Di ulang tahun pernikahannya yang kedua, Lalita baru mengetahui kenyataan menyakitkan jika suaminya selama ini tidak pernah mencintainya, melainkan mencintai sang kakak, Larisa. Pernikahan yang selama ini dia anggap sempurna, ternyata hanya dia saja yang merasa bahagia di dalamnya, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Cincin pernikahan yang yang disematkan lelaki itu padanya dua tahun yang lalu, ternyata sejak awal hanya sebuah cincin yang rusak yang tak memiliki arti dan kesakralan sedikit pun.
Apa alasan suami Lalita menikahi dirinya, padahal yang dicintainya adalah Larisa? Lalu akankah Laita mempertahankan rumah tangganya setelah tahu semua kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Arfan Tahu
Selama beberapa waktu terakhir, isi kepala Lalita dipenuhi dengan banyak hal. Mulai dari memikirkan rencana hidupnya setelah proses perceraiannya nanti selesai, lalu memikirkan papanya yang begitu keras kepala dan tak sedikitpun berkeinginan untuk mencari Riani serta Larisa, sampai memikirkan masa depan calon anak yang saat ini sedang berada dalam kandungannya. Lalita sungguh tak menyangka jika keputusannya untuk berpisah dari Erick malah akan membuat keluarganya menjadi tercerai-berai seperti ini.
Padahal, Lalita hanya ingin terlepas dari pernikahan tak sehat yang ternyata adalah bagian dari skenario sang papa. Tak ada niat sama sekali di hatinya untuk membuat Riani dan Larisa terusir dari rumah. Faktanya, meski sekarang Lalita sudah mengetahui jika kedua orang tersebut bukanlah mama dan kakak kandungnya, tapi dia tetap merasa jika mereka adalah keluarga. Tak peduli jika Riani bukanlah perempuan yang melahirkannya, bagi Lalita, Riani tetaplah sosok ibu yang telah membesarannya dengan penuh kasih sayang. Bahkan, kasih sayang dilimpahkan oleh Riani selama ini seringkali melebihi kasih sayang yang Riani berikan untuk Larisa yang notabene-nya adalah anak kandungnya sendiri.
Tak ada alasan bagi Lalita untuk berhenti peduli pada Riani dan Larisa. Jika ada yang membuat Lalita kecewa pada keduanya, itu tentu karena ketidak-terbukaan mereka tentang hubungan Erick dan Larisa. Namun, tentu Lalita menyadari jika semua itu pasti ada kaitannya dengan sang papa. Sekarang barulah dia memahami sepenuhnya jika setiap hal dalam hidupnya benar-benar telah diatur sedemikian rupa oleh Arfan. Lelaki itu benar-benar ayah yang manis sekaligus mengerikan dalam waktu bersamaan. Terlihat begitu penyayang di depan dirinya, tapi juga mampu menjadi sosok yang kejam dan tak berperasaan tanpa sepengetahuannya.
Lalita tak sepenuhnya menyalahkan tindakan sang papa yang memang sudah berlebihan. Dia paham jika Arfan melakukan semua itu karena rasa sayang lelaki itu terhadapnya terlalu besar. Namun, dia juga tidak bisa memaklumi dan membenarkan semua perlakuan Arfan pada Riani dan Larisa. Itulah sebabnya, diam-diam dia meminta seseorang untuk mencari keberadaan mama dan kakaknya tersebut, meskipun hingga saat ini semuanya belum membuahkan hasil. Entah memang orang suruhannya benar-benar belum berhasil mencari tahu atau papanya yang sengaja menghalangi, Lalita juga belum terlalu tahu.
Hari demi hari berlalu. Lalita dan Arfan beberapa kali berkomunikasi, tapi terus berujung pada perdebatan. Larisa dan Riani sendiri sudah sama sekali tak bisa dihubungi, sedangkan Erick juga tampak menghilang. Setelah terakhir kali mendapatkan penolakan yang keras dari Lalita, lelaki itu tak pernah menampakkan dirinya lagi. Bahkan, pada sidang-sidang berikutnya, lelaki itu juga memilih untuk tak datang. Hal itu sebenarnya sedikit menguntungkan Lalita karena proses perceraiannya kini tinggal menunggu putusan hakim saja.
Lalita sendiri kini memilih untuk tinggal di sebuah kos-kosan sederhana dengan berbekal uang tabungan yang dimilikinya. Dia memilih untuk berhemat karena tabungan tersebut juga rencananya akan dia gunakan untu merajut masa depannya bersama sang calon buah hati. Hingga detik ini, Lalita masih belum juga memberitahukan pada siapapun prihal tentang kehamilannya.Tentu saja perutnya kini sudah terlihat sedikit membesar, tapi sebisa mungkin Lalita menyembunyikannya dengan memakai pakaian longgar. Dia belum ingin ada yang tahu jika saat ini dirinya sedang hamil, termasuk papanya sendiri.
Entahlah, mendengar Arfan yang bersikeras untuk tak peduli pada Larisa dan Riani saat terakhir kali mereka berbicara lewat telepon beberapa hari yang lalu, Lalita menjadi putus harapan pada sang papa. Dia yang awalnya berharap bisa kembali ke keluarganya setelah sidang perceraian selesai, merasa jika semakin ke sini, keegoisan papanya itu semakin terlihat jelas, sehingga membuatnya menjadi ingin menjauh dan urung bersandar pada lelaki paruh baya itu.
