Pada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua?
Credits:
Cover from Naver
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYZY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fascinated Thousand Times
"Andrew?"
Mendengar Stella menyebut namanya membuatnya seketika tersadar. Gadis itu mengerutkan kening, jelas merasa bingung dengan situasi yang dihadapinya saat ini.
Andrew menghela napas perlahan sembari melepaskan cengkeraman tangannya pada tangan Stella. Pada saat ia menatap mata Stella yang berkaca-kaca, ia menjadi sedikit tidak tega padanya.
Sial, seharusnya aku tidak bersikap seperti ini. Andrew memutuskan untuk memperlebar jarak mereka dan merubah mimik wajahnya dengan cepat, menjadi jauh lebih dingin.
"Tenanglah, aku hanya ingin mematikan lampu tidur ...."
Benar, lampu tidur yang berada di atas nakas—tepat di samping Stella bisa dijadikan alasan. Lampu itu adalah lampu tidur bewarna neon, tidak masalah menyalakannya pada saat tidur dengan keadaan lampu kamar sedang mati. Karena memang itulah fungsinya. Karena tindakan itu, membuat Stella bertanya-tanya.
Apakah Andrew terbiasa tidur dalam keadaan gelap total tanpa lampu tidur? Lalu, kenapa ada lampu tidur di sini?
Bisa saja hanya hiasan. Stella berpikir sederhana.
Setelah mematikan lampu, Andrew menggeser tubuhnya menjauh dari Stella dan tertidur dengan posisi membelakangi. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah ... ia sedang berusaha keras untuk menjernihkan isi kepalanya.
"Kita harus tidur, tidak ada waktu lagi sebelum fajar tiba," ucapnya setengah mengantuk.
Stella menuruti perkataannya sembari menarik selimut. Sedetik kemudian ia memejamkan mata dan terlelap.
~*~
Satu hari sebelum pameran. Persiapan sudah selesai sepenuhnya, tinggal menunggu hari. Tadi pagi hingga siang Stella bersama teman-teman satu jurusannya berkunjung ke museum yang besok akan dijadikan tempat untuk pameran sekaligus memonitor apakah semuanya dipersiapkan dengan baik. Stella cukup puas dengan hasil pekerjaannya. Dia melukis sebuah mahakarya yang sempurna, dosen pembimbingnya—Bu Warren juga mengatakan bahwa lukisan yang akan dia pamerkan itu akan menarik banyak perhatian.
Karena bunga Hydrangea yang dia lukis cocok dengan keadaan lingkungan akhir-akhir ini. Musim hujan yang dipenuhi oleh romansa dan nostalgia, tak luput dari kemunculan bunga Hydrangea itu sendiri.
Dan lukisan yang ia buat, memiliki ceritanya tersendiri. Itulah yang membuat lukisan itu tampak hidup.
Orang-orang yang melihatnya akan merasakan apa yang dirasakan oleh Stella. Itulah harapan Stella nantinya jika pameran itu nanti dibuka, ia harap perasaan itu akan tersampaikan nantinya.
Ia masih ingat, hari di mana ia menunjukkan lukisan itu kepada Bu Warren, wanita itu langsung bangkit dari kursinya, hanya untuk melihat lukisan itu lebih dekat.
Wanita itu berulang kali mengamati lukisan itu sembari menatap Stella dengan tatapan sulit yang diartikan, "Nona Stella Evans, apa alasanmu membuat lukisan ini?"
Sekilas hanya ada satu tangkai bunga Hydrangea biru yang dilukis dengan sangat sempurna. Stella memang sangat berbakat melukis semi realistis, tapi Bu Warren tidak pernah menyangka bahwa hasilnya akan tampak seperti aslinya. Ia bahkan tidak dapat membedakan apakah itu sebuah foto yang ditangkap oleh kamera atau hasil dari tangan manusia?
Bu Warren hampir meneteskan air mata. Selama ini ia terlalu meremehkan muridnya yang satu ini, namun rupanya ia salah sangka.
"Bu Warren, s-saya hanya ingin merasakan apa yang saya lihat, karena itu adalah momen yang tidak bisa saya lupakan, dan saya begitu takut untuk melupakannya ...."
