Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percaya Padaku
Di ruang tamu itu duduk seorang laki-laki paruh baya, bersama dengan seorang wanita muda yang terlihat cantik dan elegan.
Pak Frans dan rekan bisnisnya itu terlihat begitu akrab mengobrol, karena mereka sudah lama tidak bertemu, karena Pak Frans tinggal di luar negeri.
Dio terlihat begitu gelisah, karena sampai saat ini dia belum bisa menghubungi Dinda.
Perasaan was-was mulai menghantuinya, dia berpikir telah terjadi sesuatu hal yang menyebabkan Dinda tidak ingin mengangkat panggilan teleponnya.
"Dio, perkenalkan ini adalah Pak Dirja, rekan bisnis ayah, dan putrinya Keyla, dulu selagi Ayah muda, Ayah sering bekerja sama dengan beliau ini untuk membangun usaha, dan dia banyak membantu ayah mengurus aset-aset penting perusahaan, karena dia adalah seorang pengacara!" jelas Pak Frans memperkenalkan rekan bisnisnya itu.
Dio hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Keyla ini adalah seorang designer terkenal lho, dia sama seperti Chika, sejak kecil sudah ditinggal Mamanya! Tapi Keyla bisa sukses juga berkat asuhan Ayahnya!" lanjut Bu Lian.
"Ah, kalian terlalu berlebihan memuji kami, walaupun hanya tinggal berdua, asalkan selalu bersama dan saling menopang, itu sudah cukup!" ucap Pak Dirja.
"Wah, Kelihatannya sudah semakin sore saja nih, Bun, apakah makan malamnya sudah siap?" tanya Pak Frans sambil menoleh ke arah Bu Lian.
"Sudah dong Yah, ayo kita langsung saja menikmati jamuan sederhana ini!" ajak Bu Lian yang langsung beranjak berdiri dari tempatnya.
"Dio, ajak Keyla makan malam bersama! Supaya kalian bisa saling mengenal satu sama lain!" kata Pak Frans.
"Maaf Ayah, sepertinya aku ada urusan penting, tidak bisa ikut makan bersama kalian! Sekali lagi aku minta maaf!" ucap Dio sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
"Dio, kau mau kemana? Masa ada tamu begini penting kau malah mau pergi!" tanya Bu Lian.
"Maafkan aku Bun, aku benar-benar memang harus pergi!" sahut Dio.
"Biarkan saja Dio pergi Bun, toh kita masih bisa mengobrol dengan Pak Dirja dan putrinya, Dio itu sudah dewasa!" tukas Pak Frans.
Dio kemudian langsung melangkah menuju ke garasi depan rumahnya, ke arah mobilnya yang terparkir.
"Papa mau ke mana??" panggil Chika yang berlari menyusulnya.
"Papa mau bertemu dengan Bu Dinda, Chika di rumah baik-baik ya!" bisik Dio sambil mengecup kening Chika.
"Oke deh Pa!" sahut Chika sambil melambaikan tangannya, saat Dio sudah mulai masuk ke dalam mobilnya itu.
Tanpa menunggu lagi Dio kemudian langsung melajukan mobilnya itu keluar dari rumah besarnya dan menuju ke tempat kost Dinda.
Ternyata Gang menuju tempat kos Dinda tergenang banjir, akibat hujan lebat yang terjadi siang tadi, sehingga menyebabkan kemacetan di daerah sekitar situ.
Dio tidak mungkin masuk ke dalam gang itu dengan mobilnya, karena memang tidak ada akses sebab jalanan ditutup.
Akhirnya Dio memarkirkan Mobilnya di depan sebuah minimarket, tidak jauh dari gang tempat kost Dinda.
Setelah itu Dio berjalan kaki memasuki Gang itu, menerobos banjir setinggi 50 cm sehingga menyebabkan celana jeans-nya basah.
Setelah sampai di depan rumah kos Dinda, Dio sedikit tertegun, karena ternyata rumah kost Dinda yang di lantai satu tergenang banjir juga hingga masuk kedalam.
Beberapa barang milik penghuni kos, terpaksa harus dikeluarkan dan mereka terlihat sibuk membersihkan banjir yang masih sedikit menggenang.
Bu Nur, Ibu pemilik kos itu juga terlihat sibuk membersihkan bekas lumpur yang ada di lantai rumah kosnya itu. Dio kemudian mendekati Bu Nur.
"Permisi Bu, Apakah Dinda ada?" tanya Dio.
"Ada noh, semua barang dan tempat tidurnya kena banjir! Apalagi tadi siang dia tidak di rumah, jadi dia tidak sempat menyelamatkan barang-barangnya!" jawab Bu Nur sambil menunjuk ke arah kamar Dinda yang terletak di belakang paling ujung.
