Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia lagi
Satu minggu kemudian.
Sampai juga berita di telinga Laras, mantan mertuanya dan juga ani-ani suaminya sudah keluar dari dalam penjara. Bayu menemui adiknya di kediamannya, tentu saja dia cukup kaget mendengar beritanya, padahal Bayu belum puas melihat mereka menderita.
"Ras, kenapa mereka bisa keluar?" Tanya Bayu dengan alis terangkat.
"Ya bisa lah, Kak. Orang aku yang mempermudah jalannya kok," Laras menyunggingkan senyum manisnya, ia merapikan kerudung yang di pakainya, sementara sang Kakak menatap bingung kearahnya.
"Apa kamu menyembunyikan sesuatu?" Mata Bayu memicing kearah Adiknya, sebagai Kakak dia tidak mau kalau sampai Laras berniat kembali lagi pada bajingan.
"Apa? Kakak pikir aku membebaskan mereka semua karena, Mas Jefri?" Seolah paham kemana arah pemikiran Kakaknya, Laras pun membalikkan tubuhnya menatap kearah Bayu.
Bayu mengendikkan bahunya sebagai jawaban. Laras mengeluarkan buku tabungan yang ia simpan di dalam lemari, lantas ia menunjukkannya pada Bayu. Dengan kening mengkerut, Bayu meraih buku tabungan tersebut dan melihat isinya.
"Wow, banyak sekali." Heboh Bayu saat melihat nominal di dalamnya.
"Sebagian banyak perempuan tidak akan pergi di saat ekonomi laki-lakinya hancur, tapi sebagian banyak laki-laki akan mencari wanita lain di saat ekonominya membaik. Maka dari itu, aku hancurkan kembali saja ekonominya, gampang kan?" Laras mengoleskan lipstik berwarna pink di bibir mungilnya. setelah di pikir-pikir, dengan menjebloskan kedua wanita keturunan rubah bin simpanse ke dalam penjara, terlalu ringan hukumannya.
Prok .. Prok ..
Bayu bertepuk tangan, senyumnya sangat lebar sampai gigi putihnya terlihat. Dia salut pada Adiknya itu, sekarang Laras bisa berpikir lebih jernih lagi tidak seperti Laras yang dulu.
"Tunggu aja, palingan bentaran lagi juga ada yang nelpon." Ucap Laras.
Selang 10 menit. Telpon Laras benar-benar berdering, dia langsung menggeser tombol berwarna hijau ke atas, sambungan telponnya ia sepaker agar Bayu bisa mendengar percakapannya.
[Hallo, Ras. Aku udah transfer uangnya, sepeeti kesepakatan kita]
[Baiklah Mahen, terimaksih atas bantuannya. Aku sampai bingung harus membalasnya bagaimana, sepertinya ucapan saja tidak cukup.]
[Ya Tuhan, Laras. Aku membantumu karna kau temanku, sebaiknya kau tunggu saja kabar baiknya. Oh ya, aku tidak bisa berlama-lama karen aku ada banyak pekerjaan, lagipula dramanya sudah selesai.]
[Baiklah- Baiklah, dasar orang sibuk. Jika senggang mampirlah ke restoranku, nanti aku akan mentraktirmu.]
[Siap, Ibu Janda. Bhahaha]
[Pe'a.]
Tut.
Laras mematikan ponselnya, dia menaik turunkan alisnya menatap kearah Bayu. Sedangkan Bayu yang mendadak lemot hanya menatap Adiknya cengo, dengan gemas Laras meraup wajah Kakaknya.
"Ya Allah Robbi. Kak, yang tadi nelpon itu Mahen temenku, dia yang jadi pengacara terkenal itu loh. Tapi tetep saja yang lebih terkenal tuh pengacaranya Mas Aiman, jadi Mahen hubungin aku kalau katanya tuh si Biawak minta dia jadi pengacara buat Ibunya, aku ceritain lah kenapa ibunya bisa masuk penjara. Tahu gak, dengan sangat murah hati Mahen membantuku, dia dan aku bekerja sama. Aku biarin aja mereka lepas, tetapi dengan imbalan si Biawak harus bayar mahal, denger-denger dia tuh minjem ke bank. Kalau dia gak bisa bayar pinjamannya ke bank, berarti?" Tutur Laras.
"Kan dia kerja, ya pasti bisa bayar lah." Timpal Bayu.
"Orang dia ketahuan korupsi kok, mana mau perusahaan nampung orang maruk." Jawab Laras dengan santainya.
"Hah? Yang bener aja, kamu tahu dari mana?" Tanya Bayu.
"Doa orang yang di dzalimi pasti di dengar oleh Allah, setelah semuanya terbongkar dengan adilnya Allah membukakan jalan untuk aku. Banyak orang baik yang datang memepermudah aku untuk memberikan mereka pelajaran, lihat saja nanti. Sebenarnya, hati kecil aku melarang untuk memberikan mereka pelajaran sampai menjual semua aset yang mereka punya, ya meskipun aku tidak kekurangan uang untuk saat ini. Terkadang, kita harus bisa lebih tega untuk bisa menyadarkan orang yang tengah berada di jalan yang salah." Ucap Laras.
