Serka Davis mencintai adiknya, hal ini membuat sang mama meradang.
"Kamu tidak bisa mencintai Silvani, karena dia adikmu," cegah sang mama tidak suka.
"Kenapa tidak boleh, Ma? Silvani bukan adik kandungku?"
Serka Davis tidak bisa menolak gejolak, ketika rasa cinta itu begitu menggebu terhadap adiknya sendiri, Silvani yang baru saja lulus sekolah SMA.
Lalu kenapa, sang mama tidak mengijinkan Davis mencintai Silvana? Lantas anak siapa sebenarnya Silvana? Ikuti kisah Serka Davis bersama Silvani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Skenario Davis
Perdebatan itu baru saja berakhir, Mama Verli menarik nafasnya panjang, ia perlu jeda untuk kembali menceramahi Davis supaya kali ini mengerti ketakutan yang dirasakannya.
Davis pun demikian, dia duduk diam. Mukanya sedikit masam karena merasa tidak suka sudah diatur-atur atau dilarang-larang perihal pasangan hidup.
Davis bangkit, ia bermaksud menuju kamarnya untuk sekedar melepas lelah, daripada di ruang tamu, hanya akan menambah mumet pikiran, sebab sepertinya Mama Verli masih akan melanjutkan ceramah babak kedua.
"Untuk yang terakhir, mama mohon sama kamu, jangan lanjutkan hubungan kamu dengan perempuan itu. Coba cari perempuan lain. Teman kantor kamu yang masih baru nongol juga tidak apa-apa. Daripada gadis tidak punya attitude itu," ceramah Mama Verli lagi menahan kaki Davis.
Davis berpikir, apa yang mau dia katakan untuk membalas ceramahnya sang mama. Otak Davis mendapat ide. Tapi, ide itu urung dia ungkapkan, dia masih belum puas untuk bermain-main sejenak dengan sang mama yang suka ngatur.
"Tidak, Ma. Mama, jangan atur atau larang lagi Davis untuk menentukan pasangan. Sudah cukup Davis mengikuti maunya Mama, yaitu menjauhi Silva. Tapi, yang sekarang ini Davis tidak mau dilarang-larang lagi. Lagipula Davis sudah bosan hidup sendiri," balasnya seraya melangkahkan kaki menuju tangga.
Mama Verli terpaku dengan ucapan Davis, dia sungguh tidak setuju apabila Davis memilih perempuan di kafe itu.
"Papa, tolong mama, Pa. Davis tidak boleh jadi dengan perempuan itu. Mama merasa gadis itu tidak baik." Mama Verli mengungkapkan kekhawatirannya terhadap Davis.
"Mama, sudah, jangan terlalu dipikirkan sampai serius seperti ini. Papa takut Mama sakit. Lebih baik kita doakan yang terbaik saja untuk Davis. Minta sama Allah, kalau memang gadis itu baik untuk Davis, maka dekatkan dan permudah jalannya. Namun, apabila gadis itu tidak baik, semoga dijauhkan dan diganti dengan gadis yang lebih baik dari perempuan itu," ujar Papa Vero yang diaminkan Mama Verli saat itu juga.
Walaupun sedih dengan sikap Davis, Mama Verli tetap memperlakukan Davis seperti biasa. Namun, tetap tidak dipungkiri, ekspresi kecewa itu tidak bisa disembunyikan.
Davis sudah berada di dalam kamar yang sudah dia tinggalkan beberapa minggu karena pindah rumah. Tubuhnya kini tengkurap sembari mempermainkan Hp nya, lalu membuka aplikasi WA.
Dia buka chatan bersama Silva, si adik angkat yang kini berubah menjadi gadis yang paling ia cintai. Terakhir chatan bersama Silva tentang peringatan dia agar Silva tidak menerima tawaran ajakan pulang bersama, oleh siapapun kecuali keluarga.
"Dek, semakin kamu menjauh, semakin letih kakak mendapatkanmu. Tapi, kakak tidak bisa melupakanmu. Apakah kamu tidak punya rasa cemburu ketika kakak jalan dengan perempuan muda seumuranmu? Padahal kakak sudah berusaha pancing-pancing kamu supaya cemburu." Davis mendesah bingung, kenapa Silva seperti tidak cemburu ketika melihat ia jalan dengan gadis seumurannya.
Tangan Davis kini beralih pada dompet di sakunya. Ia meraih sebuah foto dirinya bersama Silva. Foto itu diambilnya selfie, sehingga yang terlihat hanya setengah badan saja.
Davis menatap foto itu hingga ia lamat-lamat terlelap.
Tidak lama setelah Davis masuk kamar, Silva pun keluar dari kamar. Dia memang tadi mendengar samar-samar obrolan sang mama bersama Davis di ruang tamu. Silva sengaja tidak menampakkan diri, karena dia patuh atas perintah sang mama.
