Leon salah satu pewaris perusahaan terbesar di Eropa. Bertemu dengan Pamela gadis sederhana yang berkerja sebagai pelayan bar. Leon menikahi Pamela karena ingin membuat mantan kekasihnya cemburu akibat meninggalkannya pergi bersama seorang pengusaha muda pesaingnya. Pamela menerima tawaran yang diberikan oleh Leon, ia pun memanfaatkan situasi untuk menukarnya dengan uang yang akan digunakan sebagai biaya pengobatan neneknya.
Sejak awal menikah Pamela tidak pernah mendapat simpatik, kasih sayang bahkan cinta dari Leon. Pria itu pergi pagi dan pulang malam hari, Leon hanya menjadikannya wanita pelampiasan. Pamela yang memang memiliki perasaan pada Leon memilih bertahan di satu sisi ia memerlukan uang Leon untuk pengobatan neneknya, batin serta raganya kerap menangis di saat suaminya tidak ada di rumah
Simak kelanjutannya dalam Novel
Penyesalan Suami : Forgive Me My Wife
Selamat Membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maciba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Bukankah sama
BAB 34
Pamela terbaring meringkuk di atas ranjang, bukan hanya tubuhnya yang remuk tetapi juga hatinya hancur berkali-kali. Apalagi Leon menggagahinya dengan kasar dan menyebutkan nama wanita lain usai pelepasan. ‘M-E-G-A-N’ satu nama yang Leon sebut sedari awal malam pertama kesuciannya terenggut.
Pamela pernah merasa berbunga-bunga dan berharap lebih dari pernikahannya ini, beberapa kali Leon memberi sentuhan lembut berbeda dari biasanya, Leon pun memanggil namanya begitu indah terdengar. Namun semua sikap dan perlakuannya berbanding terbalik. Tidak lama setelah itu Leon kembali pada kebiasaan buruknya, menyentuh dengan kasar dan hanya nama Megan yang keluar dari bibirnya.
Netra coklat Pamela menurunkan pandangan pada kedua pergelangan tangan yang nyaris membiru akibat cengkraman kuat Leon. Bibir Pamela berkedut tipis tersenyum getir, bagaimanapun ia melawan Leon tetap kalah kuat dari tenaga dan kuasa suaminya. Kristal bening menetes, jatuh membasahi kain seprei, Pamela meremat kain yang basah oleh air matanya. Entah telah berapa banyak tangisnya di kamar ini, dirinya pun tak ingat dan tidak mau mengingatnya.
Deretan gigi putih saling beradu rapat, menggunakan sisa tenaga untuk menahan isak tangisnya. Pamela menatap nyalang punggung polos sang suami yang berdiri menatap gemerlap lampu Kota Madrid, tanpa rasa bersalah Leon mengusir istrinya dari kamar.
Pamela membenci tubuhnya yang selalu tidak berdaya ketika dibawah kuasa Leon, padahal otak dan hatinya kuat ingin melawan, dan semakin memberontak seolah apa yang dilakukannya hanya sia-sia.
“Tidak perlu menangis, sudah tugasmu melayaniku, keluarlah”, datar, dingin dan menusuk pada relung hati terdalam wanita yang hanya bisa mengepalkan tangan. “Dan kau jangan pernah menatap ku seperti itu”, pungkas Leon, meski tak menoleh Leon peka jika istrinya sedang mengumpat dalam hati dan melihat penuh kebencian pada dirinya.
“Berapa kali aku katakan, Jangan pernah membantah”, desis Leon berlalu masuk kamar mandi.
“Aku membencimu Leonard”, suara berat, Pamela menelan saliva , perih pada bibirnya yang terluka karena Leon terlalu liar menghukum fisiknya. Kedua kakinya turun dan menggantung pada ranjang, jangankan untuk berjalan, berdiri saja Pamela tidak yakin bisa. Lemas tak bertulang, tidak lagi bisa didefinisikan dengan kata-kata. Pamela yang diam di tepi, sampai hanya bisa menghela napasnya keluar.
Sedangkan Leon yang telah selesai dengan kegiatannya, memandang remeh pada istrinya. “Bukankah kita biasa melakukannya? Kenapa tidak bisa bangun lagi?”, suara mengejek Leon sungguh memancing amarah Pamela.
“Ck, dengar Pamela sekalipun aku menikahi mu jangan harap lebih, kau harus ingat itu”, Leon menunjuk tepat pada kening yang lengket oleh keringat. “Kau harus siap kapanpun aku bosan padamu”, entah ini kata-kata yang memang tak terlihat atau belati yang sukses menancap pada jantung wanita berambut coklat itu.
“Tentu saja aku siap”, suara Pamela bergetar, benci dan sakit hati tercampur sempurna, masih tetap menunduk ekor mata melirik tajam pada Leon yang dengan santainya berjalan masuk walk in closet.