Tanpa bertanya lagi Dio langsung dengan cepat berjalan ke arah kamar Dinda.
Di kamar Itu, Dinda nampak sibuk membereskan barang-barang dan tempat tidurnya yang basah terkena banjir.
Dio langsung memeluk Dinda dari belakang dengan sangat erat.
"Maafkan aku, maafkan aku Dinda, aku baru tau tadi kau kehujanan bersama Chika, aku yang salah memintamu untuk mengantar Chika pulang!" ucap Dio sambil terus memeluk Dinda.
Dinda kemudian membalikkan tubuhnya dan menatap wajah Dio.
"Kenapa Pak Dio kesini? Bukankah di rumah Pak Dio sedang ada tamu penting?" tanya Dinda.
"Lupakan soal tamu itu, itu tamu Ayahku bukan tamuku!" sahut Dio.
"Tapi kau sangat di harapkan untuk hadir Pak, bukankah ada anak rekan bisnis Ayahmu yang ingin di perkenalkan padamu?" lanjut Dinda.
"Ssst, jangan bicara lagi, tinggalkan barang-barangmu dan ikutlah aku!" ucap Dio sambil menempelkan telunjuknya di bibir Dinda.
"Tapi ..."
"Jangan cerewet! Ayo ikut!"
Dio langsung menarik tangan Dinda keluar dari kamar itu, mereka terus berjalan melewati Bu Nur yang keheranan melihat mereka yang pergi begitu saja meninggalkan tempat kos itu.
"Kau mau bawa aku kemana Pak? Lalu bagaimana barang-barang dan tempat tidurku yang basah?? Aku mau tinggal di mana?? Dasar orang kaya! Tidak pernah memikirkan kesusahan orang lain!" sungut Dinda.
Dio diam saja tidak menanggapi ocehan Dinda sepanjang jalan itu, hingga mereka sampai di depan minimarket tempat dimana mobil Dio terparkir.
"Masuklah!" ujar Dio sambil membukakan pintu mobilnya itu.
Dinda lalu masuk ke dalam mobil Dio, Dio langsung melajukan mobilnya itu meninggalkan tempat itu.
"Kita mau kemana Pak Dio?" tanya Dinda.
"Kau tidak layak tinggal di kamar sumpek itu Dinda! Aku akan mengajakmu ke apartemenku, mulai hari ini kau tinggallah di sana!" jawab Dio.
"Tidak! Pak Dio apa-apaan sih? Waktu itu kau dengan sembarangan menukar kamarku, sekarang kau suruh aku tinggal di apartemen! Aku tidak mau!" cetus Dinda.
"Kau harus mau!"
"Kenapa kau memaksaku?!"
"Karena kau adalah calon istriku!" tegas Dio.
Deg!
Dinda terdiam, Dio terlihat serius dengan perkataannya.
"Tapi ..."
"Apa kau berpikir, Ayah dan Bundaku menjadi penghalang kita??" tanya Dio.
Dinda menganggukan kepalanya, masih jelas di ingatannya, bagaimana sikap Bu Lian tadi siang terhadapnya, yang seolah merendahkan Dinda, dengan memberikan pakaian bekas Ranti.
"Aku tahu, tadi bundaku memberikanmu pakaian bekas mendiang istriku, aku mohon buanglah pakaian itu, aku akan membelikanmu pakaian yang baru!" ucap Dio.
"Tidak usah Pak, aku masih ada uang untuk membeli pakaian!" sergah Dinda.
"Kau tau, meskipun Ayah dan Bundaku tidak menyukaimu, tapi aku tidak pernah mundur, aku jarang berjanji, dan saat aku berjanji, aku pasti akan menepatinya!" ucap Dio.
Dio kemudian mulai menepikan mobilnya di pinggir jalan itu, kemudian dia mulai menatap Dinda.
"Usiaku sudah kepala tiga, aku bukan anak abg yang masih di atur oleh orang tua, karena hidupku, hanya aku yang berhak menentukannya!" lanjut Dio.
"Tapi aku takut Pak!" ucap Dinda menunduk.
"Aku pernah katakan padamu, kau percaya saja, tinggal berikan hatimu padaku, itu sudah cukup!" kata Dio.
Dio kemudian mengangkat dagu Dinda dengan tangannya, dan dia langsung mengecup bibir Dinda dengan lembut dan hangat.
Dinda tidak bisa menolak lagi, karena sesungguhnya dia juga menginginkan itu, meskipun tanpa terucap dari mulutnya.
Bersambung...
****
Note: Kenapa Author memilih judul Hujan, judul yang nggak pasaran dan kurang menjual?
Karena akan banyak part yang mengandung hujan wkwkw
Yuk dukung yukk ...☺😘🤗