Ketika seorang perempuan tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan yang baru seumur jagung, Humairah rela berbagi suami demi mempertahankan seorang pria yang ia cintai agar tetap berada dalam mahligai yang sama.
Aisyah Humairah menerima perjodohan demi balas budi pada orangtua angkatnya, namun siapa sangka pria yang mampu membuatnya jatuh cinta dalam waktu singkat itu ternyata tidaklah seperti dalam bayangannya.
Alif Zayyan Pratama, menerima Humairah sebagai istri pertamanya demi orangtua meski tidak cinta, obsesi terhadap kekasihnya tidak bisa dihilangkan begitu saja hingga ia memberanikan diri mengambil keputusan untuk menikahi Siti Aisyah sebagai istri keduanya.
Akankah Alif adil pada dua
Aisyahnya? atau mungkin diantara dua Aisyah, siapa yang tidak bisa bertahan dalam hubungan segitiga itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wheena the pooh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Bisakah kau tinggal bersama papa saja?"
Humairah menghentikan langkah saat melihat-lihat isi kamarnya pada masa kecil, kamar yang terus dibiarkan kosong yang dibersihkan dan terus terawat meski belasan tahun, kini siapa yang menyangka penghuninya kembali menginjakkan kakinya di sana, Aisyah mereka kembali juga dalam keadaan tubuh yang jauh lebih besar dari ketika hilang.
Gadis kecil enam tahun kini telah berumur hampir dua puluh satu tahun, sudah menikah dan akan menyelesaikan gelar sarjananya jika tidak ada halangan dalam beberapa bulan kedepan.
"Aku harus bicara pada suamiku dulu tentang ini, jika mas Alif boleh kenapa tidak. Aku merindukan rumah ini, ada banyak hal baru yang ku rasakan saat masuk tadi," jawab Humairah membalas tatapan papa Imran dengan senyum terbaiknya hari ini.
"Iya, ada beberapa perabot digantikan oleh mamamu dengan yang baru, selebihnya masih sama," ucap papa Imran lagi.
"Kenapa kak Mayang tidak tidur di kamar ini?"
"Tidak, itu tidak mungkin sayang. Ini kamar mu tidak ada yang boleh menempatinya selain kau, kini doa papa dan mama terasa sangat dikabulkan bahwa kami percaya kau masih hidup dan suatu saat pasti pulang kemari, dan itu adalah hari ini," ucap papa Imran mengusap sudut matanya yang berair.
Humairah melihat itu menjadi tersenyum, ia memeluk pria paruh baya itu lagi.
"Iya, aku pulang sekarang."
"Kau tahu apa yang papa rasakan?"
Humairah menoleh.
"Papa merasa hari ini begitu ajaib, terasa baru kemarin kami kehilangan mu yang masih usia enam tahun, namun kini kau pulang dengan badan sebesar ini. Papa bahagia nak, sungguh bahagia, setidaknya disisa umur papa masih bisa melihat mu dewasa seperti ini."
"Kita akan bersama dalam waktu yang lama, insya Allah...." jawab Humairah mantap.
Mereka larut dalam acara nostalgia masa kecil, menyusuri setiap inci rumah yang Humairah tinggalkan hampir lima belas tahun terakhir, yang semula ia kecil sekarang ia telah besar dan dewasa sudah menikah pula.
Tiba saatnya Humairah pamit pulang, ia akan bicara pada suaminya tentang hari ini, hari dimana yang telah ia nantikan sejak kecil sebelum ingatannya hilang, harapan bisa bertemu lagi dengan orangtuanya kini tunai sudah.
*****
Alif bergegas menuju pintu setelah memarkirkan mobilnya di halaman, ia mengetuk pintu namun tidak ada jawaban, lama ia mengulanginya sampai akhirnya Humairah muncul dari balik pintu.
"Mas Alif?"
"Oh sayang, kenapa kau tidak memberitahu jika sudah pulang?" tanya Alif memeluk istrinya dengan erat.
Humairah tersenyum sambil menepuk keningnya sendiri, kenapa ia bisa lupa pada suaminya sendiri. Mungkin karena ia terlalu bahagia bertemu papa Imran tadi siang hingga lupa memberi kabar pada Alif sesuai janji.
"Maafkan aku mas Alif.... Aku benar-benar lupa," jawab Humairah tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya, pulang-pulang Alif memeluknya erat seperti ini.
"Lupa?" ucap Alif kesal.
Humairah tertawa pelan, ia mengecup bibir Alif dengan lembut.
"Maaf, baiklah jangan marah dulu.... Kita bisa bicara sambil duduk tidak berdiri seperti ini terus kan?"
