Damian, lelaki yang dikenal dengan julukan "mafia kejam" karena sikapnya bengis dan dingin serta dapat membunuh tanpa ampun.
Namun segalanya berubah ketika dia bertemu dengan Talia, seorang gadis somplak nan ceria yang mengubah dunianya.
Damian yang pernah gagal di masa lalunya perlahan-lahan membuka hati kepada Talia. Keduanya bahkan terlibat dalam permainan-permainan panas yang tak terduga. Yang membuat Damian mampu melupakan mantan istrinya sepenuhnya dan ingin memiliki Talia seutuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
"Hufttt ... Akhirnya aku bisa selamat dari para monster gila kesehatan itu juga."
Talia bernafas lega. Dia kini berhasil kembali ke rumah setelah diperiksa oleh kakaknya berkali-kali di rasa dia memang sudah sembuh benar. Gadis itu orangnya selalu ceria, oleh sebab itu sakit pun kadang dia tidak keliatan sakit. Kecuali kalau sudah sakit sekali dan tidak bisa dia tahan. Biasanya kalau sudah begitu dia akan rewel dan manja sama papa, mama dan kakaknya. Tapi itu jarang terjadi.
"Monster apa?!"
"Hwaaaa! mmphh!"
Suara yang muncul tiba-tiba dari belakangnya membuatnya melompat kaget dan berteriak kencang. Namun mulutnya tiba-tiba di tutup oleh seseorang dari belakang.
Rasa panik melanda dirinya. Dia mengira yang masuk di kamarnya adalah pencuri. Gadis itu tidak kehilangan akal. Casen dan Lintang sudah mengajarinya ilmu bela diri biar hanya untuk pemula. Setidaknya untuk melawan orang jahat.
Berbekal refleks cepat, Talia langsung menginjak kaki orang di belakangnya sekuat tenaga. Terdengar suara erangan kesakitan, tapi tangan yang menutup mulutnya tidak langsung terlepas. Talia tidak menyerah, ia menyikut perut orang itu dan menendang ke belakang dengan tumitnya. Kali ini cengkeraman itu terlepas sepenuhnya, dan dia segera berbalik, siap memberikan pukulan terakhir.
Namun, matanya membelalak ketika melihat siapa yang berdiri di depannya.
"Ka-kamu ..."
Itu Damian. Tapi tentu Talia belum tahu siapa namanya. Padahal sudah beberapa kali mereka bertemu.
Pria itu menatapnya dengan tatapan tajam, satu tangannya memegangi perut sementara kaki satunya masih sedikit terangkat.
"Kau kuat juga rupanya."
Talia mengerjap beberapa kali, otaknya mencoba mencerna situasi. Pria itu ada di kamarnya. Di kamarnya? Bagaimana caranya dia masuk?
"K-kau ngapain masuk kamarku diam-diam?!" serunya akhirnya, masih waspada. Suara tegas tapi tidak kuat. Memang seluruh keluarganya tidak ada siang-siang begini. Semuanya kerja, tapi kan tetap saja ada pembantu. Bagaimana kalau ada pembantu yang dengar dan mengetahui ada yang menyusup masuk ke kamarnya? Bisa bahaya.
"Bagaimana caramu masuk ke sini?" gadis itu bertanya lagi.
"Seperti caramu masuk."
Talia menyipit. Pandangannya tidak sengaja jatuh ke tangan Damian yang terlihat memegangi perutnya. Talia lalu mengingat kalau barusan dia menyikut bagian perutnya. Apa lukanya belum sembuh benar, hingga pria itu merasa sakit saat dia menyikutnya tadi. Apa jangan-jangan lukanya terbuka?!
Talia langsung berubah khawatir dan refleks maju lebih dekat bahkan tanpa ijin buru-buru mengangkat baju Damian. Damian yang kaget mundur selangkah, tetapi kakinya malah kehilangan keseimbangan hingga membuatnya jatuh terlentang ke tempat tidur Talia.
Talia ikut jatuh menindih pria itu.
Ia membeku. Matanya membulat sempurna ketika menyadari posisinya sekarang. Ia menindih Damian yang masih terbaring dengan ekspresi tercengang di ranjangnya. Tetapi Talia sama sekali tidak menyadari kalau pria itu rupanya menyukai posisi ini.
Beberapa detik berlalu dalam keheningan yang canggung. Damian adalah yang pertama bereaksi. Ia mengangkat sebelah alisnya dan menghela nafas lalu bicara, setengah menggoda.
"Aku tidak menyangka kau akan seberani ini, nona fales. " ucapnya dengan nada datar namun ada sedikit ejekan di sana.
