Bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tidak kita kenal?
Baik Arsya maupun Afifah terpaksa harus menerima takdir yang telah di tetapkan.
Pada suatu hari, ayah Afifah di tabrak oleh seorang kakek bernama Atmajaya hingga meninggal.
Kakek tua itupun berjanji akan menjaga putri dari pria yang sudah di tabraknya dengan cara menikahkannya dengan sang cucu.
Hingga pada moment di mana Afi merasa nyawanya terancam, ia pun melakukan penyamaran dengan tujuan untuk berlindung di bawah kekuasaan Arsya (Sang suami) dari kejaran ibu mertua.
Dengan menjadi ART di rumah suaminya sendirilah dia akan aman.
Akankah Arsya mengetahui bahwa yang menjadi asisten rumah tangga serta mengurus semua kebutuhannya adalah Afi, istrinya sendiri yang mengaku bernama Rere?
"Aku berteriak memanggil nama istriku tapi kenapa kamu yang menyahut, Rere?" Salah satu alis Arsya terangkat.
"Karena aku_" Wanita itu hanya mampu berucap dalam hati. "Karena aku memang istri sahmu, pak Arsya"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
Sepulang dari kantor, Arsya terkejut karena entah ada angin apa sang mama berniat menginap di rumahnya hingga beberapa hari.
Meski Prilly sudah memberikan alasan kalau dirinya merindukan tinggal bersama dengan putranya, namun hati Arsya seakan menolak alasan itu. Seperti ada yang janggal dengan kelakuan mamahnya, namun ia tak mau ambil pusing.
Yang jelas ini kesempatan Arsya untuk bicara dengan Prilly mengenai Rere atau Afi.
Berjalan menaiki tangga, langkah Arsya terkesan tak semangat. Ia sudah menduga kalau Afi, pasti akan tidur di kamar ART. Dia pun berfikir keras bagaimana supaya malam ini bisa tetap tidur dalam pelukan istrinya.
Mendesah pelan, pria itu langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Arsya berniat akan memberitahukan pada sang mamah malam ini, tepatnya setelah makan malam.
Selesai mandi, dia yang sudah mengenakan pakaian santai, mengirim pesan pada Afi yang ternyata ponselnya malah ada di meja nakas kamarnya.
Harapan mendengar suara manjanya pun seketika sirna.
"Huuhh... Apa harus main kucing-kucingan?" Gumamnya, menyugar rambutnya sedikit kasar. Duduk bersandar di atas ranjang, sepasang matanya terus menatap layar ponsel milik Afi. Pria itu sedikit menyesal sebab saat di kantor tadi, dia tak sempat melihat istrinya melalui cctv yang sudah tersambung ke ponsel dan laptopnya.
Fokus melamun, dia sedikit kaget karena tiba-tiba Prilly membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Wanita itu masuk dengan langkah yang begitu ringan, seakan tanpa cela.
"Gimana kabarmu, sayang?" Prilly langsung duduk di tepi ranjang tepat di samping Arsya duduk berselonjor.
"Baik, mah. Mama papa gimana?"
"Kita baik" Jawab Prilly mengulas senyum.
Tadi Arsya memang belum sempat berbincang dengan Prilly. Dia hanya mengecup punggung tangannya dan langsung masuk ke kamar, bahkan Arsya belum melihat di mana istrinya berada.
Diam sejenak, Arsya menimbang-nimbang apakah harus memberitahu sekarang. Merasa ini waktu yang tepat, jadi untuk apa menunggu selesai makan malam.
"Mah, aku mau bicara" Kata Arsya, dengan tatapan serius.
"Mamah nggak mau dengar apapun, mama mau kita makan malam sekarang. Mama sudah masakin makanan kesukaan kamu"
"Mama masak?" Tanya Arsya mengernyitkan kening.
"Iya"
"Dimana Rere? Kenapa bukan dia yang masak?"
"Dia lagi sibuk di belakang"
"Mama makan sendiri ya. Aku sudah makan di kantor tadi"
"Sudah makan?" Prilly menatap putranya penuh lekat. Dia tahu kalau anaknya sedang berbohong.
"Mamah tahu kamu belum makan, ayo kita turun, kita makan sama-sama"
Tak ada pilihan, Arsya akhirnya menurut. Mereka bersama-sama turun menuju ruang makan.
Saat sudah di lantai bawah, Arsya terus mengedarkan pandangan, mencari keberadaan Afi yang belum kelihatan sejak dia pulang kantor.
