Seorang gadis cantik bernama hanabi, atau sering di panggil dengan panggilan hana itu. Ia selalu mengandalkan AI untuk segala hal—dari tugas kuliah hingga keputusan hidup nya. Cara berpikir nya yang sedikit lambat di banding dengan manusia normal, membuat nya harus bergantung dengan teknologi buatan.
Di sisi lain, AI tampan bernama ren, yang di ciptakan oleh ayah hana, merupakan satu-satunya yang selalu ada untuknya.
Namun, hidup Hana berubah drastis ketika tragedi menimpa keluarganya. Dalam kesedihannya, ia mengucapkan permintaan putus asa: “Andai saja kau bisa menjadi nyata...”
Keesokan paginya, Ren muncul di dunia nyata—bukan lagi sekadar program di layar, tetapi seorang pria sejati dengan tubuh manusia. Namun, keajaiban ini membawa konsekuensi besar. Dunia digital dan dunia nyata mulai terguncang, dan Hana harus menghadapi kenyataan mengejutkan tentang siapa Ren sebenarnya.
Apakah cinta bisa bertahan ketika batas antara teknologi dan takdir mulai meng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asteria_glory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Flash back of: Rencana di balik kecelakaan
Langit musim semi memantulkan cahaya lembut ke jendela laboratorium di lantai empat gedung riset pusat. Suasana sepi, hanya suara kipas pendingin dan detakan jarum jam yang menemani pria paruh baya berkacamata di balik meja kerja. Dialah Dr. Kazuki—ayah Hana, ilmuwan terkemuka dalam bidang neuro-digital, dan satu dari sedikit orang di negeri ini yang mampu menggabungkan sains dengan mimpi gila: kehidupan digital abadi.
Di tangannya, sebuah file berisi peta jalur laut, titik koordinat, dan diagram rumit mengenai sistem pengawasan mobil. Ia menatap peta itu dengan pandangan kosong, namun bibirnya mengukir senyum getir. Tangan kirinya meremas foto keluarga: Hana yang tersenyum ceria saat menerima piala dari sekolahnya, dan Mei, sang istri, yang mendampinginya dengan bangga.
"Aku tak pernah ingin kehilangan kalian... Tapi dunia ini tak akan berubah tanpa pengorbanan," gumam Kazuki lirih.
Beberapa hari sebelumnya, ia duduk bersama seorang pria berkemeja abu-abu yang tak disebutkan namanya. Wajah pria itu mirip dengan seseorang yang pernah muncul di layar holografis: ayah Ren.
"Proyek ini butuh lebih dari sekadar teori, Kazuki," ucap pria itu serius. "Kita sudah dekat. Tapi untuk menguji sistem dunia visual... kita butuh subjek dengan ikatan emosional yang kuat."
Kazuki menarik napas dalam-dalam. "Aku tahu. Dan aku telah memikirkan ini jauh sebelum Hana memenangkan kejuaraan itu."
Pria itu menatapnya tajam. "Kau sadar risikonya? Kita berbicara tentang jiwa manusia, bukan data percobaan."
Kazuki hanya tersenyum samar. "Justru karena itu aku memilih keluargaku. Karena aku tahu mereka akan kuat, dan karena aku tak percaya orang lain bisa menjaga kesadaran Hana sebaik aku."
--
Dua minggu sebelumnya...
"Ayah janji ya, kalau Hana menang lomba ini, kita liburan bareng ke pinggir laut!" seru Hana penuh semangat saat duduk di meja makan. Mei tertawa sambil menuangkan sup ke mangkuk suaminya.
"Iya dong. Janji itu janji. Ayah bahkan sudah pesan penginapan. Ren juga boleh ikut, kan?"
Kazuki tersenyum, matanya menyapu wajah putrinya yang bersinar seperti mentari. "Tentu saja. Lagi pula dia tunanganmu. Liburan ini akan jadi kenangan yang tak terlupakan."
Dalam hati, kalimat itu terasa berat. Bukan karena tidak jujur, tapi karena ia tahu liburan itu memang akan abadi—bukan dalam kenangan, tapi dalam sistem realitas yang sedang ia bangun.
---
Malam sebelum keberangkatan.
Kazuki duduk di ruang kerja rumahnya. Ia membuka komputer pribadinya dan mengakses jaringan tertutup milik pusat riset. Peta jalur liburan mereka muncul di layar, lengkap dengan titik rawan dan prediksi gelombang laut.
Ia membuka folder rahasia bernama [SUBJ01: HANA]. Di dalamnya terdapat skrip program visualisasi, catatan kesadaran, serta persetujuan tak tertulis yang dibuatnya bersama rekan-rekan risetnya. Ia tahu ini melanggar banyak etika. Tapi ia juga tahu, waktu Hana di dunia nyata sangat singkat. Penyakit yang menggerogoti otaknya sejak kecil, yang disembunyikan rapat-rapat bahkan dari Mei, akan membunuhnya dalam dua tahun.
