NovelToon NovelToon
Pembalasan Seorang Istri Yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga

Pembalasan Seorang Istri Yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga

Status: tamat
Genre:Tamat / Janda / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Wanita Karir / Naik Kelas / Slice of Life
Popularitas:11.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Rositi

"Kalau kamu tetap enggak izinin aku menikah lagi, ... aku talak kamu. Kita benar-benar cerai!"

Dwi Arum Safitri atau yang akrab dipanggil Arum, terdiam membeku. Wanita berusia tiga puluh tahun itu benar-benar sulit untuk percaya, Angga sang suami tega mengatakan kalimat tersebut padahal tiga hari lalu, Arum telah bertaruh nyawa untuk melahirkan putra pertama mereka.

Lima tahun mengabdi menjadi istri, menantu, sekaligus ipar yang pontang-panting mengurus keluarga sang suami. Arum bahkan menjadi tulang punggung keluarga besar sang suami tak ubahnya sapi perah hingga Arum mengalami keguguran sebanyak tiga kali. Namun pada kenyataannya, selain tetap dianggap sebagai parasit rumah tangga hanya karena sejak menikah dengan Arum, pendapatan sekaligus perhatian Angga harus dibagi kepada Arum hingga keluarga Angga yang biasa mendapat jatah utuh menjadi murka, kini Arum juga dipaksa menerima pernikahan Angga.

Angga harus menikahi Septi, kekasih Andika-adik Angga yang memilih minggat setelah menghamili. Yang mana, ternyata Septi mau dinikahi Angga karena wanita muda itu juga mencintai Angga.

Lantas, salahkah Arum jika dirinya menolak dimadu? Dosakah wanita itu karena menjadikan perceraian sebagai akhir dari pengabdian sekaligus kisah mereka? Juga, mampukah Arum membuktikan dirinya bisa bahagia bahkan sukses bersama bayi merah tak berdosa yang telah Angga dan keluarganya buang hanya karena ia tetap memilih perceraian?

🌿🌿🌿

Follow Instagram aku di : @Rositi92

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34 : Ketuk Palu

Arum melepas kepergian Kalandra dengan harap-harap cemas. Hari ini menjadi hari yang ia tunggu-tunggu. Karena hari ini juga, sidang perceraiannya dan Angga akan digelar.

Walau Kalandra yakin hanya cukup sekali sidang, Arum yang belum punya pengalaman tetap khawatir, pihak Angga macam-macam.

“Enggak usah sekhawatir itu. Kalau mereka masih macam-macam apalagi berusaha bikin Mbak tetap jadi istri Angga hanya untuk menjadi tulang punggung lagi, aku bakalan jadi orang pertama yang kasusin dia!” ucap Kalandra meyakinkan.

Arum yang mengemban Aidan dan masih berdiri di depan kantin, mengangguk-angguk. “Iya, Mas. Iya. Bismilah. Aku beneran gugup.”

Kalandra mengangguk-angguk. “Iya, Mbak. Manusiawi. Justru aku heran kalau Mbak apa-apa serba bisa.”

Kali ini Arum tersenyum masam. Ucapan Kalandra tersebut menjadi akhir dari kebersamaan mereka pagi ini. Di pagi menuju siang hari ini, Arum menengadah, menatap hamparan langit cerah yang ia harapkan menjadi awal baik untuk langkahnya. Sebab baginya, lepas dari Angga secara sah di mata agama apalagi hukum, menjadi kunci nyata untuk kebahagiaan sekaligus kesuksesannya.

“Baiklah, aku kuat! Coba kita lihat nanti! Kita pasti bisa yah, Mas! Kita pasti bisa!” Arum menyemangati dirinya sendiri.

Harusnya Arum memang ikut karena itu akan lebih baik. Namun, pekerjaan Arum di rumah sakit terbilang terikat. Karena andai Arum absen, otomatis tidak ada yang menyiapkan makanan jatah untuk pasien.

***

Sekitar pukul sepuluh pagi, Kalandra sudah sampai di pengadilan Agama. Ia mewakili Arum, dan ternyata Angga juga diwakilkan oleh pengacara. Tentu saja itu bukan pengacara Angga, melainkan Septi. Malahan setelah Kalandra mengamati, hidup Angga seolah sudah dibeli oleh Septi dan keluarganya.

“Ini langsung final, kan, Pak?” tanya Kalandra kepada bapak-bapak berjas abu-abu di hadapannya. Pria berkepala botak itu merupakan pengacara keluarga Septi yang akan mengurus kasus Angga.

“Ya iya, ... sudah dapat yang lebih bagus, ngapain mempertahankan yang lama?” ucap si pria sinis.

