Auriga tidak menyadari dia sedang terjebak dalam sebuah masalah yang akan berbuntut panjang bersama Abel, gadis 18 tahun, putri temannya yang baru saja lulus SMA.
Obsesi Abel kepada Auriga yang telah terpendam selama beberapa tahun membuat gadis itu nekat menyamar menjadi seorang wanita pemandu lagu di sebuah tempat hiburan malam. Tempat itu disewa oleh Mahendra, ayah Abel, untuk menyambut tamu-tamunya.
“Bel, kalau bokap lo tahu, gue bisa mati!” Kata Ode asisten sang ayah tengah berbisik.
“Ssst...tenang! Semuanya aman terkendali!” Abel berkata penuh percaya diri.
“Tenang-tenang gimana? Ini tempat bukan buat bocah ingusan kayak elo!”
“Dua hari lagi aku 18 tahun! Oh my God, gatel ya,Mahen!Lo ya, ganjen banget! Katanya nggak mau nikah lagi tapi ani-aninya seabrek!" Umpat Abel pada sang papa.
***
Di satu sisi lain sebuah kebahagiaan untuk Auriga saat mengetahui hubungan rumah tangga mantannya tidak baik-baik saja dan tidak bahagia dia pun kembali terhubung dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tris rahmawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16 Lebih dari Cukup
Malam itu hampir mendekati pukul sebelas saat mereka tiba di bandara. Abel baru saja terbangun dari tidur panjangnya di pesawat, matanya masih sayu, rambut sedikit berantakan, dan wajahnya terlihat kusut.
Rasa malu langsung menyelimuti dirinya saat membandingkan penampilannya dengan Auriga yang tetap rapi, meski baru saja menempuh perjalanan panjang. Abel sengaja memperlambat langkah, menjaga jarak di belakang pria itu agar tidak terlalu mencolok.
Namun, Auriga, yang ternyata menyadari Abel berjalan pelan, menghentikan langkahnya dan menunggunya.
“Kenapa lama sekali? Mabuk penerbangan?” tanya Auriga begitu Abel akhirnya mendekat.
Abel menggeleng cepat, mengalihkan pandangan sejenak. “Ah, tidak. Cuma... kepalanya agak kurang enak.”
“Wajar, masuk ke penerbangan larut malam seperti ini memang sering begitu,” ujar Auriga, suaranya datar namun tetap terdengar perhatian. “Ayo, supir Oma sudah nunggu di luar.”
Auriga lalu menyerahkan ponselnya yang menyala pada Abel. “Rekam video, kirim kabar ke Oma. Bilang kalau kita sudah sampai dan semuanya baik-baik saja.”
Abel sedikit ragu, tapi akhirnya mengangguk pelan. Ia mengambil ponsel Auriga dan dengan canggung merekam dirinya mengabari Oma, menyampaikan permintaan maaf karena tidak bisa menemani beliau yang masih sibuk di luar kota. Selesai mengirim video, mereka berdua berjalan bersama menuju pintu kedatangan.
Di sana, Cecil masih menunggu dengan wajah letih. Sejak sore ia berada di bandara untuk menyerahkan barang-barang pribadi Auriga, termasuk tas, gadget, dan dokumen penting yang tidak bisa ia bawa pulang. Namun, begitu melihat Abel dan Auriga muncul bersama, ekspresinya berubah. Wajahnya menegang, menatap Abel dengan tatapan penuh ketidaksukaan yang ia sembunyikan di balik senyum tipis untuk Auriga.
“Pak, selamat malam,” sapa Cecil dengan sopan, meskipun nada bicaranya terdengar lelah.
“Maaf sudah membuatmu menunggu, Cecil,” ujar Auriga dengan tenang, menunjukkan sedikit rasa bersalah.
“Ah, tidak apa-apa, Pak. Sudah tugas saya,” jawab Cecil dengan nada formal, meski sorot matanya sedikit melirik ke arah Abel.
“Terima kasih, Cecil. Nanti saya kabari Bu Fany untuk menghitung lemburmu beberapa kali lipat. Kamu sudah membantu saya,” kata Auriga, memberikan penghargaan yang tulus.
“Hehe, iya, Pak. Terima kasih banyak,” balas Cecil, meskipun matanya dengan cepat kembali menatap Abel. Sorotannya kini penuh rasa jengkel dan sinis, seolah menegaskan apa yang ada di pikirannya.
Bagi Cecil, Ana hanyalah “bukan siapa-siapa.” Sekadar wanita sederhana yang bekerja membantu Oma Auriga dan, dari cerita yang dia tangkap Ana sedang kurang sehat. Cecil merasa kesal karena rencana awalnya untuk mempermalukan Abel justru berbalik membuat dirinya harus menunggu berjam-jam di bandara.
Abel, yang menyadari tatapan Cecil, hanya tersenyum penuh kepuasan. Dalam hatinya, ia ingin sekali menjambak wanita yang memandangnya dengan penuh hinaan itu, tapi ia memilih untuk menahan diri. Pada akhirnya, kemenangan kecil ini cukup baginya untuk membalas Cecil, sedikit.
