NovelToon NovelToon
Asupan Lorong Kehidupan

Asupan Lorong Kehidupan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Menjadi Pengusaha / Preman / Penyelamat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Miftahur Rahmi

Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari-hari yang mencekam

Terhitung sudah enam bulan Fatur dipenjara. Kehidupan di penjara sangat menyenangkan baginya. Dia mendapat teman-teman baru, dan tidak ada yang berani mengusik dirinya. Sepertinya biasanya, Fatur melakukan kegiataan demi kegiataan dipenjara.

 Sore itu Halimah dan Agus membesuknya. Hanya dua orang itu yang rajin membesuknya setiap hari. Fatur sangat bersyukur masih ada yang peduli padanya. Sesekali warga desa juga beberapa kali pernah membesuknya.

"Ayahmu Hasan sudah keluar dari penjara. Eva dan Hasan kini telah pindah ke Pekanbaru. Kami mendengar Eva tidak lagi berada di rumah sakit jiwa disana, Ayahmu telah membawa pulang dan tinggal bersama di rumah yang baru saja di beli di Pekanbaru." jelas Agus membuka pembicaraan.

Fatur hanya tersenyum dingin, lalu membisikkan sesuatu di telinga Agus.

"Kamu yakin mau melakukannya?" tanya Agus mengerutkan keningnya. Fatur hanya menganguk pelan.

"Baiklah, jika itu yang kamu inginkan. Saya akan lakukan." jawab Agus kemudian.

"Terima kasih Gus..." ucap Fatur tersenyum.

"Saran umi, cepat selesaikan masalah ini. Jangan berlarut-larut, kesan nanti gak baik.... Cukup Vino yang sudah menjadi korban, jangan ada Vino kedua lagi..." Halimah mengingatkan Fatur. Fatur menganguk perlahan.

"Maaf tentang Vino mi..." jawab Fatur lirih.

Halimah hanya tersenyum, "Tidak apa-apa Fatur... Umi hanya mengingatkan kamu saja. Umi nggak marah kok... Umi udah nerima semuanya kok. Mungkin udah takdir Vino seperti itu..." jelas Halimah.

Di Pekanbaru

Semakin hari Eva tidak menunjukkan adanya kesembuhan pada dirinya. Semakin hari malah semakin parah, Hasan memutuskan untuk memberikan Eva obat penenang. Hasan tidak pernah menyerah, dia masih punya harapan, kalau Eva akan sembuh.

Namun keputusasaan itu kembali menyerang hidupnya, saat Hasan di berhentikan secara mendadak dari pekerjaannya sebagai manajer di perusahaan kecil. Hasan juga difitnah, kalau Eva itu bukan istrinya melainkan wanita malam yang disewanya tanpa ikatan pernikahan. Hasan merasa terpojok, dia tidak bisa menunjukkan surat nikah, karena mereka hanya nikah siri.

Rumor tentang pembunuhan berantai di desa Pasir, juga menyebar di tetangganya di Pekanbaru. Hasan dituduh melakukan pembunuhan itu. Paket, surat ancaman, dan teror lainnya mulai berdatangan ke rumah Hasan. Dulu, rumahnya aman damai, kini menjadi lebih mengerikan dari sebelumnya.

Hasan semakin gelisah dan terpuruk. Apalagi orang-orang pada membencinya. Ada beberapa tetangga yang terang-terangan ingin mengusirnya. Saat malam tiba, setelah pulangnya Hasan dari mencari pekerjaan, dia menemukan coretan didinding.

"Kamu tidak akan pernah merasa aman. Dimana pun kamu berada." tulisan didinding itu.

Hasan menatapnya dingin, sedangkan Eva yang trauma melihat warna merah, seketika berteriak histeris. Hasan menenangkan sang istri, memeluknya erat. Membawanya kekamar, dan menghilangkan tulisan.

Hasan mengerutkan keningnya saat mendengar pintu depan rumahnya diketuk. Hasan membuka pintu, namun dia tidak melihat siapapun. Dia hanya melihat ada boneka berlumuran darah. Hasan mengeryitkan keningnya.

"Teror ini sama seperti teror sebelumnya. Apakah, pelakunya orang yang sama?" pikir Hasan.

Dia cepat membuang boneka itu, supaya tidak dilihat oleh istrinya. Baru saja pulang membuang boneka itu, Hasan kembali dikejutkan oleh teriakan sang istri dari dalam kamarnya dan tulisan yang ada didinding rumah bagian luarnya. Hasan menghela napas kasar. Dia membiarkan tulisan itu, segera memasuki rumah.

Mengkunci pintu dan segera menemui istrinya yang berteriak dan melemparkan barang-barang. Teror yang sama. Boneka berumuran darah. Kemungkinan dilempar dari jendela yang terbuka. Bayang-bayang ketakutan menghantui kehidupan Hasan. Hasan tidak tahu siapa yang menerornya. Kini para tetangga juga menjaga jarak padanya. Hasan makin hari, makin terpukul dengan keadaannya.