Jawabannya sesuai harapan. Bu Warren mati-matian menahan tangisnya, hanya seseorang dengan kepekaan yang tinggi yang bisa memahami maksud lukisan sederhana ini.
Bunga Hydrangea memang menakjubkan. Datang pada saat musim hujan. Kelopaknya begitu indah dan menawan, baunya harum seperti parfum yang dikenakan oleh wanita dari kalangan atas. Bunga tersebut adalah lambang kebahagian, lambang sebuah cinta yang dipamerkan di atas sebuah altar. Warnanya merah muda, begitu mempesona sampai sering dijadikan sebagai karangan bunga pada dinding-dinding altar pernikahan.
Tapi tidak dengan bunga Hydrangea bewarna biru. Itu melambangkan perasaan sedih yang mendalam serta penyesalan. Bisa juga diartikan sebagai lambang permintaan maaf. Namun, bunga Hydrangea biru yang terlukiskan dalam kanvas itu begitu menyedihkan. Tangkainya masih utuh karena kuat menahan segala marabahaya, namun kelopak bunganya tampak tak hidup, meskipun itu tampak baru saja dipetik. Mungkin karena bunga itu dibiarkan tergeletak begitu saja di atas aspal yang penuh dengan genangan air hujan di malam hari. Mungkin saja seseorang tidak sengaja menginjaknya saat melewatinya, sehingga bunga itu tampak lecet dan rusak.
Di sisi lain, Bu Warren masih memikirkan jawaban Stella terkait dengan pertanyaannya. Gadis itu berkata ia ingin merasakan apa yang dilihatnya, itu merajuk pada bunga tersebut. Itu artinya Stella sedang merasakan patah hati yang begitu luar biasa pada saat itu. Sebuah harapan palsu yang mungkin diberikan seseorang untuknya, pada akhirnya tidak ada artinya. Ia mendapatkan sebuah pengalaman yang begitu menyakitkan, namun di sisi lain ia tidak ingin melupakannya.
Warren tidak mengerti. Apa yang sebenarnya ada di dalam benak anak didiknya.
"Stella, kau berhasil menyelesaikan lukisan ini dengan sangat baik, selamat ya ...." Terakhir, Bu Warren memberikan sebuah senyuman yang tulus, ia hanya bermaksud untuk memberikannya sedikit semangat.
Stella kembali tersadar pada dunianya. Sore ini ia sedang duduk di halaman belakang rumah, melihat kebun yang dipenuhi oleh berbagai macam tanaman hias yang tengah dibasahi oleh air hujan.
Stella dengan santai menikmati teh bunga Kamomil di teras sembari pikirannya kembali melayang pada waktu itu, di sebuah malam yang sunyi.
Pada saat aku membuka pintu mobil dan melihat ada bunga Hydrangea Biru yang terletak di atas kursi penumpang, aku memang sedikit terkejut. Namun, bukan bunga itu yang membuatku bahagia pada saat itu. Melainkan saat aku melihat sosoknya yang tersenyum padaku seperti itu, meskipun itu adalah sebuah senyuman tipis yang begitu singkat, namun rasanya hatiku kian menghangat di tengah terpaan udara dingin yang menusuk hingga ke dalam tulangku. Rasanya sudah lama aku tidak melihatnya tersenyum begitu tulus, matanya terlihat memancarkan kilatan cahaya yang tidak aku mengerti. Dan binar cahaya di matanya itulah yang membuatku jatuh hati padanya, sama seperti sosoknya yang ia tunjukkan saat kami pertama kali bertemu di bawah hujan tengah malam.
Sosoknya yang terlihat bahagia tersenyum seperti itu, terlihat sangat menawan.
Di dunia ini sepertinya, tidak ada lagi hal yang lebih bisa membuatku bahagia selain melihatnya tersenyum bahagia.
tapi sukaaa.. gimana dong..
boleh banyak2 dong up nya..
/Kiss//Kiss/
saran aja nih.. kalau buat cerita misteri, updatenya sehari 3 x.. supaya pembacanya ga kentang.. /Chuckle//Kiss/