*Squel dari One Night Stand With Dosen*
Pernikahan Shalinaz Rily Ausky dengan Akara Emir Hasan cukup membuat orang sekitarnya terkejut. Berawal dari sebuah skandal yang sengaja diciptakan sahabatnya, gadis itu malah terdampar dalam pesona gus Aka, pemuda dewasa yang tak lain adalah cucu dari kyai besar di kotanya.
"Jangan menatapku seperti itu, kamu meresahkan!" Shalinaz Ausky.
"Apanya yang salah, aku ini suamimu." Akara Emir Hasan.
Bagaimana kisah mereka dirajut? Simak kisahnya di sini ya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
"Resep-resep gundulmu!" batin Shalin jengkel.
"Nggak ada kelas, tumben oleng sampai sini?" tanya Shalin dingin.
"Dih ... nanyanya gitu banget, denger-denger kamu pindah ke pesantren ya? Bukanya itu malah tambah ketat aturan pondok dari pada asrama? Nggak bisa main dong, padahal pingin ngajakin ke pesta ultahnya Meme."
"Kayaknya aku nggak diundang, jadi ... nggak harus datang," jawab Shalin enteng. Lagian Aka nggak bakal memberi izin dirinya datang di tempat seperti itu.
"Ada kok, lewat whatsapp grub, semua alumni diundang semua, lo nanti datang bareng gue ya?" bujuknya.
"Nggak janji, dan kayaknya nggak bisa berangkat juga, aku 'kan di pesantren, nggak ada waktu buat main."
"Iya juga sih ya, padahal Morgan juga bakalan datang lho ya?" ujar Neza tersenyum.
"Apa hubungannya sama aku? Mau datang, mau nggak, bukan urusanku juga kali," jawab Shali ketus.
"Weits ... sewot amad, Buk, kalau bahas dia, penggemar berat lo tuh, boleh juga lah buat sepil kanan barang kali lagi nggak jalan sama doi," ucap Neza mengerling.
"Dih ... najong, kamu aja sana yang sama dia, ogah!"
"Jangan gitu kali Shal, bukannya kemarin main di hotel ya?" ujar Neza menaik turunkan alisnya.
"Kok lo tahu, jadi bener ini mainan lo sama Morgan? Jahat tahu nggak!"
"Duh ... Shalin, kok lo nuduh gue, jadi lo ketusin dan ngejauhin gue gegara lo nuduh gue jebak lo ya?" tebak Neza mendrama.
"Emang kamu 'kan yang bilang, ya bisa aja itu kamu, dan Morgan, gara-gara kamu, aku hampir celaka, dan sekarang aku terdampar dalam hubungan yang rumit." Shali yang kesal meninggalkan Neza begitu saja.
"Shalin! Tunggu dong ... ya ampun, gue beneran nggak tahu, gue cuma nyampaiin dari Morgan waktu itu," seru Neza.
Tak menghiraukan teriakan Neza, Shalin berjalan cepat menuju kelasnya. Ia membanting tas miliknya ke meja, lalu menghempaskan bokongnya pada salah satu kursi diurutan terdepan. Sontak kejadian itu mencuri atensi orang lain yang melihatnya.
"Ya ampun bestie ... pagi-pagi sewot," ujar Izza menghibur.
Baru saja hendak menjawab, dosen keburu hadir dan mengisi kelas mereka. Gadis itu mengikuti materi kuliah setengah tak nyaman. Hati dan pikirannya bercabang. Kendati demikian, Shali mencoba fokus pada makul yang telah dijelaskan.
Sembilan puluh menit berlalu, Shalin langsung menghempaskan punggungnya pada badan kursi, rasanya penat melanda. Masih ada satu lagi makul setelahnya, gadis itu memilih ke perpustakaan untuk menghindari khalayak ramai.
"Di sini lebih baik," gumam Shali seraya berjalan di antara rak tinggi yang berjajar.
Saat hendak mengambil sebuah buku, tak sengaja tangan yang lain ikut mengambil buku yang sama. Mereka sontak bertukar pandang dalam frekuensi yang sama.
"Astaghfirullah ... kamu mau baca ini?" ujarnya menarik tangan itu.
"Maaf, nggak sengaja, kok kamu di sini?"
"Lagi males aja ketemu sama banyak orang, di sini lebih nyaman," jawab Shalin datar.
"Sama aku juga." Mereka membaca buku masing-masing di bangku yang berbeda saling berhadapan tetapi dalam jarak yang lumayan jauh.
Shalin sengaja silent ponselnya, ia tidak sadar banyak panggilan masuk ke benda pipih miliknya.
"Kemarin Bang Aka nemuin aku?" ucap Azmi tiba-tiba. Shalin yang tengah serius membaca buku menjeda sebentar lalu beralih menatapnya.
"Mas Aka marah?" tanya Shalin penasaran.
"Dia tahu kita sempat ketemu di pinggir kolam kemarin malam, mungkin saja karena Bang Aka lihat, jadi rada sensi sama aku, apakah kalian bertengkar, atau kamu mendapat teguran darinya."
Shalin tak menjawab, tetapi lantas mengangguk. "Jujur aku bingung dengan kisah ini, aku harus gimana Mi, hatiku terpaut padamu, tetapi ragaku milik orang lain."
"Perasaan ini terlarang dan berdosa Shalin, kita sama-sama tahu itu, tetapi kita bahkan tidak bisa saling mengakhiri, haruskah aku pergi dari rumah itu dan menjauh darimu?" tanya Azmi sungguh-sungguh.
"Aku tidak tahu, maaf, telah membuatmu merasa tidak nyaman, aku benci keadaan rumit ini, kenapa kamu harus punya ikatan saudara dengan Aka, ini membuat aku semakin merasa bersalah."
"Kamu tidak seharusnya berkata seperti itu Shalin, perasaan ini datang begitu saja tanpa bisa dicegah, aku dan kamu bahkan tidak menginginkan lagi seandainya bisa, namun hatiku sakit ketika menatapmu dengannya. Astaghfirullah ... dosa banget aku tuh sebenarnya. Seandainya lamaran kemarin aku ikut, mungkin ceritanya nggak bakalan gini kali ya?" Azmi mencoba tersenyum.
"Please ... jangan menghindar, kita masih bisa berteman kan kakak ipar?" gurau Azmi yang membuat Shalin mrengut.
"Aku nggak suka julukan baru itu," jawab gadis itu membuat keduanya saling melempar tatapan kesal.
"Aku juga nggak suka manggil kaya gitu, tetapi status kita memaksa begitu."
pinter bhs arab ya thor...
jd pengen mondok..