Setelah menyerahkan barang-barang milik Auriga, Cecil pamit dengan ekspresi yang masih mencerminkan kejengkelan.
Lalu Auriga dan Abel menuju mobil yang sudah menunggu. Abel mengikuti langkah Auriga, menyembunyikan senyumnya yang masih tersisa.
Mereka kembali ke rumah Oma tanpa banyak percakapan di sepanjang perjalanan. Suasana di dalam mobil terasa tenang, hampir terlalu hening, Abel memilih menatap keluar jendela, membiarkan pikirannya melayang sementara Auriga sibuk dengan ponselnya, sesekali membalas pesan atau mengangkat panggilan.
Setibanya di rumah Oma, Auriga mengantarkan Abel hingga ke depan pintu kamarnya. Tidak ada basa-basi, hanya ucapan singkat. “Istirahatlah,” katanya, suaranya datar namun tidak dingin.
Abel tersenyum kecil, tidak ingin membuat percakapan berlanjut. “Terima kasih sudah banyak membantu saya,” ucapnya pelan, sebelum membuka pintu dan masuk ke dalam.
Begitu pintu tertutup, Abel menghela napas panjang. Ia menyandarkan tubuhnya ke pintu, merasakan beban yang perlahan mulai menghilang.
Sepanjang kebersamaan mereka sudah terasa lebih dari cukup baginya. Ia tidak ingin membuat dirinya lebih menyusahkan Auriga lagi. Hadir di kehidupan pria itu, bahkan untuk waktu singkat seperti ini, sudah terasa seperti keistimewaan tersendiri baginya.
Abel berjalan ke kamar mandi, melepas pakaiannya satu per satu sambil merenung. Di bawah aliran shower yang hangat, ia membiarkan air mengalir di tubuhnya, seolah berusaha mencuci semua beban pikiran yang memenuhi benaknya. Namun, pikirannya tetap dipenuhi oleh wajah Auriga, percakapan singkat mereka, dan perhatian kecil yang pria itu tunjukkan selama bersama.
“Sudah cukup,” bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya tenggelam di tengah gemuruh air. “Ini lebih dari cukup.”
Abel yakin pengalaman ini mungkin tidak akan pernah terlupakan sepanjang hidupnya. Bego, memalukan,Aneh, konyol, dan di luar ekspektasi. Tapi baginya, ini adalah kenangan indah yang akan ia simpan diam-diam. Sebuah cerita singkat yang ia tahu tidak akan pernah terulang lagi.
Setelah selesai, ia mengeringkan tubuhnya, mengenakan pakaian tidur yang nyaman, dan melangkah ke tempat tidur. Malam itu, sambil memejamkan mata, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ini adalah akan berakhir. Abel memilih untuk puas dengan apa yang sudah terjadi, meskipun hatinya diam-diam menginginkan lebih.
Ya di kasih perhatian kini minta hati, tidak tahu diri!
Beberapa hari berlalu sejak terakhir kali Abel bertemu dengan Auriga. Pria itu kini kembali ke Singapura untuk sementara waktu, meskipun ia akan lebih sering berada di Indonesia ke depannya karena proyek besar yang sedang ia tangani.
Sementara itu, Abel mulai terbiasa dengan rutinitasnya sebagai tangan kanan Oma. Ia merasa tidak tega meninggalkan wanita tua itu sendirian. Meski begitu, ia terus mencari cara untuk kembali menjadi dirinya yang sebenarnya, Ode sudah berisik sekali, waktunya juga tinggal menghitung hari dia akan kembali menjadi Abel Anais dan meninggalkan peran “Ana” yang ia mainkan selama ini.
Hari ini adalah salah satu hari santai yang jarang mereka miliki. Setelah beberapa hari sibuk dengan urusan rumah dan kerjaan Oma, Abel menemani Oma ke mal. Oma punya rencana panjang berbelanja, menonton bioskop, hingga makan malam. Meski usianya sudah lanjut, selera Oma masih begitu kekinian. Pilihan filmnya membuat Abel tertawa kecil karena lebih cocok untuk anak muda.
Mereka menghabiskan waktu bersama hingga malam hari. Oma membelikan Abel beberapa barang, meski Abel sebenarnya menolak, tapi Oma tetap memaksa. “Anggap saja hadiah karena sudah jadi asisten Oma yang sabar,” ujar Oma dengan senyum lebarnya.
Selama perjalanan pulang, suasana di dalam mobil begitu tenang. Oma tertidur dengan kepala bersandar di kursi, mendengkur pelan. Abel menatap wanita tua itu dengan perasaan hangat. Hari tua Oma tampak begitu menyenangkan. Meski sudah lanjut usia, Oma tetap aktif. Ia punya hobi, berteman dengan banyak orang, suami yang perhatian, dan yang paling penting, hidupnya dipenuhi kegiatan yang bermanfaat. Oma mempekerjakan banyak orang dan sering membantu sesama tanpa pamrih.
“Oma, terima kasih sudah menerima aku di samping Oma,” batin Abel sambil terus memandangi wajah damai wanita tua itu. Ia merasa ada rasa sayang yang tumbuh perlahan di hatinya, sesuatu yang mungkin sudah lama tidak ia rasakan.
