Sekuel dari TOBATNYA SANG KETUA MAFIA.
Note: JANGAN NUMPUK BAB YA🚫
NOVEL INI MENGGUNAKAN HITUNGAN RETENSI❗
Velicia yang dikenal sebagai ratu mafia berusaha kabur dari perjodohan yang dilakukan oleh sang ayah, Dave Allen. Ia benci saat memikirkan akan menghabiskan sisa hidupnya dengan Darren si penjahat kelamin.
Velicia terpaksa bersembunyi di dalam masjid dan mengenakan sesuatu yang begitu asing baginya. Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan seorang laki-laki yang ia ketahui merupakan seorang ustadz.
"Astagfirullah! Kamu ... setan atau bidadari!" kaget seorang pria tampan dengan wajah bersinar. Saat itulah, pertama kalinya Velicia merasakan jantungnya berdegup tak biasa.
Ia akan membuat laki-laki itu jatuh cinta padanya kemudian memanfaatkannya demi memenangkan lahan milik warga yang menjadi incarannya sekaligus membuktikan eksistensinya sebagai ratu mafia.
Namun, akankah niat Velicia itu berhasil?
Atau ... senjatanya justru akan makan tuan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ratu 34
Anne bersikeras tidak mau di bawa ke rumah sakit. Apalagi, kondisinya yang saat ini sedang lemah justru beresiko untuk melakukan perjalanan jauh. Dave berencana untuk menyewa helikopter akan tetapi istrinya tetap saja menolak.
Anne merasa nyaman berada di tempat tinggal Arumi. Wanita itu menggunakan kursi roda di ajak jalan-jalan di sekitar desa oleh Velicia, putri semata wayangnya. Anne belum pernah merasakan perasaan damai yang begitu menentramkan seperti ini.
"Aku mau di sini saja, Dave. Tinggal bersama putri kita dan menantu. Lagipula, Max dan Arumi juga di sini. Aku tidak mau kembali lagi ke mansion," kata Anne sore itu.
"Sayang, sebaiknya kita kembali. Kita akan mengajak semuanya pergi dari sini. Tempat ini terlalu sederhana untukmu. Fasilitasnya terbatas. Apalagi, keadaanmu ini harus terpantau oleh medis. Sementara, rumah sakit di sini sangat jauh. Ayolah, An. Kita pulang," bujuk Dave, entah sudah yang ke berapa kalinya. Hasilnya, Anne lagi-lagi menggeleng. Menolak mentah-mentah ajakannya.
"Bawa semua fasilitas itu kesini, Dave. Bangunkan rumah untukku di sebelah bangunan milik Arumi. Itu kan ada tanah kosong. Untuk sementara, Arumi dan Max pasti tidak keberatan jika aku menumpang tinggal di tempat mereka," pinta Anne benar-benar serius. Dave tak bisa menolak. Apalagi dengan keadaan istrinya yang seperti itu. Dave takut menyesal jika kali ini tidak menuruti keinginan Anne.
Dave pun berbicara dengan Max. Tentu saja pria itu menyetujuinya. Kebetulan, tanah serta bangunan tua di sebelah rumahnya adalah milik almarhum pak Karso dan istrinya. Sedangkan di sebelahnya lagi adalah milik suaminya Naima yang merupakan kepala desa di sini. Tentu saja, Max dengan mudah akan mengaturnya.
Almarhum pak Karso dan istrinya telah mewakafkan tanah tersebut untuk kepentingan pesantren yang akan di bangun nanti oleh, Zayn. Karena itulah, ketika Dave membeli tanah itu, uangnya langsung di alokasikan untuk pembangunan pesantren nanti.
Dengan sigap dan gesit, Dave menggerakkan anak buahnya. Hingga tanpa menunda bangunan yang Anne inginkan segera di dirikan. Tentu saja hal tersebut langsung menyebar di seluruh penjuru desa. Dimana alat berat yang Dave datangkan besar-besar dan canggih. Anak-anak di desa itu berdecak kagum.
Dave berjanji setelah bangunan miliknya jadi, dia akan merenovasi rumah Arumi. Akan tetapi Arumi menolak dengan halus. Biarkan semua itu menjadi tanggung jawab putranya, karena nanti kediamannya itu juga akan menjadi hak waris bagi Zayn dan keturunannya.
Dave tentu tak bisa memaksa. Max dan Arumi benar-benar sudah merasa cukup dengan hidup sederhana mereka. Bahkan dua orang itu menolak segala fasilitas dari tekhnologi canggih yang ingin ia berikan.
Apa yang terjadi di desa itu tak luput dari pantauan Darren. Pria itu mengamuk di apartemennya setelah mendapatkan laporan dari anak buahnya. Namun, Darren sama sekali tidak ingin datang ke desa itu. Pria itu hanya menurunkan anak buahnya lebih banyak lagi. Darren bekerja sama dengan mafia kejam yang akan melakukan segala macam cara. Kelompok yang berhati dingin dan sadis sepertinya.
"Lakukan rencana itu segera! Mereka semua tidak berhak tertawa bahagia lebih lama lagi!" titah Darren dengan seringai sinisnya.