Laras tetaplah Laras yang berhati lembut, rasa sakit membuatnya mengubah kelembutan itu menjadi sebuah keberanian. Bayu mengusap lengan Adiknya, sejauh ini Laras sudah berada di jalur yang tepat.
*
*
Laras mengantarkan Langit menuju sekolahnya sebelum ia pergi ke restoran, Langit di titipkan kepada gurunya selaku penanggung jawab siswa jika orangtua tidak bisa menemani anaknya. Sebelumnya Laras juga sudah memberitahukan pada pihak sekolah, jika bukan dirinya yang menjemput putranya maka siapapun tidak ada yang boleh membawanya.
"Langit, Ibu kerja dulu ya nak. Semangat belajarnya!" Laras mengepalkan tangannya dan mengangkatnya ke udara, dia selalu berusaha menyemangati putranya dan tetap memperlihatkan wajah bahagia.
"Ibu juga semangat ya, kalau capek harus berhenti! I Love You Ibu." Langit memberikan sebuah kecupan di kedua pipi Laras.
Langit pun berjalan masuk ke dalam kelasnya, ada rasa haru melihat perkembangan Langit yang sudah mulai jarang kambuh lagi Asmanya, putranya juga terlihat lebih berisi daripada sebelumnya. Untuk saat ini, keinginan Laras hanya membahagiakan putranya dan mewujudkan semua cita-citanya yaitu menyekolahkan Langit sampai ke perguruan tinggi.
Laras kembali masuk kedalam mobilnya, seperti biasanya ia akan pergi ke restoran mengecek perkembangan usahanya baik di pusat maupun cabang. Beruntungnya Laras di kelilingi oleh orang-orang baik, Melly yang ia percaya sebagai manager pun tak kalah baiknya, dia selalu mendukung Laras dan juga membantunya mengembangkan usahanya sendiri.
20 Menit waktu yang Laras tempuh, ia terjebak macet karena hari senin sudah menjadi hal yang biasa jika jalanan macet. Sebelum keluar dari dalam mobil, Laras merapikan jilbab yang di pakainya, tak lupa ia juga berdoa sebelum benar-benar masuk ke dalam restoran.
"Selamat pagi, Bu." Sapa karyawan begitu Laras masuk.
"Selamat pagi." Jawab Laras dengan senyumannya yang manis.
Seperti biasanya, Laras duduk di singgasananya membuka laptop dan memeriksa semua pekerjaannya.
Siang hari. Laras keluar dari dalam ruangannya, ia mengajak melly melihat sekeliling restoran pusat, Laras ingin menambahkan sesuatu yang unik dengan menggunakan lahan yang masih cukup luas di sekitar restoran.
"Mel, menurutmu bagusnya di buat apa ya?" Tanya Laras.
"Kalo menurut saya sih, lebih baik di bikin taman bermain gitu buat anak-anak, Bu. Biasanya banyak pengunjung yang sengaja datang kesini membawa keluarganya, sebagian banyak dari mereka yang sudah berkeluarga atau memiliki anak kecil, belajar dari masalah kemarin yang mana ada kekacauan anak kecil tidak perlu melihatnya. Ya, lebih tepatnya bagi pengunjung yang datang dari jauh, setelah makan mereka bisa membiarkan anaknya bermain disini. " Jawab Melly mengutarakan pendapatnya.
Laras manggut-manggut mendengarkan pendapat Melly, cukup bagus idenya. Dengan begitu, jika Elsa maupun Langit tengah berkunjung mereka pun bisa sambil bermain. Saat tengah asyik bertukar pikiran dengan Melly, suara seseorang mengalihkan pandangan Laras, refleks Laras menoleh kearah sumber suara dengan satu alais terangkat.
"Hei, pencuri!" Pekik seseorang.
"Ck, dia lagi, dia lagi." Laras memutar bola matanya malas melihat siapa yang datang, siapa lagi kalau bukan mantan mertuanya yang tamak.
Dengan wajah memerah Tuti berjalan menghampiri Laras, dengan santainya Laras bersidekap menatap malas pada Tuti dan juga Jefri.
"Ada apa? Apakah kedatangan kalian kesini mau minta sumbangan? Mohon maaf sekali, yang mulia." Laras menangkupkan tangannya di depan dadanya dengan ekspresi meledek.
"Kau!" Geram Tuti.
Saat Tuti hendak melayangkan tangannya, seseorang datang menepis tangan tersebut dengan kasar. Tuti tak putus asa, dia menerjang tubuh Laras, Namun berhasil di gagalkan kembali oleh seorang pria yang langsung melayangkan tatapan tajamnya.