Kalandra langsung bergidik. “Bapak bilang begitu karena Bapak belum tahu yang lama. Termasuk kasusnya. Lha wong yang baru aja bekas dan hamilnya pun enggak jelas sama siapa.”

Pak Santo selaku pengacara keluarga Septi, langsung menatap kesal Kalandra. “Jangan mentang-mentang Mas membela klien Mas, Mas asal fitnah, yah, Mas! Dosa! Apalagi mbak Septi dari keluarga baik-baik. Orang tuanya sudah haji dan tanah sama sawahnya luas. Mana mungkin Mbak Septi begitu. Malahan saya takjub, masih muda mau menikah dengan terpidana dan cukup ijab kabul bahkan itu di penjara ijabnya!”

Kalandra mesem kemudian menghela napas pelan. “Sekarang begini, ... logikanya, Septi yang berasal dari keluarga baik-baik dan menurut Bapak memang wanita baik-baik, kok bisa begitu ngebet sama laki-laki yang belum bercerai?” Ia sungguh bertutur santai. “Yakin, seorang wanita masih bisa dianggap sebagai wanita baik-baik jika mereka malah ngebet nikah sama suami orang?”

Pak Santo tidak langsung bisa menjawab karena yang ada, ia malah menggeragap. “Kita kan enggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, jadi jangan asal menilai, Mas.”

“Eh, kata siapa? Sebagai pengacara, kita justru wajib tahu semuanya agar kita enggak malu, Pak. Bayangkan kalau yang kita bela mati-matian malah salah,” sergah Kalandra. “Jangan-jangan, Bapak memang enggak tahu kasus yang sebenarnya, ya?” Kali ini, ia menyikapi dengan serius.

Pak Santo langsung kalah telak.

“Ya sudah sih, Pak enggak apa-apa. Nanti langsung fix saja, ya. Jadi. Kan tadi Bapak sendiri kalau klien Bapak sudah dapat yang lebih baik?” lanjut Kalandra sambil menahan senyumnya. Ia memisahkan diri dari kebersamaan.

Pak Santo kebingungan dan melepas kepergian Kalandra sambil mengelap keringat di wajah maupun sekitar lehernya.

Sekitar setengah jam kemudian, sidang itu sungguh terjadi. Sesuai niat mereka, mereka menolak mediasi yang ditawarkan. Meski hakim sempat heran, keheranannya langsung terobati setelah Kalandra mengabarkan, bahwa Angga yang sedang mempertanggung jawabkan kesalahannya di balik jeruji besi, sudah menikah lagi walau baru pernikahan siri.

Tak butuh waktu lama, palu itu akhirnya diambil, diketuk dengan tegas oleh Hakim yang meresmikan perceraian Arum dan Angga.

“Tolong katakan kepada saudara Angga, setelah dia keluar dari penjara nanti, jangan lupa untuk tetap menafkahi putranya dati ibu Arum kalau dia tidak mau masuk penjara lagi!” pesan sang hakim yang sampai menurunkan kacamatanya hanya untuk menatap pak Santo dengan leluasa.

Pak Santo hanya mengangguk-angguk paham. Lain dengan Kalandra yang menjadi sibuk menahan tawanya.

Nafkahi gimana kalau hidupnya saja sudah dibeli sama Septi, pikir Kalandra.

Sidang selesai, dan Kalandra dengan semringah mengabari Arum melalui pesan.

Mbak Arum : Beneran hanya tinggal menunggu akta cerainya, Mas? Cepat banget?

Mas Kalandra : Iya, Mbak. Bener. Pernikahan Angga dan Septi jadi harga mati buat perceraian ini. Jadi, enggak sampai ada agenda mediasi dan lainnya.

Mbak Arum : Masya Alloh, Mas. Alhamdullilah banget. Pokoknya makasih banyak, yah, Mas. Akhirnya saya bebas!

Mas Kalandra : Sama-sama, Mbak. Jangan lupa buat bahagia. Jangan lupa untuk menghadiahi diri Mbak yang sudah sangat bekerja keras.

Kali ini, Arum tak langsung menjawab. Kalandra keluar dari teras pengadilan dan turun memasuki tempat parkir ia memarkir mobilnya. Barulah ketika ia duduk dan bersiap memasang sabuk pengaman, ponselnya yang ada di tempat duduk sebelah kembali bergetar. Getar tanda pesan WA masuk dan itu balasan pesan dari Arum.

Mbak Arum : Iya, Mas. Terima kasih banyak sudah mengingatkan. Semoga, saya bisa lebih baik lagi ke diri saya agar saya juga bisa semakin baik kepada Aidan dan semuanya.

Membaca itu, Kalandra mesem. Ia memasang sabuk pengamannya kemudian membalas pesan Arum.

Mas Kalandra : Iya, Mbak. Memang harus begitu.