*
*
Hari ini, Zayn mengajak istrinya menemui Hira dan suaminya yang merupakan seorang Kyai. Pertemuan itu membicarakan mengenai pembebasan lahan yang belum menemukan titik terang, karena ada puluhan warga yang masih bersikeras mempertahankan tanah itu. Mereka memasang harga yang sangat mahal. Semua itu karena mereka tidak mau pesantren yang berdiri melainkan mall spektakuler.
Karena itulah, sang kyai mengagendakan pertemuan dengan para warga tersebut. Dengan bantuan beberapa narasumber untuk menjelaskan efek buruk jika pusat perbelanjaan modern tersebut benar-benar di bangun di desa mereka. Termasuk resiko kebangkrutan yang akan menyasar usaha kecil menengah yang banyak menghidupi sebagian warga desa tersebut.
Para warga tersebut meminta waktu tiga hari untuk memikirkan keputusan terakhir mereka. Zayn dan kyai tersebut merasa lega. Setidaknya apa yang mereka sampaikan di dengar dan akan di pikirkan. Namun, ada rencana busuk yang sedang di jalankan oleh anak buah mafia suruhan Darren.
"Manfaatkan waktu yang di minta para warga untuk kita melempar batu sembunyi tangan," kata Darren. Sang ketua mafia dengan mata sebelah itu menyeringai sebagai jawaban setuju.
"Pergilah, kerjakan dengan cepat!" titah Darren lagi. Ia sebenarnya muak bekerja sama dengan kelompok tersebut. Apalagi ketua mafia itu memiliki kebiasaan seks yang menyimpang. Darren, sebagai pencinta keindahan wanita tentu saja merasa jijik.
*
*
Malam ini, Zayn masih harus merelakan istrinya tidur terpisah darinya. Walaupun Velicia berjanji tidak akan membatalkan syahadatnya dalam artian pernikahan mereka tetap berjalan semestinya. Zayn masih belum bisa berharap banyak. Velicia masih berfokus akan kesehatan Anne.
"Maaf, malam ini aku harus menemani mommy lagi," kata Velicia seraya memegang tangan Zayn.
"Aku mengerti. Aku ridho," jawab Zayn dengan senyum hangatnya. Velicia pun melakukan hal yang sama, ia tersenyum sangat manis di balik cadarnya. Hingga Zayn harus menelan ludahnya kala melihat mata indah Velicia menyipit. Di rumah ini banyak orang. Ia tak mungkin mencium istrinya sembarang tempat. Sabar, itu lah kata-kata yang ia bisikkan dalam hatinya.
"Terima kasih. Kau suami yang baik, Zayn. Kau pria yang menyenangkan. Tidak ada alasan bagiku untuk membatalkan pernikahan kita. Aku merasa nyaman di sini, bersamamu dan keluargaku," kata Velicia lagi yang mana mampu mendatangkan ribuan kupu-kupu ke dalam hati seorang Zayn.
"Ini, kalimat yang sangat manis. Semoga, Mommy-mu juga segara login ke dalam agama kita. Itu akan lebih bagus," kata Zayn dengan senyumnya yang terkembang sempurna.
"Aku pun berharap begitu." Velicia tersenyum dan menatap wajah tampan di hadapannya itu dengan lekat. Ia membuka cadarnya ketika di rasa tak ada anak buah sang ayah berkeliaran di sana. Zayn pun sontak mengedarkan pandangannya.
"Kenapa dibuka, sih? Kalau ada yang lihat bagaimana?" protes Zayn.
"Memangnya kamu, gak mau nyium aku dulu gitu?" tantang Velicia dengan senyumnya yang mampu menggoda iman seorang Zayn.
GLEK!
Zayn menengok kiri dan kanan dahulu, lalu ...
CUP!
Bibirnya berhasil mendarat dengan cepat dan lembut pada kedua pipi istrinya.
"Di sini belum," kata Velicia seraya menunjuk bibirnya.
Zayn pun mendaratkan ciuman di sana cukup lama. Hingga suara deheman terdengar di belakang keduanya.
"Itu Daddy," bisik Velicia, sambil menertawakan wajah suaminya yang seketika pucat karena panik.
"Malam ini, Daddy yang akan menemani mommy. Kau temani suamimu saja," kata Dave. Ia merasa bersalah telah memisahkan putrinya dengan anak menantunya itu beberapa malam ini.
"Ah, itu tidak apa, Dad. Zayn setuju kok. Vel, malam ini temani mommy saja." Dengan wajah merah padam Velicia meninggalkan kedua pria itu.
"Maafkan putriku, Zayn."
"Tak apa, Paman." Zayn mengangguk dengan senyum ramahnya.
"Bukan itu. Tapi, karena dia sempat memanfaatkanmu sebelumnya." Dave berjalan mendekat kemudian menepuk bahu Zayn.
"Semua adalah takdir yang Allah skenariokan untuk kita semua, Paman. Dan, saya sangat bersyukur karena itu." Dave tersenyum lega mendengar penuturan bijak seorang pemuda seperti Zayn.
Suasana tenang tersebut ternyata tak berlangsung lama.
Terdengar teriakan para warga desa bersahut-sahutan dengan suara kentongan.
"KEBUN KETELA KEBAKARAN! TAMBAK DI RACUN! TERNAK DI BUNUH!"
"PANGGIL USTADZ ZAYN!"
aku tak otw ke lapak papa Dave 🤭