Sampai kapanpun pun Pamela tak akan pernah bisa melupakan apa yang Leon lakukan padanya. “Terima kasih Tuan Leon atas uangmu”, gumamnya berderai air mata, menyusut dengan punggung tangan yang kurus. “Ku harap nenekku lekas sembuh”, harapan Pamela, agar perjuangannya yang hanya menjadi pelampiasan Leon tidak sia-sia begitu saja.
Tubuh Pamela ambruk di atas lantai, tangannya bergerak mengambil gaun tidur yang tidak berbentuk lagi. Leon melepas paksa gaun tipis nan menerawang itu.
Pamela tersentak mendengar suara tepukan tangan Leon yang kini telah rapi dengan celana berwana navy dan kaos abu-abu. Sorot matanya tajam terarah pada Pamela yang duduk di atas lantai.
“Pemalas”, Leon tertawa keras. “Perempuan pemalas seperti mu memang haus uang, benar-benar murahan”.
Sontak Pamela mendelik tajam pada Leon, ia tidak terima dikatakan pemalas, haus uang dan murahan. Seakan ada kekuatan yang datang, wanita ini bisa berdiri kuat di atas kakinya. “Lalu jika aku murahan. Bagaimana dengan kekasih anda, Tuan Leon? Bukankah kami tidak berbeda”, lantang Pamela, tatapan antara mata sendu dan tajamnya beradu dengan Leon.
“HAHAHA”, suara tawa Leon menggema dalam ruangan. Kakinya melangkah mendekati Pamela yang hanya bisa berdiri mematung. Pria bertubuh jangkung ini menundukkan badan dan berbisik di telinga sang istri, “Tentu saja kalian sama, dan aku membenci itu”, deru napas Leon bisa Pamela dengar jelas.
Seketika kening Pamela mengerut, matanya menyipit, memberanikan diri tetap melihat wajah suaminya yang sedang tersenyum licik itu. “Anda benar-benar keterlaluan Tuan Leon”, geram Pamela, suara napasnya menjadi sangat pelan dan tertahan.
“Cepat keluar dari kamarku”, usir Leon begitu tegas.
“Baik aku akan pergi”, Pamela mengangguk kaku, menahan semua rasa yang bercampur jadi satu malam ini. Walau perih mendera, ia harus tetap kuat menggerakkan kakinya keluar dari ruang penyiksaan Leon. Sungguh terluka hatinya, hidup sebagai wanita bayaran bagi pria kejam seperti Leon.
“PAMELA”, teriak Leon kali ini cukup keras,
“Apa yang tuan inginkan?”, tanyanya lemah, nyaris tidak terdengar.
Leon berjalan cepat pada istrinya yang selangkah lagi keluar dari kamar, “Pakai ini”, menyerahkan kemeja yang sebelumnya ia pakai. Leon tidak ingin tubuh Pamela polos begitu saja keluar dari kamarnya.
“CK, tidak perlu”, tolak Pamela menghempas kemeja putih milik suaminya sampai jatuh mencium lantai.
“KU BILANG JANGAN MEMBANTAH”, keras Leon memungut kemejanya dan memasangnya di tubuh Pamela, mengancingkan kemeja itu sampai bagian tubuh atas kini tertutup sempurna.
“Ahhh”, pekik Pamela, Leon menggendongnya ala bridal keluar kamar. Inilah yang Pamela maksud, jika Leon sukses mencampur perasaannya. Di saat sisi kejamnya begitu dibenci, pria ini selalu menunjukkan sikap lainnya yang perhatian. Pamela takut jika Leon seperti ini, ia akan semakin merasakan perasaan yang berbeda untuk suaminya.
“Turunkan aku tuan”, tegas Pamela menatap wajah Leon, bahkan kedua tangannya hanya tergantung saja tanpa berpegangan.
“Aku pastikan akan melempar mu dari atas sana, berpegangan cepat”, terang Leon nada mengancamnya sangat jelas.
“Jika anda tidak berkenan, kenapa melakukan ini tuan? Biarkan saja aku berjalan sendiri. Tidak perlu repot memberi bantuan”, sinis Pamela mulai berani pada suaminya, sepintas terlihat kedutan senyum di bibir Leon.
“Aku tidak mau asetku terjatuh dan terluka, akan sangat merepotkan bila kau sakit”, tegas Leon dengan suara pelan, berganti dengan handel pintu yang terbuka.
Leon terus mantap melangkah masuk dan membaringkan Pamela di atas ranjangnya, menyelimuti wanita ini, dan tanpa banyak bicara meninggalkan Pamela sendiri.
“Jangan Pamela, jangan jatuh cinta pada pria iblis sepertinya, ini salah”, lirih Pamela memperhatikan Leon yang menghilang di balik pintu. Benar apa kata Leon ia begitu murahan, buktinya hanya dengan menerima setitik perhatian sudah tersentuh padahal sebelumnya Leon sangat kejam memperlakukan dirinya hingga fisik dan hati terus terluka.
...TBC...
../Good/
juga kelahiran putera ke dua Pamela dan Leon dilanjutin thor ditunggu juga karyamu yang lain semangat