Pernikahan nya dengan seorang duda beranak dua,menyisakan luka yang setiap hari nya di rasakan oleh Fifian,,sang mantan istri yang selalu membayangi rumah tangga nya membuat sang suami tidak perhatian pada nya..Di tambah lagi pekerjaan yang selalu menyibukan diri nya..
Ketikan Fifian meminta cerai barulah Alexander sang suami menyadari akan kesalahan nya..
Akankah Fifian memaafkan Alexander..???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dada_1407, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan Gina
"Savanna," panggil Sonya
Fifian melepas pelukan nya dan menatap pada ibu mertunya.
"Iya, Ma."
"Cobalah untuk dewasa sedikit saja. Kalau ada masalah selesaikan, jangan main kabur gitu aja." cetus ibu mertuanya
"Jadi maksud mama, saya harus tetap di rumah Febi dan melihat suami saya bermesraan dengan mantan istrinya."
"Fifian," Alex menahan istrinya agar tidak bicara lebih lancang dengan mamanya lagi. Istrinya ini benar-benar berbeda. Fifian bukan hanya berani padanya, tapi sekarang mulai berani membantah ucapan mamanya. Padahal dulu setiap mamanya bicara, Fifian selalu diam.
"Wahh, sekarang kamu sudah mulai berani ya," Sonya tertawa sinis, "Atau jangan-jangan ini memang wujud kamu yang asli. Selama tiga tahun ini kamu berpura-pura jadi baik di depan kami?" tuduh bu sonya
"Benar, Ma. Ini salah satu wujud saya yang asli. Saya juga punya wujud yang lain. Saya bahkan bisa berubah menjadi power ranger."
Gani dan Rudolf terkikih mendengar candaan Fifian. Sementara Sonya semakin kesal dengan ucapan sonya sampai kepalanya berasap.
"Kamu benar-benar menantu kurang ajar. Begini cara kamu memperlakukan orang yang lebih tua? Puas kamu menertawakan mama!!"
Fifian baru ingin menyahut, tapi Alex lebih dulu berucap.
"Fifian kamu masuk ke kamar aja sama Gani dan Gina."
"Aku ke kamar sendiri aja," sinis Gina sambil mencangklong tas sekolah nya dan menuju ke kamarnya yang ada di lantai satu.
"Mommy ayo," Gani tersenyum dan menggandeng tangan Fifian menuju ke kamarnya.
"Mau kemana kamu, Fifian. Saya belum selesai bicara."
"Udahlah, Ma, udah," Rudolf dengan sabar menahan tangan istrinya.
"Fifian udah kurang ajar sama mama, Pa."
"Kalau mama nggak mulai, Fifian juga nggak akan ngomong gitu," ucap Rudolf.
Sonya menatap tak percaya suaminya.
"Kenapa sejak dulu papa selalu belain Fifian.. Jangan-jangan papa punya hati lagi sama Fifian..? Papa suka sama Fifian? Papa mau nikah sama dia?" tanya sonya dengan napas memburu marah.
"Dari sekian banyak omongan nglantur mama, ini yang paling nggak masuk akal. Sudahlah papa pusing. Papa mau pulang aja. Dan kamu Alex Perlakukan istri kamu dengan baik selagi dia masih menjadi istri kamu. Jangan sampai kamu menyesal jika suatu hari nanti istri kamu jadi istri orang lain." pesan tegas sang ayah
Rudolf menggelengkan kepala dan langsung pergi dari rumah. Sonya menatap geram suaminya, lalu mengalihkan pandangan pada putranya.
"Alex, dengar ya, mama mau kamu menceraikan Fifian.."
"Ma...!!" ucap Alex tak terima
"Kenapa? Apa yang sudah perempuan itu lakukan sampai kamu nggak mau melepaskan dia?"
"Banyak, Ma. Banyak yang sudah Fifian lakukan."
"Apa yang dia lakukan? Mengurus anak juga nggak becus, kamu lihat sendiri kan Gani ,dia jadi anak pemarah dan pembangkang begitu?"
"Gani memang wataknya begitu, Ma. Coba mama ingat-ingat lagi gimana aku waktu kecil. Aku masih ingat dulu waktu SD, aku pernah berantem sama anak tetangga sampai kepalanya bocor.
"Gani nggak seberapa dibandingkan kenakalanku dulu, Ma."