Alif menyadari mereka masih di ambang pintu. Ia tersenyum tipis lalu menuruti langkah Humairah yang menuntunnya masuk.
Humairah membawa suaminya menuju dapur, mendorong Alif untuk duduk di kursi meja makan, ia ambilkan air minum lalu memberinya pada Alif yang menurut saja tanpa membantah.
"Minum dulu, tenangkan dirimu.... Kita bisa bicara sekarang," ucap Humairah sambil meletakkan lagi gelas yang baru saja airnya dihabiskan oleh suaminya.
"Humairah, sebenarnya akulah yang harus minta maaf tidak menjemput mu pulang dari kampus, aku menghubungi mu ingin mengatakannya tapi tidak bisa ponselmu mati."
"Tidak masalah."
"Lalu kau pulang dengan siapa? Dengan taksi?" tanya Alif posesif, ia menarik Humairah untuk duduk di atas pangkuannya.
Humairah menggeleng.
"Jangan katakan kau pulang dengan seseorang?" selidik Alif menatap istrinya dengan raut penasaran.
"Iya."
"Sayang jangan bercanda, kau pulang dengan siapa? Bukankah sudah ku katakan kau tidak boleh pulang dengan lelaki lain!" tegas Alif.
"Bukan lelaki lain."
"Lalu?"
"Aku pulang dengan papa."
"Papa? Maksudmu ayah Ihsan?"
Humairah menggeleng lagi.
"Papa Imran," jawab Humairah tersenyum.
Alif mengernyitkan dahinya.
"Apa maksudmu? Kenapa kau bisa bertemu papa Imran?"
"Karena dia papaku, apa butuh alasan lain?" goda Humairah.
"Sayang, ayolah jangan berbelit apa maksudmu?"
Humairah tersenyum lagi, "Apa yang akan kau rasakan ketika aku mengatakan bahwa aku dan kak Aisyah adalah adik kakak?"
Alif lagi-lagi mengernyitkan dahi merasa ada yang perlu dikoreksi dari perkataan Humairah.
"Humairah."
"Aku tidak sedang bercanda sayang, ayo ku tunjukkan sesuatu," ajak Humairah menuntun suaminya untuk ikut ke kamar.
Perempuan yang hanya memakai dress rumahan itu mengeluarkan sesuatu dari laci lemari, menunjukkan sebuah kalung dan album photo masa kecilnya yang ia bawa dari rumah papa Imran.
Alif tertegun saat melihat banyak gambar Aisyah kecilnya di sana, iya Alif mengingat jelas senyum gadis kecil yang memiliki pipi gembul yang berlesung pipi. Gadis umur enam tahun yang pernah ia dan Daffa tolong dari tersesat di hutan, lalu sering bertemu saat tahu Aisyah kecil mereka ternyata tinggal tidak jauh dari tempat mereka bersekolah.
"Kenapa kau bisa punya gambar ini?" tanya Alif penuh selidik.
"Kau tahu siapa ini?"
"Dia dia dia yang ku sebut my Aisyah, maaf...." jawab Alif terbata, namun ia langsung meraih tangan Humairah ketika istrinya hanya diam tidak menjawab.
"Jangan cemburu, dia hanya kenangan masa kecil. Anggap saja cinta monyet, sekarang aku mencintaimu, photo ini tidak merubah apapun, itu hal konyol yang biasa dirasakan oleh remaja yang baru menginjak pubertas, tidak bisa melihat anak gadis cantik sedikit langsung jatuh cinta, huh ini membuat ku malu."
Humairah tersenyum namun belum menjawab, kembali Alif menatapnya serius.
"Darimana kau dapatkan ini? Ini benar gambar Aisyah dan ini juga benar papa Imran," ucap Alif lagi setelah memperhatikan dengan benar photo Aisyah kecil bersama ayah dan ibunya.
"Apa kak Aisyah tidak mengatakan padamu bahwa papa Imran punya anak lain selain dia?" tanya balik Humairah.
Alif menggeleng lagi, "Dia bilang karena papa Imran dan mama Rania tidak punya anak maka dia diadopsi dari panti asuhan."
"Tidak punya anak? Panti asuhan?" Humairah bergumam kecil, ia tidak menyangka Mayang yang ia anggap kakaknya sendiri itu bisa mengaku hal yang demikian.
Alif mendengarnya, "Iya, aku juga tidak menyangka kenapa ada photo semacam ini, Aisyah kecilku bersama papa Imran dan mama Rania? Ini membingungkan, terlebih kau sayang... Katakan padaku darimana kau dapatkan ini? Apa hubungannya dengan mu?" tanya Alif serius.
