Penyesalan Anak Dan Suami

Penyesalan Anak Dan Suami

PAS 1

"Aliyah ... " teriak Amar, suami Aliyah.

"Iya, sebentar," sahut Aliyah dari dapur. Ia sedang memasak sarapan untuk keluarga kecilnya.

"Aliyah, kemejaku yang warna biru mana? Cepat kemari! Lelet amat jadi orang," pekik Amar lagi dari dalam kamarnya.

Aliyah yang saat itu sedang menggoreng ayam pun segera mengecilkan api kompor agar tidak gosong. Dengan langkah panjang, Aliyah berjalan menuju kamarnya dan suaminya.

"Ada apa, Mas?" jawab Aliyah dengan nafas ngos-ngosan. Telapak tangannya menyeka keringat yang bercucuran karena sejak bangun subuh tadi ia belum sempat beristirahat.

"Ada apa? Dasar kuping budek. Mana kemeja biruku? Cepat cari!" sentak Amar ketus.

Aliyah pun gegas membuka lemari dan mencari pakaian yang dimaksud.

"Kenapa nggak pake kemeja yang sudah aku siapin aja sih, Mas? Daripada repot-repot cari kayak gini," ujar Aliyah sambil mencari kemeja biru yang dimaksud Amar.

"Tidak usah banyak protes. Lakukan saja apa yang aku suruh," ketus Amar. Aliyah hanya bisa menghela nafas panjang. Entah mengapa makin hari sikap suaminya makin ketus dan kasar padanya.

"Ibu ... ibu, kenapa seragam putih Nana nggak ibu setrika sih? Lecek gini," pekik Nana, anak pertama Aliyah dan Amar.

"Emang ibumu ini pemalas. Padahal seharian berada di rumah, tapi kerjaannya masih aja nggak ada yang becus. Entah apa yang dikerjakan ibumu ini. Pasti sibuk ngerumpi di rumah tetangga atau nggak tidur-tiduran melulu," sahut Amar memojokkan Aliyah.

"Astaghfirullah Mas, mana pernah aku ngerumpi di rumah tetangga apalagi tidur-tiduran. Boro-boro mau tidur, baru aja mau rebahan, ada aja tingkah Gaffi sama Amri," jawab Aliyah apa adanya. Gaffi dan Amri adalah anak kedua dan ketiga Aliyah dan Amar. Gaffi berusia 5 tahun, sedangkan Amri baru berusia 2 tahun.

Amar mendelik tak suka saat Aliyah justru menjawab kata-katanya.

"Kamu makin hari makin melawan ya! Udahlah, nggak usah bohong. Kalau kamu emang nggak ngerumpi sama tidur-tiduran aja, kenapa pekerjaan kamu nggak ada yang beres? Sok sibuk aja terus. Padahal cuma di rumah aja kerjanya. Mana penampilan makin hari makin kucel, kumel, dan dekil. Jadi perempuan kok nggak becus amat," omel Amar panjang lebar. Aliyah hanya bisa beristigfar dalam hati, meminta kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi sikap suaminya yang makin semena-mena padanya.

Baru saja Aliyah hendak membuka mulut menyahuti kata-kata Amar, tapi suara si sulung menginterupsinya.

"Bu, aku mau sekolah ini. Buruan setrikain sekarang," seru Nana sambil melemparkan seragam sekolahnya ke arah Aliyah yang lan reflek ditangkap Aliyah.

"Nana, kamu kan sudah besar. Sudah bisa setrika sendiri. Ibu masih sibuk. Mau buat sarapan," ucap Aliyah seraya memberikan seragam sekolah itu lagi pada Nana.

"Nggak mau. Nana nggak bisa. Kalo ibu nggak setrikain, Nana nggak mau sekolah," ketus Nana sambil melemparkan kembali bajunya kepada sang ibu. Lalu ia segera membalikkan badannya dan pergi dengan jalan dihentak-hentakkan.

"Nana, ibu masih banyak kerjaan ... "

"Setrika aja sebentar kenapa sih? Kalau setrikanya kena tangan Nana bagaimana, hah?"

"Tapi Mas, aku ... " Tiba-tiba kedua orang itu mencium bau gosong. "Astaghfirullah, aku hampir lupa. Aku sedang menggoreng ayam untuk Gaffi dan Amri," pekik Aliyah sambil berlari menuju dapur.

Aliyah hanya bisa menghela nafas kasar saat melihat ayam gorengnya sudah terlanjur gosong. Aliyah memijit pelipisnya yang sejak tadi merasa pening, tapi ia tahan-tahan.

"Kamu ini, goreng ayam saja tidak becus," omel Amar lagi. Ingin Aliyah menyanggahnya, tapi Aliyah telan keinginan itu. Ia justru memilih membuatkan kopi untuk sang suami.

"Bu, ayam goyeng Affi ana?" tanya Gaffi yang meski usianya sudah menginjak 5 tahun, tapi belum bisa berbicara dengan jelas.

"Sebentar ya, Nak. Ibu buat kopi ayah dulu," tukas Aliyah sambil menuangkan air panas ke dalam cangkir kopi.

"Ibu, baju Nana disetrika belum?" teriak Nana dari dalam kamar.

