Sebuah cerita yang berfokus kepada seorang remaja bernama Celvin Lloyd Relgi. Dia berangan-angan untuk menjadi seorang pahlawan kelas-S terkuat yang pernah ia dambakan. Bersama teman-temannya mereka pergi berpetualang dengan keseruan, candaan, suka dan duka akan mereka alami pada perjalanan mereka. Musuh-musuh yang menjadi lebih kuat seiring berjalannya waktu membuat Celvin ingin menjadi semakin kuat demi melindungi orang-orang yang ia pedulikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si Bogeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22 Bagian 2: Musuh Lama
Arachnid itu berlari ke arah kami dengan sangat kencang. Tapi diantara kami semua, dia mengincar hanya satu orang—yaitu Violet. Tepat saat kaki Arachnid itu hendak menusuk Violet, dengan sigap…
*TSHIING!!
“K-Kai?” Ucap Vendrick dengan terkejut.
Kai menahan serangan Arachnid itu menggunakan kapaknya. Dengan wajah yang terlihat kesal, Kai melihat ke Arachnid itu dengan marah.
“Aku.. aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama!! Kali ini, kau akan mati di tanganku!!!” teriak Kai dengan sangat marah.
Kai kemudian memukul mundur Arachnid itu dengan kapaknya. Dia lalu tampak menancapkan kapaknya ke tanah dan mulai mengumpulkan energi.
“OVERCHARGE!!”
Area sekitaran Kai kemudian meledak dan terlihat kilatan-kilatan petir mengelilinginya. Dia kemudian mengambil kapaknya dan tampak bersiap untuk melakukan serangan, tapi sebelum itu dia menoleh ke arahku dan bertanya.
“Pergelangan kaki bukan?” Tanya Kai sambil tersenyum sinis.
Aku hanya menganggukkan kepalaku padanya.
“Yosh!! Baiklah, bersiaplah kalau begitu,” Ucap Kai sambil menunjuk Arachnid itu.
Arachnid yang tampak marah itu kemudian mencoba menyerang Kai, tapi dengan cepat ditangkis oleh Kai. Kai lalu melompat dan melesat dengan cepat mengarah pergelangan kaki Arachnid itu. Dengan berputar sangat kencang, Kai kemudian menebaskan kapaknya ke pergelangan kaki Arachnid itu.
“SHINGG!!
Kilatan petir mengelilingi tubuh dari Arachnid itu. Kai bergerak dengan sangat cepat untuk menyerang seluruh titik lemah dari Arachnid itu.
L-Luar biasa… tekanan energi yang dihasilkan Kai sungguh menakjubkan. Dia begitu cepat, aku hampir tak bisa merasakan presensinya.
Kai terus saja menebas Arachnid itu dengan memutari seluruh bagian Arachnid itu, hampir seperti teknik “Relgi Art: Fatal Rush” milikku. Pelindung yang berwarna ungu disekitar Arachnid itu mulai memudar seiring waktu akibat serangan Kai. Tapi secara tak terduga…
*Swoop!
Dengan presisi yang luar biasa, Arachnid itu tiba-tiba menghantamkan kakinya ke Kai dengan kuat.
“S-Sial!!”
*BAMM!!
Kai mencoba menahan serangan Arachnid dengan kapaknya, tapi hantaman itu terlalu kuat dan akhirnya membuatnya terpental ke dinding gua, dan kilatan petir yang ada di sekujur tubuh Kai juga menghilang.
“Kai!!” Teriak Alvin dengan panik.
Alvin lalu dengan cepat langsung berlari ke arah Kai untuk menyembuhkannya. Arachnid itu juga nampaknya sudah kewalahan setelah menghadapi Kai, terlihat juga pelindung ungu dari Arachnid itu juga sudah mulai sedikit memudar.
Bagus! Sepertinya Arachnid itu sudah mulai melemah. Kupikir ini adalah kesempatan yang pas.
Aku kemudian maju dan bersiap untuk menyerang. Tapi Violet lalu memanggilku dan kemudian berkata.
“T-Tunggu! Celvin apa yang kau ingin lakukan?” Tanya Violet padaku.
Aku lalu menoleh ke arahnya dan sambil tersenyum ringan, aku berkata padanya.
“Tenang saja, serahkan saja padaku,”
“BEAST RAGE!”
*************** Sementara itu di permukaan.
Hari tampak sudah sore, sudah sekitar dua hari sejak kehilanganku dan semua orang masih tetap mencariku.
Terlihat sebuah rumah dengan atap berwarna merah dan dinding yang berwarna putih. Di tengah-tengah lingkungan yang cukup ramai, dengan keadaan sekitar yang ribut di akibatkan kehilanganku. Terlihat seorang pria dengan rambut berwarna merah yang memakai kaos dalam putih dengan celana panjang berwarna hitam.
Dia tampak sedang duduk di teras depan rumahnya sambil menghisap rokoknya dan yang mengejutkan lagi, dia tampak tidak memiliki tangan kiri sama sekali. Terlihat dua kursi lainnya serta juga dengan meja kopi yang berada di depannya. Dia tampak santai dan menikmati waktu senjanya.
“Hmm… orang-orang tampaknya sedang sibuk hari ini,” ucapnya sambil menghembuskan asap dari rokoknya sambil tersenyum.
Tak lama dari itu, terlihat seorang wanita yang memakai jaket biru tua dengan rambut berwarna merah yang dikuncir kemudian mendatanginya.
“Permisi maaf mengganggu,” ucap wanita itu.
“Hei Vinnette! Lama tak jumpa, apa kabarmu?” ucap pria itu sambil melambaikan tangannya.
