanya Astin kebingungan.
"Nona menjatuhkannya kemarin malam di parkiran mobil. Kebetulan saat itu saya berada di sana, Jadi langsung mengambilnya," ucap asisten Arga membuat Astin terkejut.
Dia terdiam memandangi ponsel di tangannya, dia ingat kemarin malam rekaman yang ia ambil semalam masih berada pada jendela utama layar, sehingga tanpa membuka kuncinya pun bisa mendengarkan rekaman tersebut.
Astin pun menoleh menatap suaminya, "kau,, apa kau sudah--"
"Apa kau begitu bodoh?" Arga memotong ucapan Astin, "selama ini perempuan itu terus mempermainkanmu, dan kau tidak pernah membela diri? Apa alasanmu melakukan semua itu karena kau ingin segera berpisah denganku demi pria bernama Erik itu atau karena Irman?" Arga bertanya dengan suara penuh kecemburuan.
"Eh?" Astin mengerjakan matanya dua kali, tanpa berusaha mengolah pertanyaan dari sang suami, "kau sudah gila? Aku tidak pernah melakukan hal seperti itu! Lagi pula Siapa yang tidak mempercayai aku setiap kali aku menjelaskan sesuatu? Aku bisa melihat kau hanya menaruh teman masa kecilmu itu dalam hatimu saja dan apapun yang dia katakan akan selalu kau percayai. Tapi kenapa hari ini kau malah mmmmhhhh,,," Astin melototkan matanya saat dia tiba-tiba didorong ke belakang dan sebuah bibir langsung membungkam mulutnya yang terus berceloteh.
Sang asisten dan sopir yang ada di depan pun langsung berpura-pura menatap keluar jendela, seperti tidak mengetahui apa yang terjadi di belakang.
Sementara Astin yang dicium dalam posisi tersebut merasa begitu tidak nyaman, dia benar-benar malu, sehingga dia berusaha mendorong Arga, tetapi sulit untuk melakukannya dengan tenaganya yang masih cukup lemah setelah kejadian kemarin malam.
Untungnya beberapa saat setelah ciuman itu, Arga akhirnya membebaskannya dan pria itu kembali duduk dengan tenang seperti tidak terjadi apa-apa, merapikan jasnya sambil berkata, "kapan kau belajar mengemudi?"
Dia tak menyangka kalau pria di sampingnya ini akan mengalihkan pembicaraan mereka, meski begitu, Astin tetap menyeka sisa air liur yang ada pada bibirnya sambil berkata, "tidak ada yang mau mengajariku, Jadi aku hanya belajar sendiri." Astin melemparkan tatapannya ke luar jendela sambil menggigit Bibir bawahnya. Emosi.
Arga pun menatap Astin, terdiam beberapa saat sebelum ikut memalingkan wajah ke luar jendela dan mobil melaju dengan tenang hingga mereka tiba di perusahaan.
"Antar dia pulang," ucap Arga pada bang sopir sebelum keluar dari mobil membuat Astin menatap punggung Arga yang semakin menjauh dari mobil.
'Apakah sekarang pria itu benar-benar sadar?' kata Astin dalam hati sambil melemparkan tatapannya ke arah lain.
Sementara Arga yang telah memasuki lift bersama asistennya, dia langsung berkata, "selidiki semua tentang Chika, aku rasa ada lebih banyak kebohongan yang telah ia lakukan. Jangan-jangan semua yang terjadi selama ini adalah usahanya untuk menyingkirkan Astin karena ketidaksukaannya pada istriku."
Sang asisten cukup terkejut dengan apa yang terjadi pagi ini, dan sekarang Arga telah mengganti panggilannya pada Astin Dengan mengatakan perempuan itu sebagai 'istriku'.
"Baik, saya akan menyelidikinya," kata sang asisten.
dasar ular kadot