Sikap anak dan suami yang begitu tak acuh padanya membuat Aliyah menelan pahit getir segalanya seorang diri. Anak pertamanya seorang yang keras kepala dan pembangkang. Sedangkan suaminya, masa bodoh dan selalu protes dengan Aliyah yang tak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu fokus pada rumah tangga dan ketiga anaknya. Hingga suatu hari, kenyataan menampar mereka di detik-detik terakhir.
Akankah penyesalan anak dan suami itu dapat mengembalikan segalanya yang telah terlewatkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PAS 34
Byurrr ...
Dengan amarah yang membuncah, Emak Laila menyiramkan kopi yang dibuatnya untuk Amar ke atas kepala menantunya itu. Dadanya naik turun. Emak Laila tidak terima atas perbuatan yang telah Amar lakukan pada putri semata wayangnya.
Anak perempuan yang bertahun-tahun ia nantikan kehadirannya. Anak perempuan yang saat ia tahu telah hadir di dalam rahimnya membuat hidupnya sangat sempurna. Anak perempuan yang setelah lahir selalu ia jaga dan didik sebaik mungkin. Anak perempuan yang ia besarkan dengan penuh cinta. Anak perempuan yang ...
Emak Laila tak mampu membendung air matanya. Ia benar-benar kecewa dengan menantunya itu.
Bagaimana ia bisa menyakiti putri semata wayangnya?
Bagaimana ia bisa menyia-nyiakan putrinya yang baik hati itu?
Emak Laila sakit. Sakit sekali.
Begitu juga yang dirasakan Abah Ahmad. Bahkan air matanya telah menetas membayangkan penderitaan yang dialami putri semata wayangnya itu.
Ingin sekali Abah Ahmad membalas kekejaman Amar pada sang putri, tapi laki-laki yang keras apalagi kasar. Bahkan untuk memukul saja, Abah Ahmad merasa berat.
"Bajingaan kau, Amar! Apa begini sifat seorang laki-laki yang baik? Kau sangat keji. Kenapa kau begitu tega menyakiti putri Emak dan Abah, hah? Jikalau kau tidak menginginkannya lagi, kenapa tidak kau kembalikan saja Aliyah pada kami. Meskipun kami hanya orang kampung, kami masih sanggup menghidupi anak kami termasuk cucu-cucu kami. Bukannya kau sakiti seperti itu," ucap Emak Laila menggebu-gebu.
Amar menyeka air kopi yang membasahi kepala hingga ke leher dan mengalir ke pakaiannya. Untung saja kopi itu tidak begitu panas lagi. Bila masih, dapat dipastikan kulit kepala, wajah, hingga leher Amar akan melepuh.
Amar masih menundukkan kepalanya. Ia terima segala yang akan kedua orang tua Aliyah lakukan padanya. Ia sadar, ia memang salah. Dirinya memang laki-laki bajingaan. Sungguh, kini ia merasa malu sendiri. Ia merasa tak pantas bersanding dengan perempuan sebaik Aliyah.
"Kenapa kau sakiti putri Abah, Amar? Seharusnya kau pulangkan saja Aliyah kepada bapak. Bapak takkan marah. Daripada kau sakiti Aliyah, hati abah sakit, Nak. Seandainya membunuh tidak berdosa, Abah sudah akan membunuh kamu. Abah akan membalaskan dendam anak Abah. Tapi ... Abah tidak sekejam itu. Abah takut dosa. Abah juga kasihan anak-anak bila mendadak jadi yatim," ucap Abah Ahmad pelan dan lirih.
Amar yang mendengar ungkapan kekecewaan sang ayah mertua pun ikut menitikkan air mata. Ia merasa menjadi manusia terkejam di dunia karena telah menyia-nyiakan istrinya yang nyaris sempurna.
"Amar salah, Bah. Amar menyesal. Amar memang laki-laki yang tidak tahu cara bersyukur. Seandainya Amar pandai bersyukur, semua ini pasti takkan terjadi," ucap Amar yang masih bersimpuh di hadapan kedua orang tua Aliyah.
"Bagaimana keadaan Aliyah saat ini? Apa dia sudah keluar dari rumah sakit?" lanjut Abah bertanya. Raut wajahnya terlihat jelas kalau ia begitu mengkhawatirkan Putri semata wayangnya tersebut.
Amar menggeleng, kemudian ia kembali menceritakan keadaan Aliyah saat ini yang jelas saja membuat mereka berdua syok.
"Apa? Jadi saat ini dia koma dan harus segera di operasi?" seru kedua orang tua dari Aliyah tersebut dengan perasaan yang tidak karu-karuan.
Amar mengangguk dengan wajah sendu. Tak butuh waktu lama, mereka pun segera bersiap kembali ke kota untuk mengantarkan dua pasangan paruh baya tersebut melihat keadaan anaknya.
Sesampainya di rumah sakit kota, Emak Laila tak henti-hentinya menangis. Pantas saja ia sering sekali bermimpi akhir-akhir ini. Mimpi tentang sang anak yang berdiri di lapangan tandus seorang diri dengan wajah sendunya. Bayang-bayang masa kecil Aliyah pun ikut masuk ke dalam mimpinya. Siapa sangka, mimpi-mimpi yang ia kira hanya bunga tidur tersebut merupakan sebuah petunjuk kalau sang anak sedang tidak baik-baik saja.
Begitu pula Abah Ahmad. Ia menangis tersedu tanpa suara. Bulir demi bulir bening mengalir deras dari pelupuk matanya. Mereka tak kuasa melihat anak kesayangan mereka terkapar tak berdaya seperti ini.
