Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 34 ~ Panda Jatuh Cinta
“Mas Pandu nolak aku? Memang gimana Bunda ngomongnya, kok bisa dia langsung nolak aku?” Citra mencecar Kemala. Saat ini kedua wanita itu berada di kamar Citra, membicarakan apa yang direncanakan sebelumnya.
“Hush, jangan teriak. Nanti kedengaran dari luar, nggak enak.”
“Alasan mas Pandu menolak aku itu apa?”
“Bunda nggak ngerti, malah belum sempat bilang apa-apa. Dia sendiri temui bunda di butik terus sampaikan yang tadi Bunda bilang.”
“Datang ke butik?” tanya Citra tidak percaya dengan yang disampaikan Kemala.
“Hm.”
“Pasti karena Dara, dia sudah tikung aku Bun. Bunda jangan bela dia karena aku bukan anak kandung Bunda dong.”
“CItra, mana ada Bunda lakukan itu. Kamu jangan picik, belum tentu juga Pandu begitu karena Dara. Dia bilang sudah ada gadis lain di hatinya.”
Citra berdecak dan mengalihkan pandangan. Sudah pasti karena kedekatan bersama Dara yang membuat Pandu enggan membuka hatinya. Yang ada di benaknya, entah pelet apa yang digunakan Dara sampai bisa menaklukan pria-pria hebat. Sebelumnya Harsa dan sekarang pandu. Bahkan Surya dan Jaya terlihat lebih menghargai perempuan itu.
“Bunda ke kamar dulu, istirahatlah. Jodoh tidak akan kemana, kalau memang Pandu jodohmu dia pasti datang.”
Mulut Citra mengumpat kasar setelah kepergian Kemala. Rasanya tidak rela kalau Pandu sampai memilih Dara, apalagi Harsa juga sudah tidak meresponnya.
“Lihat saja nanti, aku tidak akan biarkan kamu dengan Pandu. Kembali saja pada Harsa.”
***
“Mana babang ganteng?” tanya Vio yang sejak tadi mengekor langkah Dara. Saat ini mereka sudah keluar dari hotel dan Dara menunggu kedatangan Pandu.
“Itu kayaknya,” tunjuk Dara hanya dengan tatapannya.
“Busyet, mobilnya bro. Kita kerja seumur hidup belum tentu bisa nabung buat beli yang kayak gitu. Lo cepet deh nikah sama itu laki, biar bisa merubah nasib. Jangan lupa sama gue ya, yang penting kasih kerjaan yang bisa merubah hidup gue."
“Ngomong apaan sih, aku pulang ya.”
Mobil Pandu sudah berhenti tidak jauh dari kedua perempuan itu berdiri. Vio sempat merengek ikut sampai kontrakannya dan hanya dibalas oleh Dara dengan menjulurkan lidah.
“Langsung pulang, nggak usah mampir ke hotel lain,” ujar Vio dan Dara hanya menunjukan kepalan tangannya.
Pandu keluar untuk membuka pintu dan mempersilahkan Dara masuk, sempat berbisik mengucap salam dan mengingatkan untuk mengenakan seat belt.
“Ayo jalan!”
“Mau mampir ke mana dulu?” tanya Pandu sambil kembali melaju.
“Langsung pulang, aku udah ngantuk.”
“Makanannya habis nggak?” tanya Pandu lagi sambil fokus dengan kemudi.
“Berdua sama Vio, menunya kebanyakan,” sahut Dara lalu menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata.
Pandu menoleh sekilas dan tersenyum lalu kembali fokus pada kemudi. “Papi sudah pulang.”
“Hah, benarkah?”
“Hm, tadi siang,” jawab Pandu. “Aku sarankan tidak usah temui beliau dulu. Ada masalah di perusahaan, dia akan fokus dengan hal itu.”
“Apa yang lain tidak bisa mengatasi sampai Opa harus juga turun tangan.”
Pandu menghentikan mobilnya karena lampu lalu lintas, lalu menoleh ke samping. Menjelaskan bukan masalah tidak ada orang yang mampu mengatasi masalah, hanya saja masalah itu disebabkan dari dalam.
“Mas Harsa?”
“Hm. Tidak fokus sampai buat masalah, mungkin sedang ada masalah dengan Citra.”
“Iya, ya. Kenapa juga mereka belum menikah, lama-lama perut Citra keburu besar.”
Pandu terkekeh, ternyata Dara memang sepolos dan sebaik itu. Tidak paham juga kalau semua itu adalah kebohongan Citra, untuk mendapatkan Harsa.
“Kamu masih percaya kalau CItra hamil?” Pandu kembali menggerakan roda empatnya karena lampu sudah berganti hijau. “Sebagai sesama laki-laki, aku tahu kenapa Harsa menolak bertanggung jawab karena kalau Citra hamil sudah pasti bukan anaknya.”