Ternyata wanita itu adalah Vinnette bibiku. Dia tampak sedang berkunjung ke rumah pria itu, entah apa niatnya.
“aku baik-baik aja” ucap Tante Vinnette.
Dia kemudian mulai duduk di salah satu kursi yang ada di teras rumah pria itu. Lalu sambil melihat-lihat sekitar, dia kemudian bertanya.
“omong-omong kamu tahu kabar kak Melissa?” tanya Tante Vinnette pada pria itu.
“Iya aku udah tahu kok, tapi kenapa kamu hanya panggil si Melissa itu dengan kata kakak? Sedangkan aku enggak?” Ucap pria itu sambil menghisap rokoknya.
“Kamu juga udah tahu kan?! Kamu itu orangnya gak pekaan, mana mau aku punya kakak kayak kamu!!”
“Dan lagi… udah tahu Kak Melissa sakit gitu, kamu malah diam aja kayak gak terjadi apa-apa. Si Celvin juga sekarang menghilang tahu!! Kok kamu nggak pedulian banget sih?!! Hmph!” Ucap Tante Vinnette yang kesal.
“Eh…? Kok gitu sih?? Kakak juga tahu kok hal-hal kayak gitu,” ucap pria itu pada Tante Vinnette.
Pria itu adalah Pamanku, dia adalah Antonio Relgi. Seorang pahlawan legendaris pada masanya, yah tapi sekarang dia udah pensiun dan menikmati waktu-waktunya. Dia juga adalah anak pertama dari “saudara-saudara Relgi” sekaligus juga mentorku pada masa-masa aku latihan bersamanya.
“Terus kenapa kamu gak berbuat apa-apa?!! Kak Crane aja berusaha mati-matian buat cari Celvin!! Aku juga udah dua hari merawat Kak Melissa bangkit dari keterpurukannya. Sedangkan kamu malah diam disini, kamu itu peduli atau enggak sih pada Celvin?!!” Teriak Tante Vinnette sambil terlihat berkaca-kaca.
Terkejut dengan bentakan Tante Vinnette, Paman Tony kemudian menghela nafasnya dan kemudian memegang kepala Tante Vinnette dengan pelan dan kemudian berta sambil tersenyum ringan.
“Dengar, bukan Kakak gak peduli atau apa… tapi kakak lebih percaya dengan kekuatan sebenarnya dari Celvin,”
“Tentu saja Kakak mengajarinya banyak hal tentang kehidupan ini, salah satunya untuk tidak menyerah pada harapan. Kakak juga nggak ngajarin Celvin untuk menjadi anak yang cengeng dan lemah,”
“Dan soal Melissa… kupikir dia hanya hanya sedikit berlebihan. Maksud Kakak dia…”
“PLAK!!
Terdengar suara tamparan yang sangat keras. Itu adalah tamparan Tante Vinnette pada Paman Tony tepat di bagian pipinya. Dengan terlihat kesal dan menahan tangisnya, Tante Vinnette berteriak dengan keras.
“KAMU INI MEMANG GAK PUNYA HATI!! KAMU LIHAT SENDIRI KEADAAN KAK MELISSA!!”
Tante Vinnette lalu menstabilkan nafasnya dan kemudian kembali berkata.
“Aku aja nggak kuat ngeliat keadaan Kak Melissa, dia kayak udah mati!! Seperti jasad yang tanpa jiwa lagi. Tatapannya begitu hampa, dan kata-katanya sangat sunyi—aku aja nggak tega ngeliatnya!!” teriak Tante Vinnette sambil menangis.
Paman Tony yang juga tampak menyesali perbuatannya sambil mengusap bagian tamparan dari Tante Vinnette, dia kemudian berkata.
“Aduh… iya maafin Kakak deh, Kakak yang salah. Tapi yang mau Kakak kasih tahu itu bukan soal Melissa. Tapi soal Celvin, dia itu harus Kakak akui memang punya bakat dan potensi yang besar,”
“Maka dari itulah, Kakak nggak mau si Celvin itu malah jadi bergantung. Dia harus menyelesaikan masalah-masalagnya dengan tangannya sendiri. Kakak mengajarkan seorang pahlawan sejati bukan seorang pengecut cundang,” ucap Paman Tony pada Tante Vinnette.
Ya, tak bisa dipungkiri. Pamanku memang terlihat seperti orang yang tidak peduli dengan lingkungan sekitar, walaupun nggak sepenuhnya salah sih. Tapi dia sebenarnya orang yang sangat peduli.
Sebagai guru dan mentorku dulu, aku tahu persis teknik dan metode pembelajaran yang diambil oleh pamanku Antonio. Dia orang yang lebih suka langsung pada intinya, dan justru akibat pelajarannya aku bisa lebih kuat dari sebelumnya.
Latihanku dulu sangatlah berat dan bisa dikategorikan “berbahaya’ untuk suatu alasan. Tapi itu juga guna untuk aku menjadi lebih kuat, berani, dan percaya diri dengan kemampuanku sendiri.
“Aku juga yakin kamu satu hari juga udah nyerah kalo latihan dengan Kakak,” ucap pamanku sambil tertawa ringan.
“E-Enggak kok! Aku yakin bisa nyelesaiin tugas apapun yang Kakak kasih padaku!” jawab Tante Vinnette dengan wajah yang sedikit memerah.
“Loh? Tumben panggil aku dengan Kakak, udah bisa maafin aku ya?” Tanya Pamanku sambil tersenyum ringan.
“Yah, kupikir beberapa ucapan Kakak ada masuk akalnya juga” jawab Tante Vinnette sambil tersenyum ringan.
“Ya. Baguslah kalau begitu” ucap Pamanku pada Tante Vinnette.