Namun, hari itu, setelah kembali dari rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya, Lalita sangat terkejut saat mendapati papanya telah berada di dalam kamar kostnya. Sepertinya lagi-lagi lelaki paruh baya itu kembali menggunakan uangnya untuk membuat pemilik kost memberikan kunci cadangan kamar Lalita.
“Papa?” gumam Lalita sembari menatap ke arah Arfan dengan tatapan tak percaya. “Sedang apa Papa di sini?”
“Mestinya Papa yang bertanya padamu, sedang apa kamu di sini? Bermain kemah-kemahan seperti yang suka kamu lakukan saat kamu kecil dulu?” Arfan balik bertanya. Tatapannya tampak tajam lurus ke depan, sebelum kemudian dia menoleh ke arah sang putri.
Lalita tak mampu menjawab dan hanya membuang pandangannya ke arah lain untuk menghindari tatapan Arfan. Jika dilihat dari kacamata lelaki itu, tentu saja apa yang dilakukan Lalita saat ini tak ubahnya sebuah lelucon. Arfan memiliki beberapa hotel berbintang yang tersebar di beberapa kota besar, lalu putri semata wayangnya tinggal di sebuah kost-kostan sempit dan sederhana. Tentu saja semua orang akan tertawa jika mendengar hal itu.
“Papa dengar dari Hendro, katanya dua hari lagi sidang putusan perceraianmu dengan Erick akan digelar. Berarti semuanya sudah hampir selesai. Papa juga sepertinya sudah memberikan waktu yang cukup untuk kamu menenangkan diri. Sekarang sudah saatnya kamu pulang ke rumah Papa. Rumah yang kamu tempati dengan Erick, biarkan saja kosong kalau kamu tidak mau menjualnya,” ujar Arfan. Dia memang tak pernah datang ke persidangan cerai Lalita, tapi tentu tetap mencari informasi lewat Hendro.
Lalita masih terdiam dan mencerna apa yang diucapkan oleh papanya. Dari apa yang didengarnya tadi, sepertinya sekarang Erick sudah pergi dari tempat tinggal yang menjadi rumah mereka selama dua tahun ini.
“Tidak perlu membereskan barang-barangmu yang ada di sini. Nanti Papa akan suruh orang untuk melakukannya.” Suara Arfan kembali terdengar, membuyarkan lamunan Lalita.
“Aku tidak akan pulang ke rumah Papa atau pergi ke mana pun. Sekarang tempat ini adalah tempat tinggalku,” sahut Lalita akhirnyasetelah terdiam cukup lama. Dia pun melangkah melewati Arfan dan duduk di pinggiran tempat tidurnya karena merasa kakinya kram. Belakangan, kakinya memang sering kram jika berdiri cukup lama.
“Jangan bercanda, Lita. Papa masih bisa menerima jika kamu menginap di hotel seperti tempo hari. Tapi kamar ini, bahkan gudang di rumah kita saja jauh lebih luas dan layak.” Arfan mulai kesal.
Lalita tersenyum tipis. Setelah semuanya terbongkar, kini baru dia merasakan jika sang papa yang selama ini bagaikan malaikat di matanya ternyata memiliki sikap angkuh seperti ini.
“Rumah Papa memang mewah seperti istana, tapi membayangkan kembali ke sana saja dadaku menjadi sesak. Aku khawatir, jika benar-benar pulang ke sana, aku jadi tidak bisa bernapas,” sahut Lalita kemudian dengan nada getir.
“Jangan berlebihan. Selama ini kamu besar di rumah itu.”
Lalita menghela napasnya. Dia tidak bohong saat mengatakan jika dadanya sesak saat membayangkan pulang ke rumah sang Papa. Sekarang sudah tak ada lagi Larisa dan Riani di sana. Terbayang seperti apa kosongnya rumah megah itu. Selama ini, kedua orang itulah yang paling banyak menemani hari-hari Lalita selama dia masih tinggal di sana. Jika dia kembali, bisa-bisa kesehatan janinnya jadi terganggu karena terus merasa emosional.
“Aku tidak akan kemana pun, Pa. Seperti yang kukatakan tadi, sekarang di sini tempat tinggalku.” Lalita menyahut dengan setengah bergumam.
“Mau sampai kapan kamu merajuk pada Papa seperti ini, Lita? Pulanglah. Kamu sebentar lagi akan menjadi seorang ibu, itu artinya kamu bukan anak kecil lagi,” ujar Arfan lagi.
Terang saja Lalita langsung menoleh ke arah Arfan sembari membeliakkan matanya tak percaya.
“A-apa maksud Papa?” tanyanya dengan agak terbata.
“Kamu pikir Papa tidak tahu kalau kamu sedang hamil, hah? Kamu pikir Papa akan membiarkan saja kamu tidak pulang tanpa mengawasimu dari jauh?” Arfan balik bertanya dengan nada yang terdengar agak keras.
Bersambung ....
Mak othor kereeen /Good//Good//Good//Good//Good/