"Rere kemana, mah?" Arsya menarik kursi, lalu duduk. Begitu juga dengan Prilly.
"Kenapa si, yang di tanya malah pembantu. Lebih baik makan saja ngga usah nanyain babu itu"
"Dia punya nama, mah"
"Dia mau punya nama, mau enggak, mama nggak mau tau, yang pasti babu itu sedang melakukan pekerjaannya" Pungkas Prilly sambil menyidukkan nasi untuk putranya.
Kepala Arsya tergeleng pelan, sebisa mungkin ia menahan diri untuk tak mengomeli wanita yang telah melahirkannya.
"Besok mama cariin ART baru ya, sayang. Babu itu nggak bener kerjanya_"
"Mah" Potong Arsya sedikit tersulut emosi. "Mama bisa menginap di sini kapanpun mamah mau, tapi tolong jangan ikut campur urusan di rumahku"
"Dan tolong, sebut namanya. Namanya Rere"
"Kenapa jadi belain babu tak tahu ma_"
"Mamah!" Pekik Arsya seraya bangkit, menahan gejolak di dadanya. Matanya memerah menahan marah "Dia istriku, wanita yang sudah ku nikahi. Namanya Afi. Dia bukan pembantu atau babu seperti yang mama sebutkan"
Suara Arsya dengan intonasi tinggi, mengundang Afi yang ada di tempat pencucian baju langsung menghampiri ruang makan. Dia heran kenapa Arsya bicara dengan nada tinggi kepada mamahnya meski Afi tak mendengar begitu jelas apa yang Arsya katakan.
Dengan tergopoh, dia melangkahkan kaki menuju sumber teriakan berasal.
"Kamu berani bentak mama, Arsya?" Wanita itu sedikit mengangkat kepalanya. "Hanya karena babu itu kamu membentak orang yang melahirkan dan membesarkanmu"
Frustasi, Arsya mengusap wajahnya dengan gusar.
"Demi babu, kamu berani bicara dengan nada tinggi seperti itu"
"Dia bukan babu, mah. DIA ISTRIKU" Emosi Arsya sepertinya kian menjadi. Sementara Afi yang sudah di area dapur. Langsung menghentikan langkahnya ketika mendengar apa yang Arsya katakan. Bertahan hingga satu menit, Afi kembali ke halaman belakang dengan perasaan sendu. Lebih tepatnya, tak mau mendengar perdebatan ibu dan anak itu.
"Jangan sebut dia babu, pembantu, atau apa yang membuat harga diriku terhina. Wanita itu, sudah ku nikahi mah, dia harga diriku"
Prilly hanya bisa membatu mendengar kalimat yang meluncur dari mulut anak laki-lakinya.
"Jadi please, hargai aku, hargai juga istriku, jangan membuatku tersinggung dengan kata-kata mama" Tambah Arsya sebelum kemudian ia mendorong kursi dan beranjak dari ruang makan.
Langkahnya tertuju ke halaman belakang tempat untuk mencuci baju.
"Letakan itu, kita ke kamar sekarang!" Kata Arsya, ketika mendapati Afi tengah memegang coach milik Prilly.
"Tapi aku belum selesai mas"
"Sudah biarkan saja" Pria itu langsung meraih tangan Afi, dan Afi seketika merintih kesakitan.
"Kenapa?" Tanya Arsya heran. Sepasang netranya jatuh pada tangan yang sedang mencengkram lembut pergelangan istrinya.
"Kenapa dengan tanganmu?"
"E-enggak kenapa-kenapa"
Tatapan Arsya kian menghujam. Ia lantas menajamkan penglihatannya.
"Ini kenapa?" Tanyanya, mendapati tangan Afi seperti melepuh.
"Ini cuma kena air panas tadi siang. Aku kurang hati-hati, jadinya gini"
"Jangan bilang ini nggak apa-apa, Fi. Kita ke dokter sekarang juga"
"Aku baik-baik saja, mas"
"Diam dan menurutlah" Arsya meraih tangan Afi yang lainnya lalu membawanya masuk.
Saat di ruang makan, Prilly yang masih duduk termenung, menatap sepasang suami istri yang berjalan melewatinya.
Hatinya seakan berontak melihat pemandangan di depannya, tangannya mengepal kuat, dan amarahnya kian memuncak terutama pada wanita bernama Afi.
Kebenciannya pun seakan kian menjadi.
BERSAMBUNG
semoga end nya nanti sudah baikan semua 😊