"Kamu jahat, Amar. Kenapa kau perlakukan anak kami seperti ini? Kenapa kamu begitu tega? Apa salah dia sampai kau sejahat itu padanya? Padahal dia istrimu. Ibu dari anak-anakmu, tapi ... Hiks ... "
Emak Laila memukul dadanya yang sesak. Ia benar-benar tak sanggup melihat Aliyah seperti ini.
Amar hanya bisa tertunduk. Ia tahu dan ia sadar, perbuatannya sudah benar-benar keterlaluan. Bahkan mungkin tak termaafkan.
"Jadi kapan operasinya?" tanya Abah Ahmad memastikan.
"Segera setelah Amar menandatangani perjanjian. Untuk itu, Amar menemui emak dan Abah untuk meminta izin. Amar tidak bisa mengambil keputusan besar ini sendirian. Meskipun Aliyah sudah jadi tanggung Amar, tapi untuk hal ini kalian pun memiliki hak yang sama," papar Amar.
"Apakah operasi ini pasti bisa menyembuhkan Aliyah?" tanya emak Laila memastikan.
Amar menggeleng, "dokter hanya bisa berusaha, sementara kita hanya harus berdoa semoga operasi berjalan lancar. Siapa tahu setelah operasi selesai, Aliyah bisa segera membuka matanya."
Kedua orang tua Aliyah pun mengangguk. Meskipun mereka marah dan kecewa dengan Amar, tapi untuk saat ini mereka kesampingkan dulu kekecewaan dan amarah mereka sebab ada yang lebih penting dari itu semua, yaitu kesembuhannya Aliyah.
Hari operasi telah ditentukan. Jelas saja, hal tersebut menjadi buah pikiran Amar. Namun sebisa mungkin Amar tetap melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Apalagi ia sedang mendapatkan tugas dari sang atasan untuk membuktikan kredibilitas dirinya sebagai seorang karyawan.
Hari ini Amar kembali lembur. Apalagi tenggat waktu proposal tinggal dua hari lagi, jadi ia akan menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Lalu bagaimana dengan Budi? Ia sudah pulang lebih dulu. Mana pernah ia ikut lembur.
"Mas, ini udah sore lho! Iita pulang aja yuk! Kan masih ada besok untuk menyelesaikannya," ujar Nafisa yang sengaja belum pulang. Ia justru terus mendekati Amar agar pulang dengannya.
"Kalau kau mau pulang, ya pulang aja. Aku nggak nyuruh kamu ikut nunggu aku di sini kan," ujar Amar acuh tak acuh.
"Mas, kok makin hari kamu makin acuh tak acuh sih sama aku? Padahal kita udah dekat banget sebelumnya, tapi sekarang ... " Nafisa memasang wajah sendu.
"Aku biasa aja kok. Itu mungkin cuma pikiran kamu aja. Ya udah, sebentar lagi aku selesai. Kamu beresin barang-barang kamu gih!"
Mendengar Amar mau pulang dengannya, binar di wajah Nafisa seketika bersinar. Ia pun segera kembali ke mejanya untuk membereskan barang-barangnya. Sementara itu, Amar lebih dulu mengamankan berkas-berkasnya. Ia juga menyalin filenya dan mengamankannya. Tak lupa ia mengotak-atik komputernya terlebih dahulu.
Setelah selesai, Amar pun segera meraih tasnya. Di saat bersamaan, Nafisa pun datang lalu mereka pun segera berjalan menuju lift bersamaan.
"Duh, kok aku jadi tiba-tiba kebelet pipis ya! Mas, turun aja duluan ya, aku mau pipis dulu. Sebentar aja," ujar Nafisa sebelum pintu lift benar-benar tertutup. Nafisa pun gegas keluar dari dalam lift. Sementara itu, Amar sudah berada di dalam lift yang bergerak menuju lantai satu.
...***...
Maaf baru sempat update sekarang. Semalaman benar-benar ngantuk. Makan aja lewat saking ngantuknya. 😂 Siang juga nggak sempat. Semoga aja entar malam bisa update lagi.
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
𝐭𝐨𝐢𝐥𝐞𝐭 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐫𝐚𝐡𝐢𝐦 𝐢𝐛𝐮
𝐝𝐨𝐚 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐨𝐚 𝐢𝐛𝐮
𝐠𝐞𝐧𝐝𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐫𝐭𝐦 𝐚𝐧𝐤 𝐠𝐞𝐧𝐝𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮
𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮 𝐥𝐚𝐡 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐠 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠𝐢 𝐚𝐧𝐚𝐤𝟐𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐬𝐤𝐢𝐩𝐮𝐧 𝐛𝐥𝐦 𝐭𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐫𝐮𝐩𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐧𝐲𝐚 😭😭😭😭😭
𝐜𝐢𝐫𝐢𝟐 𝐦𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐭𝐮𝐫𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐣𝐣𝐚𝐥
𝐝𝐫𝐩𝐝 𝐡𝐝𝐮𝐩 𝐦𝐚 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐤 𝐬𝐢𝐟𝐚𝐭 𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐤 𝐝𝐚𝐣𝐣𝐚𝐥
𝐦𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐣𝐚𝐧𝐝𝐚 𝐭𝐩 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚
𝐝𝐫𝐩𝐝 𝐩𝐧𝐲 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐭𝐩 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚
𝐦𝐚𝐦𝐚𝐦 𝐭𝐮 𝐚𝐦𝐚𝐫 𝐬𝐮𝐤𝐮𝐫𝐢𝐧