Humairah menatap suaminya tak kalah serius.
"Aku tidak tahu alasan kenapa kak Aisyah bisa berbohong dengan memberikan keterangan palsu tentang darimana dia berasal hingga diadopsi papa Imran, satu hal yang harus kau ketahui dan percaya bahwa Aisyah kecilmu ini adalah putri kandung papa Imran dan mama Rania, seperti yang terlihat di gambar ini," jelas Humairah.
"Berbohong?"
Alif memperhatikan lagi secara detail photo yang ia lihat, ada banyak kenangan di sana.
"Dan mas Alif harus tahu pula dengan siapa kau berhadapan sekarang," sambung Humairah.
Alif menatapnya seakan mencari arti dari obrolan mereka saat ini.
"Tidakkah kau merasa ada yang mirip diantara aku dan gadis kecil ini?"
Alif mengernyitkan dahi kebingungan.
"Tidakkah kau merasa kami sama-sama memiliki lesung pipi?"
Humairah sengaja menampilkan senyum hingga lesung pipinya terlihat, ia dekatkan pipi nya agar Alif bisa menatap dengan jelas.
"Sayang ayolah jangan membuatku bingung, lesung pipi adalah hal biasa setiap orang bisa memilikinya, yaaaa meski ku akui kalian memang mirip sedikit bahkan aku merasakannya diawal pertemuan, mungkin karena lesung pipi ini salah satunya," jawab Alif polos.
"Baiklah," ucap Humairah kesal, suaminya sama sekali tidak peka.
Humairah beranjak meninggalkan Alif, namun lelaki itu segera menangkapnya.
"Humairah apa maksudmu? Kita belum selesai bicara, baiklah aku cukup lelah dengan pekerjaan di kantor jadi otakku sedikit lebih lambat berpikir sekarang, ayolah sayang katakan saja apa yang ingin kau sampaikan dengan semua ini, jangan membuat teka teki disaat otakku sedang tidak bekerja dengan baik seperti sekarang," ucap Alif memohon, ia cukup penasaran atas apa yang Humairah katakan saat ini.
Menarik nafas dalam-dalam Humairah yang menahan kesal akhirnya mengatakan, "Akulah orangnya, maksudku.... Aku dan gadis kecil dalam photo ini adalah orang yang sama," tegas Humairah.
"Sayang ayolah jangan bercan----"
Alif menggantungkan ucapannya, lelaki ini terdiam sejenak lalu memperhatikan lagi kalung yang baru saja Humairah kenakan dan menatap lagi photo Aisyah kecil di album. Ia lakukan berulang kali.
"Apa?" Alif terkejut.
Humairah mengangguk sambil tersenyum.
"Sayang jangan bercanda."
Humairah memajukan bibirnya, "Kau tidak percaya?"
Alif mengusap wajahnya kesal kenapa ia baru tersadar sekarang.
Lelaki itu mengangkat tubuh Humairah memeluknya dengan gerakan memutar, "Humairah jangan bercanda," ucapnya lagi seakan belum percaya.
"Aku tidak bercanda mas Alif," bentak Humairah kesal, ia memukul punggung suaminya dengan manja.
Hingga mereka menjatuhkan diri ke ranjang, Alif menatap wajah perempuan itu sangat dekat.
"Benarkah?"
Humairah mengangguk.
"Kau adalah yang ku sebut my Aisyah?"
Humairah mengangguk lagi.
"Kau Aisyah ku yang hilang?"
"Aku tidak hilang."
"Sayang katakan sesuatu tentang kita?"
"Iya, kau dan mas Daffa menolongku ketika tersesat, kau memberiku roti saat perutku berbunyi. Kau ingat dasi sekolahmu yang kau gunakan membalut luka di kakiku yang terinjak kayu tajam? Kau menggendongku dipunggung hingga keluar hutan, kalian ingin mengantarku pulang tapi aku tidak ingat jalan. Dan kita mulai sering bertemu dalam beberapa hari saat aku dan ibuku tinggal tidak jauh dari sekolahmu, kalian juga sering membawaku bermain lagi ke danau sebelum aku pindah dari kost."
"Aku mengingatnya sekarang mas Alif, aku ingat semuanya, untuk inilah aku berniat mengajak mu ke suatu tempat yang seharusnya kita pergi sore ini, tapi sayang aku lupa mengabarimu bahwa aku bertemu papa Imran hari ini, karena terlalu bahagia aku lupa niat mengajakmu ke danau," sambung Humairah lagi.
Alif terdiam dan tertegun, ia mendengar jelas setiap kata yang keluar dari Humairah saat ini.