"Bu ... huaaa ... " tiba-tiba terdengar teriakan si bungsu Amri dari arah ruang tamu. Teriakan itu kini berubah menjadi raungan tangis yang membuat Aliyah khawatir terjadi sesuatu pada Amri. Aliyah pun segera meletakkan kopi untuk Amar dan berlari dengan tergesa untuk melihat apa yang terjadi pada si bungsu.

Aliyah syok saat melihat Amri sudah terduduk di lantai sambil menangis. Sepertinya ia baru saja terpeleset di lantai yang basah akibat ceceran susu yang ditumpahkan Amri sendiri.

"Astaghfirullah, Amri kamu nggak apa-apa, Nak?" tanya Aliyah khawatir. Ia pun langsung meraih Amri ke dalam gendongannya untuk menenangkannya.

"Bu, Bu, Bu, huaaa ... " tangis Amri makin menjadi.

"Astaga, kapan ini rumah ini bisa tenang sih? Kamu ini bisa becus jadi ibu nggak sih? Nenangin Amri aja nggak bisa. Berisik tau. Buat sakit kepala aja," sentak Amar dengan mata melotot.

"Ibuuu, baju aku kenapa belum disetrika juga sih?" omel Nana dengan wajah cemberut.

"Nana, ibu kan udah bilang, setrika sendiri dulu. Kamu bantu jaga adik kamu nggak mau, gimana ibu bisa setrika baju kamu? Buat sarapan aja, ibu belum selesai," tukas Aliyah terus berusaha menahan kekesalannya. Jikalau ia marah-marah pada Nana, bisa jadi suaminya akan makin marah-marah.

"Makanya, jadi ibu itu yang becus. Urus anak nggak becus, masak nggak becus, urus rumah nggak becus, jadi kamu bisanya apa, hah?" sentak Amar dengan wajah garangnya.

Byurrr ...

"Kamu mau buat lidah aku terbakar, hah? Sengaja kamu, hah?" sentak Amar lagi karena kopi yang ia minum ternyata masih sangat panas.

"Kopinya baru sempat dibuat, Mas, wajar masih panas."

"Jawab terus!" delik Amar kesal.

"Aku kan cuma bicara apa adanya, Mas."

"Ini mana sarapannya, Aliyah?"

"Bu, Affi hayu mamam," panggil Gaffi merasa sudah lapar.

"Sebentar Mas, aku belum selesai masak," jawab Aliyah seraya hendak mendudukkan Amri di kursi, tapi Amri tak mau. Ia terus menggelayut di leher Aliyah tanpa mau melepaskannya. "Sebentar ya, Gaffi. Adek masih mau minta gendong. Dek, main sama Abang Gaffi dulu, mau ya!"

"Ndak," seru Amri sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mau kut mbu."

"Aaakh, ibu ini gimana sih? Dah ah, aku nggak mau sekolah," ketus Nana kesal karena Aliyah tak kunjung menyetrikakan bajunya. Lalu ia membalikkan badannya menjauh dari sang ibu.

"Nana, baju kamu kan nggak terlalu kusut itu, pakai lagi aja. Nggak perlu setiap mau dipakai mesti disetrika dulu," pekik Aliyah, tapi tak digubris anak pertamanya itu.

"Aliyah, kamu lagi ngapain sih lama banget! Aku bisa terlambat ke kantor ini!" teriak Amar sambil memainkan ponselnya di meja makan.

"Iya, Mas. Sebentar," sahut Aliyah sambil berjalan terburu ke dapur. "Mas, Amar nggak mau diturunkan. Mas gendong Amar sebentar ya, biar aku bisa lanjutin masaknya," ujar Aliyah berharap Amar mau menggendong Amar sejenak.

Bukannya mengulurkan tangannya untuk menyambut sang anak, Amar justru mendelik kesal.

"Kamu ini, udah tau aku sudah berpakaian rapi, kamu malah minta aku gendong Amar? Bisa-bisa pakaianku kusut, ngerti nggak sih!" sentak Amar tanpa perasaan.

Dada Aliyah berdenyut nyeri, bahkan suaminya lebih sayang bajunya daripada anaknya. Padahal apa salahnya menggendong anaknya sebentar, tapi suaminya justru lebih memilih memainkan ponselnya.

Inilah kisah Aliyah, seorang istri sekaligus seorang ibu yang terus berjuang untuk suami dan anak-anaknya, tapi sayang perjuangannya tak pernah dianggap.

...***...

...Welcome to the my new story....

...HAPPY READING ❤️❤️❤️...

Terpopuler

Comments

Puji Rahayu

Puji Rahayu

br bc pr1 ja pala gw dh ikut pusing...
tp di mana2 jg kl pagi emg kyk pasar sih..
gw jg gitu kaleee...sering bgt kesel kl pagi dh tw lg urusin ank2 bpk nya ikut mnt di urusin jg tar kl blm dy yg marah2..gk peka..jd dongkol sendiri.
jd pada bae dimana2..
tp kl ni sih ke bgt an bgt nm nya

2024-11-03

0

Mariani SPd

Mariani SPd

aduh Thor.....kok kepalaku yg sakit jadinya yaaa
itu suami dan nak dis kok g mau bantuin sih

2024-10-24

0

Husnul Khalifah

Husnul Khalifah

baru baca pala udah puyeng apalagi kalo ada di posisi aliyah

2024-09-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!