"Tapi kamu nggak pernah melawan orang tua. Apa pernah kamu dulu bentak nenek kamu?"
"Karena nenek waktu itu baik, Ma."
"Jadi menurut kamu mama nggak baik makanya Gani bentak mama?" Bu Sonya melotot kesal.
Alex jadi serba salah. Bukan itu maksudnya, tapi ah sudahlah.
"Lebih baik mama pulang, mama nggak mau ditinggal papa kan?"
"Kamu ngusir mama?"
TUT... TUTT...
Terdengar suara klakson dari luar. Dengan langkah jengkel Sonya pun keluar menghampiri suaminya
Fifian lalu pergi ke kamar Gina, untuk mengecek putri kecilnya. Ternyata Gina sedang duduk termenung di tepi kasur.
"Gina .!."
Gina pun menoleh..
"Mommy boleh masuk?"
Pintu memang sudah terbuka sedikit, tapi Fifian tidak ingin langsung masuk. Dia ingin memberi contoh langsung pada putrinya, sebelum masuk, harus ketuk pintu dulu.
"Mommy boleh masuk nggak?" tanya Fifian dengan lembut meskipun Gina menatap tak suka padanya.
Rindu. Itulah yang Fifian rasakan sekarang. Fifian rindu putri kecilnya bermanja-manja padanya. Fifian rindu suaranya rengekan, tingkah lucunya, tingkah jahilnya. Semua, Fifian merindukan segala hal tentang Gina
"Boleh," jawab Gina membuat hati Fifian terasa senang sekali.
Fifian pun duduk di samping Gina..
"Gina, kok belum ganti seragam? Ayo ganti seragam, terus mandi, terus makan malam," Fifian lalu mengusap rambut putrinya dengan lembut.
Bukan nya langsung mengiyakan, gadis kecil itu justru menatapnya lama.
"Kenapa, hm? Ada yang mau Gina bilang sama Mommy? Bilang aja, nggak usah takut."
"Maukah Mommy pisah sama Daddy?"
Deg...
Jantung Fifian seperti berhenti berdetak untuk sesaat. Fifian tak pernah menyangka ,kalau Gina akan bertanya begitu.
"Kenapa Gina mau Mommy cerai sama Daddy?"
"Gina mau mama febi tinggal di rumah ini lagi sama Gina, Daddy dan Gani..??"
Fifian tidak tau apakah ini murni dari hati Gina atau pengaruh dari febi, tapi tetap saja Gina yang mengatakan itu dengan mulutnya sendiri. Secara tidak langsung menunjukkan Gina memang tidak menyayanginya lagi.
Tuhan, sakit, batin Fifian. Batin nya sedih sekali gadis kecil yang sudah dia anggap anaknya sendiri mengatakan itu.
"Mommy, please. Mommy pergi aja ya dari rumah ini. Gina mau Mama Febi tinggal di sini lagi."
Meskipun pedih, Fifian tetap memaksakan senyum.
"Iya, Mommy pasti akan cerai sama Daddy."
"Serius, Mommy?" mata Gina berbinar binar seolah mendapat hadiah yang paling dia idam-idamkan.
Dan jujur saya itu menyakitkan untuk fifian..
Fifian memang ingin bercerai dengan Alex. Tapi
Tetap saja hatinya sakit mendengar secara halus putrinya mengusirnya dari rumah ini.
"Iya, Sayang. Tapi janji ya sama Mommy, setelah Mommy cerai sama Daddy, Gina harus bahagia."
"Gina pasti bahagia. Sejak dulu Gina pengen banget tinggal sama Mama Febi."
Fifian tersenyum getir.
"Boleh Mommy peluk Gina?"
"Boleh, Mommy," Gina tersenyum dan merentangkan tangan.
Begitu Fifian menarik tubuh mungil itu dalam pelukan nya, saat itu juga air matanya mengalir. Sakit sekali. Rasanya lebih sakit melihat putri yang dia sayangi dengan tulus tidak lagi menyayanginya daripada melihat Alex bermesraan dengan Febi..
Fifian selalu lemah dengan anak-anak, apalagi ini Gina, anak yang dia besarkan dari usianya lima tahun dan ia sayangi dengan sepenuh hati..
Padahal lagi seru-serunya🥺🥺