Talia tersadar seketika. Pipinya merona saat ia buru-buru menjauh, duduk di tepi ranjang dengan wajah berusaha terlihat biasa saja. Namun ia juga kesal karena lelaki itu menyebutnya gadis fales.
"A-aku cuma mau melihat lukamu! Jangan berpikir yang aneh-aneh!" bantahnya keras.
Damian terkekeh pelan, lalu bangkit dengan sedikit kesulitan. Ia merasakan perih di bagian perutnya, tetapi bukan karena lukanya yang terbuka. Serangan gadis itu juga bukan apa-apa baginya. Bela dirinya tinggi sekali, mana bisa dia kalah dengan gadis itu coba? Damian hanya merasa bekas lukanya memang terasa sedikit perih.
"Bisa aku periksa lukamu? Kalau terbuka lagi gara-gara aku, kan aku bisa merasa bersalah sepanjang umur hidupku ini. Walau kamu belum tentu orang baik, contohnya kamu terluka parah waktu itu, bisa ada kemungkinan kamu maling yang kabur terus kena tusuk, lalu sekarang masuk ke rumahku tanpa ijin."
Damian menatap Talia lama. Apa yang keluar dari mulut gadis ini memang tidak dapat diprediksi. Bisa-bisanya dia di bilang maling.
"Tapi nggak apa-apa. Asal kamu bertobat dan berjalan di jalan yang lurus, orang pertama yang akan menerimamu adalah aku. Kita harus memberikan kesempatan kedua bagi orang jahat untuk bertobatkan?"
Talia tersenyum lebar menatap pria itu. Tetapi senyumannya perlahan memudar karena tatapan mengintimidasinya.
Gila. Nyeremin banget tatapannya. Talia, lo sih terlalu cerewet. Dia pasti marah di bilang jahat. Aduh, nih mulut kenapa gak bisa diam sih?
"A-ayo periksa perutmu!"
Kata Talia kemudian memecah keheningan. Tangannya mulai melepaskan kenop-kenop baju Damian, sementara pria itu terus menatapnya dengan ekspresi yang sama.
Marah? Tidak. Damian tidak marah. Dia justru merasa lucu dengan setiap perkataan yang keluar dari gadis ceplas-ceplos itu. Sekarang, ia menikmati gadis itu membuka kenop kemejanya satu persatu.
Talia menelan ludah. Kenapa suasananya jadi begini? Tangannya sudah setengah jalan membuka kancing kemeja Damian, tapi pria itu hanya diam, membiarkan tanpa protes. Tatapan matanya masih sama, tajam, meneliti, dan entah kenapa terasa menekan.
"Kamu gak usah liatin aku gitu juga, kali." Talia berusaha terdengar biasa saja, tapi jelas ada nada gugup dalam suaranya.
Damian mengangkat satu alis.
"Kenapa? Gugup?"
"Nggak lah!"
"Buat apa gugup pada laki-laki beranak satu?" Talia menepis cepat.
"Aku cuma… ya, gak biasa aja buka baju orang lain."
Damian terkekeh pelan.
"Bagus kalau tidak biasa."
Talia mendelik, tapi akhirnya kembali fokus. Setelah kancing terakhir terbuka, ia menyingkap kemeja Damian dan matanya langsung terpaku pada perut pria itu. Bukan karena lukanya. Tetapi ...
Ya ampun, laki-laki ini makanannya tiap hari apa? Perutnya gila! Tipe gue banget!
Gumam Talia histeris sendiri dalam hatinya. Damian tertawa kecil karena Talia yang tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang kagum.
"Kau suka yang kau lihat?" Ia bertanya dengan nada menggoda.
Talia mengangguk sambil tersenyum seperti orang bodoh.
Talia masih terpesona dengan pemandangan di hadapannya. Otot-otot perut Damian begitu menyenangkan untuk di lihat, seolah pria itu tidak punya lemak sedikit pun. Tapi kemudian, otaknya segera sadar bahwa ia sedang menelanjangi seseorang secara tidak langsung. Dan yang lebih buruk lagi, ia baru saja menunjukkan ekspresi seperti fangirl melihat idolanya.
Ia mengerjapkan mata dan buru-buru mengalihkan pandangan ke luka di sisi perut pria itu. Untung saja, meski terlihat sedikit kemerahan, luka itu tidak terbuka lagi.
"Lukamu masih baik-baik saja, sepertinya," gumamnya lebih kepada diri sendiri.
Damian menyandarkan dirinya di kepala ranjang, mengamatinya dengan senyum tipis yang tidak lekas menghilang.
"Kau terlihat sangat tertarik dengan perutku, nona fales."
dobel up
hahaa dasar kau damian nyosor langsung
👍🌹❤🙏🤣🤣🤣