Hidup Hasan makin terpuruk. Eva yang terus berteriak dimalam hari, surat ancaman, teror boneka dan tatapan orang-orang memandangnya benci. Puncak teror nya adalah saat Hasan membersihkan dapur, dia mendengar langkah kaki diluar rumah. Hasan mendekati jendela, dan melihat bayangan dikegelapan, diiringi dentuman keras pada jendela. Jendela pecah saat yang dia kira bayangan itu, melemparkan batu dan seperti berusaha masuk kedalam rumah. Hasan otomatis mundur kebelakang, saat melihat wajah menyeramkan itu. Hasan segera menutup tirai jendela. Dia melihat secarik kertas digulungan batu. Seperti biasa tulisannya selalu berisi ancaman.

"Tidak ada rasa tenang dihatimu.

Dosa-dosamu akan menghantui..." setelah membaca Hasan bergegas masuk kedalam kamarnya.

Dia berpikir, dia tidak bisa mengabaikan teror ini. Dia sadar, ada seseorang yang mengincarnya.

Paginya Hasan bergegas kekantor polisi dan menceritakan semua teror yang dia alami.

Dia berharap polisi memberi perlindungan. Namun laporan itu terabaikan. Para polisi tidak terlalu menggubrisnya. Namun ada salah satu polisi menatap Hasan dengan curiga.

"Pak, ini buka hanya sekedar laporan ancaman biasa." ujar petugas itu.

"Saya mendengar dari teman saya yang bertugas di Panipahan, saya mendengar rumor pembunuhan berantai itu. Nama anda sering disebut dalam laporan warga. Mungkin ada sesuatu yang bisa anda jelaskan?" tanya sang petugas. Hasan terdiam. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.

"Saya tidak tahu soal itu. Saya difitnah. Ada seseorang yang ingin menjatuhakan saya..." balasnya dengan nada tidak terima. Seolah-olah petugas mencurigainya.

"Baiklah pak. Kami akan menyelidiki lebih lanjut." jawab sang petugas dengan wajah datar.

Hasan keluar dari kantor polisi dengan perasaan campur aduk. Disepanjang perjalanan menuju rumahnya, orang-orang menatap menghakiminya.

Sedangkan di penjara, Agus, Halimah dan Fatur nampak mengobrol dengan serius. Halimah menghela napas pendek.

"Fatur, umi paham perasaanmu. Tapi jangan sampai kamu kehilangan dirimu sendiri karena ini. Sudah cukup, nak. Jangan sampai kamu mengorbankan kebahagiaanmu untuk mengejar bayangan masa lalu."

Namun, Fatur hanya terdiam. Di balik wajah tenangnya, namun pikiran kriminal.

Sementara itu, Hasan semakin kesulitan mengendalikan keadaan di Pekanbaru. Eva jatuh sakit, kemungkinan karena trauma yang tak kunjung usai. Hasan mencoba membawanya ke dokter, tetapi biaya pengobatan yang mahal menjadi halangan.

Ditengah kegelisahannya. Suara disebrang telepon terdengar dingin, "Hasan, kamu tidak akan pernah bisa lari... Kamu pikir kamu bisa menyelamatkan Eva? Menyelamatkan dirimu sendiri saja kamu tidak akan mampu."

"Siapa kau? Apa yang kau inginkan?" teriak Hasan frustasi.

Seseorang itu hanya tertawa, sebelum memutuskan telepon sepihak. Hasan menatap layar hpnya kesal. Dia sadar, orang-orang itu akan memberi waktu hidup yang sedikit untuknya.

Malam itu Hasan berusaha untuk tidak tidur. Dia mau berjaga-jaga kalaunada teror lagi datang kerumahnya. Namun karena lelah, Hasan akhirnya tertidur di ruang tengah. Pukul satu dini hari, dia terbangun saat mendengar suara langkah berat masuk kedalam rumah. Hasan mengambil pisau dapur dan berjalan mendekati sumber suara. Didekat pintu, dia melihat bayangan seseorang berdiri mendekatinya. Hasan menghela napas, mengangkat pisaunya. Lalu berteriak.

"Siapa kau?"

Bayangan itu berbalik perlahan. Wajahnya tidak jelas terlihat di kegelapan, tetapi ada senyum dingin di sana. Hasan mundur beberapa langkah, tangannya gemetar. Orang itu hanya berkata, "Waktumu sudah habis, Hasan."

Sebelum Hasan sempat bereaksi, bayangan itu menghilang ke dalam kegelapan. Hasan terduduk lemas, keringat dingin membasahi tubuhnya. Bayang-bayang dosa masa lalu kini benar-benar menghantuinya.

1
Ikan Teri
/Casual/
Miftahur Rahmi23
Ayo tebak siapa yang teror Hasan dan Eva?
Graziela Lima
Cerita yang mampu.
Miftahur Rahmi23: Makasih kak udah mampir. semoga suka ya, dengan ceritanya
total 1 replies
Ming❤️
Tolong update sekarang juga biar bisa tidur malam dengan tenang.
Miftahur Rahmi23: udah upload chapter 4 kak, tapi belum disetujui sama editor. makasih ya kak, udah mau baca novel saya. jika ada salah dalam penulisan, apalagi titik koma nya, harap di koreksi ya kak. maklum masih amatir kak😥😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!