“Masa sih, Citra seperti itu?”
“Jangan bicarakan orang lain, bagaimana kalau kita bicarakan masalah … kita,” usul Pandu.
“Ada apa dengan kita?”
Mobil itu perlahan menepi dan berhenti, Dara bahkan sampai menatap sekitar memastikan ada masalah apa sampai Pandu malah berhenti. Padahal sekarang sudah lewat dari jam sebelas malam.
“Mas, kok berhenti?”
“Ada apa dengan kita? Kamu masih tanya?”
“Memang ada masalah apa dengan kita?” Dara balik bertanya.
“Aish.” Pandu mengusap wajahnya. “Masalah kita, aku tidak ingin ada lagi Katro-katro lain yang dikenalkan denganmu. Hindari juga Harsa dan aku akan bicara dengan Bundamu mengenai hubungan kita.”
“Mas, aku ‘kan belum jawab perasaanku untuk kamu.”
“Tidak perlu dijawab, memang kamu rela kalau aku beralih pada CItra atau Citra yang lain.”
Entah mengapa rasanya seperti sesak membayangkan kalau Pandu merespon CItra bahkan bersikap lebih dari itu. Dia sudah merelakan Bunda yang lebih banyak memperhatikan Citra, meski perempuan itu bukan saudara kandungnya. Tidak masalah, karena Citra lebih butuh kasih sayang seorang Ibu. Terlihat dari karakternya saat ini. Harsa, Citra dengan sadar merebut pria itu. Untuk yang satu ini, Dara juga bersyukur karena terungkap sudah bagaimana seorang Harsa yang mudah sekali membuka hatinya untuk perempuan lain termasuk juga membuka pakaiannya. Untuk Pandu, rasanya tidak rela dirinya harus berbagi dan mengalah pada perempuan yang tidak tahu bersyukur dan terima kasih.
“Bagaimana?” tanya Pandu.
“Mas, aku masih simpan gunting dan …..” Pandu langsung merebut tas yang resletingnya hendak dibuka oleh Dara lalu diletakan di jok belakang.
“Aku masih bisa cium sampai kamu kewalahan kalau berani macam-macam dengan rambutku. Kamu tidak rela aku dengan perempuan lain ‘kan? Di sini,” tunjuk Pandu pada dad4 Dara. “Sebenarnya sudah ada aku, hanya aku.” Pandu menatap Dara, meski dengan penerangan seadanya tapi bisa dirasakan kalau tatapan mereka mengandung … cinta.
“Bisa kita pulang sekarang?”
Pandu menghela nafasnya, lagi-lagi Dara mengalihkan perhatian.
“Dara Larasati, aku mencintaimu. Tidak peduli kamu jawab atau tidak, yang jelas kamu hanya milikku.”
“Jalan, cepat. Aku kebelet pip!s.”
“Astaga.” Pandu menyugar rambutnya lalu kembali melaju. “Ini bukan alasan kamu untuk menghindar ‘kan?”
“Bukan. Lagi pula aku ingin suasana lebih romantis mendengar kata cinta dari kamu bukan kayak tadi, di bawah tiang listrik dan penerangan lampu jalan.”
Pandu tergelak lalu menginjak gas agar laju mobil lebih cepat.
“Kalau nanti di kamar kamu dan ….”
“Berhenti aja Mas, aku naik taksi ke kosan. Lama-lama ngeri juga dekat kamu yang … mesum.”
“Mesum gimana? Kamu ingin suasana romantis, ya salah satu pilihannya di kamar kamu. Berdua saja, lampu temaram, aroma terapi lalu tidur dengan nyenyak.”
“Jangan-jangan semalam bukan pertama kali Mas Pandu menyelinap ke kamarku?”
Pandu terdiam, memang bukan pertama kali. Meski sebelumnya tidak sampai tertidur seperti semalam.
“Mas Pandu!”
“Aku hanya melindungi kamu, gimana kalau ada penjahat masuk ke kamar kamu. Bahaya ‘kan?”
“Penjahatnya kamu, Mas.”
“Aku jahat karena kamu sudah mencuri hatiku. Oke, my panda.” Pandu terkekeh lalu mengusap kepala Dara.
Lihat saja nanti, aku pasti ke kamarnya lagi.
\=\=\=\=\=\=
Pembaca : Gaskeun Mas Panda, jangan kasih kendor
Pandu : Ayolah thor, jangan kelamaan. Nggak sabar aku
Author : 🙄🙄
bener 2 meresahkanb dara fdan pandu
terbucin bucinlah kamu..
pegalan katacdisetiap kalimatmya teratur dan ini udah penulis profeaional banget , aku suka npvel seperti ini simple yo the point dan tak bertele tele..aku suka🥰🥰💪