"Sayang jangan bercanda," lagi lagi Alif mengatakan hal yang sama, namun kali ini ia menjatuhkan wajahnya di leher sang istri, siapa yang menyangka bahwa lelaki ini kembali menangis di sana.
Membuat Humairah menghembus nafas kasar, kenapa suaminya jadi cengeng beberapa hari ini.
"Mas Alif tidak bahagia bertemu dengan gadis kecil itu lagi? Kenapa menangis disaat berita bahagia, kau membuat ku kesal," ucap Humairah mengacak-acak rambut suaminya dengan gemas.
Alif tidak menjawab, entah apa yang ada dalam pikiran maupun perasaannya saat ini setelah mendengar kenyataan bahwa istri pertama yang pernah ia sakiti itu adalah gadis kecil yang membuatnya jatuh cinta pertama kali diusianya yang baru menginjak remaja.
Gadis yang ingin sekali ia pacari saat itu jika tidak mengingat Aisyah masih sangat kecil untuk tahu pacaran, maka ia berniat untuk menjaga gadis itu sampai dewasa hingga ia bisa bebas langsung melamarnya saja jika Aisyahnya tidak hilang hari itu, tidak pindah seperti keterangan pemilik kost, sejak saat itu mereka tidak pernah lagi bertemu meski Alif telah dewasa dan mapan untuk melamar seorang gadis.
"Humairah, maafkan aku....." lirih Alif dalam tangisnya.
"Sayang ayolah berhenti menangis, kau membuatku ingin tertawa, mana ada lelaki cengeng!" kesal Humairah lagi.
"Katakan padaku sekali lagi bahwa kau memang Aisyahku yang dulu kecil tapi sekarang bahkan sudah dalam dekapanku tanpa ku sadari, menjadi istriku wanita yang pernah ku sia-siakan, tapi malah membuatku jatuh cinta berkali-kali seperti ini," ucap Alif yang saat ini menatap Humairah dengan wajah memelas.
Humairah mengangguk.
"Ya Aisyah Humairah berjanjilah kau tidak akan meninggalkan ku karena aku pernah berbuat salah padamu diawal pernikahan, percayalah bukan karena aku tahu hari ini namun memang benar aku mencintaimu sebagai istriku meski terlambat, namun karena kau mengatakan ini sekarang aku merasa perasaanku bertambah berkali lipat dari sebelumnya."
"Hmmmm sulit dipercaya," goda Humairah sambil mengelap sisa airmata suaminya.
"Aku mencintaimu Aisyah Humairah."
Humairah tersenyum, mereka berciuman cukup lama sampai Alif melepas Humairah lalu bertanya lagi.
"Kemana kau pindah selama ini? Kenapa bisa kau dan papa Imran...?"
"Aku pulang kampung mengikuti ibuku yang sekarang, bukan hanya berpisah dengan mu tapi aku juga berpisah dengan orangtua kandungku papa Imran dan mama Rania. Aku lupa masa kecilku dalam waktu yang lama, sampai beberapa hari lalu mas Daffa bertemu denganku di danau, disanalah aku mengingat semuanya," jawab Humairah.
Alif mengerutkan dahi.
"Daffa?"
"Iya," jawab Humairah singkat.
"Tunggu dulu, sayang jika kau putri kandung papa Imran lalu kenapa Aisyah mengatakan papa dan mama tidak memiliki keturunan hingga dialah satu-satunya yang diadopsi?"
"Kau tahu siapa yang meninggalkan ku di hutan?"
"Iya, kakak jahat yang tidak datang-datang menjemput mu bukan? Aku lupa kau pernah menyebut namanya."
"Iya, dia adalah kak Mayang, nama kecilnya sebelum diadopsi adalah Mayang Sari, dia bukan dari panti asuhan melainkan adalah putri dari seorang pelayan mamaku, ibu Aini yang sekarang adalah ibu yang membesarkanku, dia adalah yang kau kenal sebagai Siti Aisyah."
"Dia yang meninggalkan ku di hutan, lalu diadopsi dan dibesarkan oleh papa Imran dan mamaku, secara tidak langsung posisi kami tertukar dia tidak lain adalah kak Aisyah."
"Dia adalah istri keduamu, dan secara tidak langsung pula kita sudah saling terikat satu sama lain sejak dulu bahkan hingga sekarang," ucap Humairah menatap netra suaminya dengan serius.
Alif terkejut dan Wajahnya mendadak pias.
"Apa?"
*****
Alangkah panjangnya episode kali ini 😅😅 oke biar puassss, kemarin tidak up sy kasih 2000 kata untuk hari ini. 😘😘