Kaki Silva yang tadinya akan menuju tangga, ia urungkan, sebab sekilas Silva justru melihat bayang sang mama sedang menuju ke kamar Davis.
Silva mengendap, sampai di balik tembok kamar, dia berhenti. Ia tajamkan pendengarannya menuju kamar Davis.
Mama Verli sudah berada di dalam kamar Davis. Ia memindai seluruh ruangan yang sudah beberapa minggu tidak ditempati sang anak.
"Tidur rupanya dia. Memang bujang yang satu ini sedikit susah diatur." Masih saja keluar dumelan dari bibir Mama Verli, sampai ia mendekat ke arah Davis yang tertidur dengan posisi tengkurap.
Mama Verli meraih sebuah foto dari tangan Davis. Ia cukup terhenyak, sebab foto itu merupakan foto Davis dan Silva yang di belakangnya terdapat sebuah tulisan Davis Love Silva Forever."
"Ternyata, Davis sudah mencintai Silva sejak dia masih duduk di bangku kelas tiga SMA," kejutnya sembari meletakkan kembali foto itu di antara jemari Davis.
Mama Verli masih belum meninggalkan kamar Davis. Dia kini dilanda bingung.
"Apa yang harus aku lakukan?" desahnya bingung.
Mama Verli keluar dari kamar Davis. Dia menutup kembali pintu kamar itu, dengan perlahan. Ia kini bergegas menuju tangga dan menuruninya.
Kini giliran Silva mulai mendekati pintu kamar Davis. Perlahan pintu itu dibukanya. Dilihatnya tubuh Davis terbaring tengkurap menghadap ranjang.
Silva mendekat dengan hati-hati, ia tidak ingin membangunkan Davis. Ditelusuri seluruh ruangan ini sampai tidak terlewat sedikitpun. Semua tidak ada yang berubah.
Kini fokus Silva menuju pada Davis yang masih terlelap. Silva menatap dari atas sampai bawah. Ketika matanya menuju tangan Davis, Silva justru melihat sebuah foto yang di sela jari Davis. Dia menatap foto itu, ternyata itu foto dirinya bersama Davis yang pernah Davis ambil secara selfie. Di belakangnya bahkan ada tulisan Davis Love Silva Forever.
Dada Silva terhenyak, dia kaget karena Davis masih saja menyimpan foto dirinya, sementara saat ini dia mendengar bahwa Davis sudah mulai pendekatan dengan seorang perempuan.
"*Maafkan aku, Kak*." Silva membatin.
Silva bermaksud segera keluar dari kamar Davis. Namun ia menyelimuti tubuh Davis dengan selimut terlebih dahulu sebelum keluar.
Setelah tubuh Davis terselimuti, tiba-tiba saja Davis bicara. Jantung Silva seakan berhenti berdegup.
"Silva, aku mencintai kamu. I love you, Silva," racau Davis. Silva terpaku, ia memperhatikan tubuh Davis yang tidak bergerak dan masih dalam posisi terbaring.
Sepertinya Davis hanyalah mengigau, dan igauannya ternyata ungkapan cinta untuk Silva. Silva segera keluar dari kamar Davis dengan hati yang semakin sakit. Ia sedih dan menangis.
Silva segera berlari menuju kamarnya. Dari lantai bawah, secara tidak sengaja Mama Verli melihat Silva berlari sambil menangis menuju kamarnya.
"Silva? Dari mana dia? Apakah habis dari kamar Davis? Sepertinya Silva memang habis dari kamar Davis. Ya ampun, kenapa masalah ini semakin ruwet saja?" Mama Verli uring-uringan, dia bingung dengan keadaan ini.
Malamnya setelah isya, Davis berpamitan. Saat Mama Verli mencegah dan menyuruhnya untuk menginap, jawaban Davis sungguh membuat Mama Verli bergidik dan was-was.
"Davis mau ketemu cewek Ma, Davis mau menghabiskan malam dan kencan," jawabnya sembari tertawa kecil.
"Davis, jangan pergi keluyuran tidak jelas. Mama mohon Davis," rengek Mama Verli sembari menangis. Melihat sang mama menangis, tadinya Davis mau menghampiri karena merasa bersalah. Tapi, karena ini merupakan bagian dari skenarionya supaya memancing sang mama masuk perangkapnya, maka dengan tega Davis pergi tanpa peduli sang mama memohon dan menangis.
"Maafin Davis, Ma." Davis menghidupkan motor dan pergi.
akhirnya direstui juga...
nunggu Davis tantrum dulu ya ma
berhasil ya Davis 😆😆😆👍👍