Abel tersenyum sendiri, tiba-tiba teringat kejadian beberapa hari lalu di butik. Oma meminta Abel membuatkan jus jeruk karena temannya baru saja memberi banyak jeruk segar. Namun, alih-alih membuat sendiri dia mana bisa merasa tidak percaya dia bisa melakukan itu, Abel malah berhenti di tukang jus di pinggir jalan, menyuruh penjualnya membuat jus dengan jeruk yang ia bawa.
Di bawah gemerlap lampu jalan yang menerangi perjalanan mereka, Abel berjanji dalam hati. Suatu hari, ia akan menjadi versi terbaik dari dirinya. Ia akan menjadi Abel Anais yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih dewasa bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang-orang yang ada di sekitarnya.
***
Di sebuah ruangan kerja miliknya, Auriga tiba-tiba menerima panggilan dari sebuah nomor yang sudah lama tak ia lihat. Nomor itu, yang dulu memblokirnya, kini mendadak muncul di layar ponselnya. Butuh beberapa detik bagi Auriga untuk memutuskan apakah ia akan menjawab panggilan itu.
Perlahan, ia bangkit dari kursinya, meninggalkan ruang kerja, dan menjauh ke tempat yang lebih sepi. Napasnya terasa lebih berat saat ia menjawab.
“Hallo,” ucapnya hati-hati.
Di seberang sana terdengar suara yang begitu akrab, tapi sekaligus asing karena sudah bertahun-tahun tak ia dengar.
“Auriga.”
Ia terpaku. Suara itu—lembut tapi terdengar penuh beban. “Sahara?”
Kedengarannya wanita itu tersenyum samar, meski getir. “Masih menyimpan nomorku, ya?”
Auriga tak langsung menjawab. Ia hanya mengangguk, seolah Sahara bisa melihatnya, sebelum akhirnya berkata, “Ya, ada yang bisa kubantu?”
Suasana di antara mereka terasa canggung. Tiga tahun berlalu tanpa kabar.
Dari seberang, Sahara menghela napas, suaranya bergetar. “Ga, maaf mengganggumu. Tapi demi apa pun, aku benar-benar nggak tahu harus menghubungi siapa lagi. Kamu tahu, aku nggak punya orang tua, nggak punya keluarga. Aku... aku juga sudah keluar dari pekerjaan.”
Lirihnya.
Auriga mengerutkan kening. “Ada apa, Ra?”
Hening sesaat. Lalu terdengar isakan kecil. “Rainer... dia selingkuh, Ga.”
Auriga tersentak. Ia terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu.
Selingkuh?
“Aku dan Jevas putraku beruia 2 tahuj, kami butuh uang. Kami harus pergi ke luar negeri. Aku nggak tahan lagi. Dia melakukan kekerasan. Aku takut dia akan mengambil Jevas dariku. Dia bahkan nggak mau mengakui perselingkuhannya.” Suaranya pecah di tengah tangis, membuat hati Auriga terasa mencelos.
Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. “Kalian mau ke mana?” tanyanya dengan suara lebih tenang.
“Ke Amerika,” jawab Sahara lirih. “Aku sudah mengurus visa kami. Tapi aku dan Rainer masih tinggal serumah. Proses cerai kami belum selesai. Aku nggak tahu harus pergi kemana, Ga. Aku benar-benar nggak tahu lagi. Pinjami aku, aku akan ganti nanti di sana aku punya sepupu jauhku."
Auriga terdiam. Ia memikirkan anak kecil bernama Jevas, putra Sahara, yang usianya mungkin belum lima tahun. Membayangkan bocah itu tumbuh di tengah kekerasan membuat dadanya sesak.
“Berapa yang kalian butuhkan?” tanyanya akhirnya.
“Aku nggak tahu,” jawab Sahara dengan suara parau. “Bisakah kita bertemu? Rainer akan pergi ke Sydney minggu depan. Aku bisa ceritakan semuanya saat kita bertemu.”
“Besok aku kembali ke Jakarta,” jawab Auriga sedikit ragu
“Terima kasih, Ga.”
Panggilan terputus, tapi pikirannya terus berputar. Ia menggenggam ponselnya erat-erat, mencoba menenangkan gejolak di dalam dirinya. Sahara. Wanita yang dulu ia cintai, yang mengakhiri hubungan dengannya karena alasan yang m terasa begitu sepele kesibukan dan ego masing-masing.
Siapa sangka, pernikahan yang Sahara kira akan membawanya ke kehidupan lebih baik justru menjadi mimpi buruk seperti ini.
Abel yg gugup takutbpenyamarannya ketahuan sama Riga kok aku yg deg degan jantung berdebar ya🤭
KK trimkasih upnya di tunggu kelanjutanya🙏
takut ada sesuatu
padahal ini masalah hati yg buat Abel berbuat konyol pura2 Amnesia 🙆🏻♀️
haduh bahaya berlll
next akak tris 🙏
💪💪
Padahal masalah sepele “Cintq…
Huhuhu jadi ga sabar up kak 🥰🥰