"Setidaknya... aku akan memberinya dunia yang tak akan sakit," ucapnya dengan mata berembun.
---
Pagi keberangkatan.
Kazuki mencium kening Hana yang tengah tertidur di kursi belakang. Mobil mereka melaju perlahan melewati gerbang kota. Mei duduk di kursi penumpang, memutar lagu lama yang mereka sukai. Sementara Kazuki menyetir tanpa berkata banyak, hanya sesekali tersenyum melihat keluarganya.
Hana menatap ke luar jendela. "Ayah udah pastikan belum tempat kita menginap? Bisa lihat bintang nggak malam ini? Masa ia hana bawa kamera, tapi gak bisa nikmatin suasana malam nya sama sekali"
"Bisa. Bahkan mungkin malam ini jadi malam terindah yang pernah kamu lihat," jawab Kazuki pelan.
Mei menoleh dengan alis terangkat. "Hmmm tumben kamu bersikap lembut? Nggak seperti biasanya..."
"Hana... Lihat lah ibumu. Bahkan ayah bersikap manis saja padamu, seperti nya tidak boleh" ucap kazuki bergurau.
Hana hanya terkekeh pelan, "Ayolah ibu... Mungkin ini cara ayah menebus kesalahan nya. Sudah lama bukan, ayah terlalu sibuk dengan kerjaan nya?" ucap hana sembari menggoda ibunya, dengan mengarahkan kamera ke arah ibu dan ayah nya.
Mereka menikmati perjalanan liburan waktu itu. Tawa yang mengiringi perjalanan mereka, seolah menutupi hal gila yang di rencanakan kazuki.
---
Kilometer demi kilometer dilewati. Mobil mereka mendekati rute yang sudah di rencanakan. Kazuki menekan tombol kecil di bawah kemudi, membuka jalur autopilot tersembunyi yang ia tanamkan bersama rekannya di bengkel riset. Ia menarik napas panjang dan perlahan membuka sabuk pengamannya.
"Ma, aku mau berhenti sebentar, periksa ban," katanya. Tapi justru saat itulah, sebuah truk dari arah berlawanan datang melaju cepat. Kazuki, dengan gerakan cepat, membuka pintu dan melompat keluar.
Tabrakan keras terjadi.
Mobil terguling dan meluncur ke tepi jurang, lalu tercebur ke laut. Kazuki terhempas di rerumputan basah, luka di bahu dan pelipisnya berdarah. Ia menggigit bibir, menahan tangis dan rasa bersalah.
Namun kali ini rencana nya tak berjalan lancar
Mobil yang seharusnya menuju tebing dan tertahan oleh penghalang, justru langsung terjun bebas ke laut saat itu.
"Hana!!!! Mei!!!! Tidak–tidakkkkk bukan seperti ini..." ucap nya dengan tangan gemetar, merasa dunia nya langsung runtuh saat anak dan istrinya terjun bersama dalam mobil yang masih terkunci saa itu.
Ia bergegas menelfon petugas, dan beberapa rekan nya. "Tolong... Tolong. Siapa pun, selamatkan mereka" ucap nya tak karuan sembari menatap mobil yang kini perlahan tenggelam kedasar laut.
Seketika kecelakaan itu membuat kazuki perlahan melemah, badan nya lemas dan pingsan saat itu. Bukan hanya pengaruh trauma yang ia alami, namun benturan yang cukup keras pada kepalanya saat meloloskan diri, membuat nya kehilangan kesadaran.
Setelah kecelakaan itu, ia bukan hanya kehilangan istri dan anaknya. Ia bahkan kehilangan kepercayaan dirinya, dan peran nya sebagai seorang suami dan juga ayah.
---
"Kami menemukan mobil itu tenggelam di kedalaman 14 meter," kata seseorang. "Tapi dua tubuhnya belum ditemukan. Hanya dompet dan gelang milik Hana yang terdeteksi."
Kazuki menatap layar. Visualisasi dunia digital milik Hana mulai membentuk struktur. Peta memori, citra rumah, bahkan suara Ren yang tertanam di dalam program mereka. Semua itu adalah potongan cinta yang ia satukan menjadi dunia baru untuk putrinya.
"Hana, mei... Kalian akan abadi...percayalah pada ku... Kalian akan hidup, di tempat yang tak pernah mengenal rasa sakit."
---
cara narasi kamu dll nya aku suka banget. dan kayaknya Ndak ada celah buat ngoreksi sih /Facepalm/
semangat ya.
Adegan romantis nya itu loh, bkin skskskskskkssksks.