Mbak Arum : Mas juga karena istri Mas pasti akan bahagia jika Mas juga bahagia.

Membaca itu, Kalandra langsung membeku. Tatapannya menjadi menerawang hamparan langit terik di luar sana. Di sana, ia seolah melihat bayang-bayang wajah sang istri yang tersenyum cantik. Senyum yang juga langsung menular kepadanya.

“Yang, kangen. Sebentar lagi aku ke kamu, ya. Namun jujur, ... mengenal Mbak Arum, apalagi kalau sampai bisa main dengan Aidan rasanya sangat tenang. Rasanya seperti mengalir begitu saja. Seperti saat awal kita bertemu dan menjadi awal hubungan kita.” Dalam hatinya, Kalandra yang menyetir juga menceritakan banyak hal dan ia tujukan kepada almarhumah istrinya.

“Jujur aku pengin ajak Aidan jalan-jalan. Namun aku sadar, andai aku melakukannya, bisa jadi fitnah hubunganku dan Mbak Arum.”

“Kabarmu sekarang gimana? Kamu kangen juga enggak sih, ke aku? Terus, benar enggak sih, kalau kebahagiaanku, juga menjadi kebahagiaan kamu?”

“Oh iya, Yang. Dari kemarin ibu udah bawel minta aku buat nikah lagi. Aku beneran pusing. Mungkin ibu takut aku stres gara-gara ditinggal kamu dan selama ini juga, aku selalu menghabiskan sisa waktuku, di makam kamu.”

Di kantin, Arum tengah bersuka cita. Wanita itu berkaca-kaca dan masih menggenggam ponselnya menggunakan kedua tangan. Kabar dari Kalandra bahwa perceraiannya dan Angga langsung diresmikan, benar-benar membuatnya bahagia. Ia sampai menjadi makin semangat bekerja. Apalagi di tengah kesibukannya meladeni setiap pembeli, Aidan juga sibuk senyum. Bocah itu seolah bisa merasakan kebahagiaan Arum. Seolah Aidan tengah merayakan perpisahan dengan Angga yang menjadi awal mula kebebasan resmi mereka.

“Oke, ini akan menjadi langkah awalku untuk membuktikan, tak selamanya perceraian menjadi mimpi buruk apalagi bagi wanita yang selalu dipandang sebelah mata!” batin Arum menyemangati dirinya sendiri. Ia tengah jongkok sambil mengungkung ranjang bayi Aidan berada lantaran pembeli sedang sibuk sendiri dan belum ada yang memanggilnya baik untuk membeli atau melakukan transaksi.

“Sudah bilang saja, kalau istri kamu enggak mau menurut ke kamu, kamu bakalan talak dia. Kamu bakalan ceraikan dia. Memangnya wanita bisa apa sih, tanpa suami. Cuma terima beres kok rese!” ucap seorang pria dari depan dan tampaknya baru masuk ke kantinnya.

Arum langsung bergidik. Ia mengenali suara pongah tadi. Fajar, iya Arum yakin itu suara Fajar rekan kerja Angga di bank!

Penasaran, Arum berangsur berdiri. Awalnya hanya melongok, tapi pria itu nyatanya sudah ada di hadapannya.

1
asmara wati
yah itu juga gak mungkin lah Bu, soalnya waktu itu pun Arum sudah ada di samping nya, bahkan jika anda ingin tau, anda sudah terlambat sejak awal 😁
ahmadqodri Maulana
Kecewa
ahmadqodri Maulana
Buruk
Saya Sayekti
serem....ganteng sultan kok ada kelainan
Saya Sayekti
klw rumah sakitnya tempat si kurap d rawat sama wae
Saya Sayekti
singa tidur bangun...maantap
asmara wati
si otak perusuh mau jadian ini
biendabarbie
talak aja noh istri kamu biar kamu nyesel
biendabarbie
jijik kali aku sama laki kayak ini
biendabarbie
hahh kisah nyata waah
Rindadwi Aisyah
mas nya Arum sama Widy bukannya Bayu kok jadi adi
Lina Ina
🤣🤣🤣🤣🤣🤣 pak haji ambil kesempatan 🤣🤣🤣🤣🤣
Riris riris
bahagianya 🥺🥺
Riris riris
keren banget, bagus, lucu, dan banyak pelajaran kehidupan yang dapat di petik 👍👍
Riris riris
😀😀😄
Rindadwi Aisyah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Rindadwi Aisyah
ya Gusti 🤣🤣🤣🤣🤣
Rindadwi Aisyah
sukaaa bnget karakter Arum ....
lanjut rum. ... /Determined/
Rindadwi Aisyah
sweetnyaa ... /Drool/
Rindadwi Aisyah
janda kurang oralit ... ahhahah ya Allah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!