Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
Krek
"Siapa di sana?"
Sisi mulai meraih senter di dekat Andini, lalu mengarahkannya ke segala arah. Ia mencoba mencari asal suara itu, tadi ada suara ranting kayu yang sepertinya diinjak seseorang.
"Palingan suara ranting jatuh, Sisi." Andini mengambil senter yang dipegang Sisi, dia mematikan senter itu dan mengajak Sisi untuk segera masuk ke dalam tenda.
"Andini, kok dimatiin?" tanya Sisi bingung.
"Udah, jangan banyak nanyak. Ayo masuk! Perasaan gue enggak enak," ujar Andini. Dia membuka tenda dan mendorong Sisi agar segera masuk.
Sisi semakin bingung dan penuh tanda tanya akan sikap sang sahabat.
Tak lama setelah mereka masuk, terdengar suara rintihan yang begitu panjang. Dan nampak bayangan dari luar yang dipantulkan dari api unggun, ada sesosok makhluk aneh berjalan mengitari tenda mereka.
Dari bayangannya mereka bisa tahu kalau makhluk itu sangat mengerikan. Terlihat gigi taring yang mencuat keluar, dia melompat ke sana kemari dan terus berputar-putar di dekat tenda, jalannya sedikit bungkuk, dia bertubuh besar, sekilas terlihat seperti monyet.
Keadaan seperti ini membuat Sisi tidak tenang, melihat Andini yang bersikap santai, Sisi jadi penasaran.
Dalam keadaan menegangkan seperti ini, aneh kalau Andini bisa setenang itu.
"Kamu enggak takut, An?" tanya Sisi.
Andini mengintip keluar, dia kemudian kembali melihat ke arah Sisi. "Enggak ada yang perlu ditakutin, ini hutan rimba. Sudah pasti makhluk seperti mereka akan banyak berkeliaran di malam hari. Lagian, selama kalung ini masih berada di gue, mereka tidak akan pernah bisa menyentuh gue."
Sisi tetap saja takut, terlebih lagi saat melihat makhluk tersebut semakin mendekati tenda mereka sambil mengendus.
"Rawww."
Terdengar suaranya seperti auman harimau, Sisi semakin gemetar. Ia memeluk Andini dengan kencang, Sisi menutup matanya, tak berani lagi melihat bayangan itu.
Benar, ternyata ada seekor harimau.
"Din, itu beneran harimau?" tanya Sisi penasaran.
"Bentar, gue lihat dulu." Andini kembali membuka tenda dan melihat keluar, dia mengintip, melebarkan matanya, dan melihat lebih tajam.
Tampak harimau putih berjalan ke arah tenda mereka.
Andini berusaha menenangkan debaran jantungnya, ia kembali menutup tenda. Tidak berani lagi mengintip ke luar sana, hutan rimba yang mereka pijak ini sama sekali tidak pernah didatangi warga desa, kalau terjadi sesuatu pada mereka, sudah pasti tidak akan ada yang tahu.
"Dini, gimana ini?" tanya Sisi panik.
Andini juga tidak tahu, rasanya dia lebih takut sama makhluk yang nyata daripada mereka yang makhluk halus.
"Gue enggak tahu harus gimana, Si. Kayaknya itu harimau beneran deh, atau bisa jadi dia penjaga hutan ini."
Rawww!
Harimau itu semakin dekat, makhluk yang tadi mengitari mereka langsung menghilang begitu harimau tersebut datang.
Sisi dan Andini tercengang saat menyadari hal itu, mereka tidak menyangka kalau makhluk tersebut takut dengan kedatangan si harimau.
Api unggun yang mereka buat menyala lebih besar saat harimau tersebut berdiri di dekat tenda.
Aneh tapi nyata, kedatangan harimau itu seolah ingin menjaga mereka malam ini.
"Si, gue minta maaf ya. Andai gue denger saran dari lo untuk bermalam di dekat danau tadi, mungkin kita enggak akan melewati malam yang seram ini," ucap Andini dengan pandangan menunduk.
"It's okey, An. Enggak usah dipikirin lagi, gue harap harimau itu enggak bakal ganggu kita," ucap Sisi.
Mereka terus menunggu malam bergulir, dan pagi menyingsing. Meski waktu terasa lama berlalu, tapi mereka bisa tidur dengan tenang. Ternyata harimau itu benar-benar menjaga mereka, memastikan mereka agar tetap dalam keadaan yang aman.
Di sisi lain, perjalanan Rendra berjalan lancar tanpa ada hambatan. Ia tiba lebih awal di kediaman mbah Ijan bahkan cowok itu bermalam di sana.
Ternyata, harimau yang menjaga Sisi dan Andini adalah milik lelaki tua itu.
"Mereka akan tetap berada dalam keadaan aman, selama masih berada di dalam hutan itu," ucap mbah Ijan.
"Maaf, Mbah. Kalau boleh saya tahu, bukankah mereka sudah mengambil jalan yang salah? Seharusnya tidak masuk dalam hutan rimba itu, tapi langsung ke desa winara."
Mendengar perkataan Rendra, seketika mbah Ijan tersenyum.
"Teman kamu itu memiliki mata batin, ia sudah lebih dulu tahu kalau masuk ke desa winara tidak semudah yang dibayangkan, itu sebabnya dia memilih jalan lewat hutan rimba," jawab mbah Ijan.
Ada apa dengan desa winara? Apa desa itu juga memiliki misteri?
Mungkinkah desa winara lebih berbahaya daripada desa tempat mereka tinggal?
Rendra tidak tahu menahu soal desa Winara, dan dia juga tidak punya waktu untuk menanyakan hal tersebut.
Tujuannya ke sana adalah untuk menyelamatkan Bella dari kemarahan Mulan.
"Mbah, katanya hari ini Mbah akan membantu saya menyelamatkan Bella," kata Rendra mengingat kembali janji mbah Ijan semalam.
"Rendra, sebenarnya saya tidak punya cara untuk membawa Bella kembali. Saat ini jiwanya sedang menyaksikan alur cerita hidup adiknya Dewi. Yang tak lain adalah Mulan, soal temen kamu ini, saya yakin kalau Mulan tidak akan melukainya," tutur lelaki itu.
Rendra membuang napasnya dengan kasar, dia tidak percaya begitu saja omongan lelaki tua itu.
Roh jahat seperti Mulan mana mungkin tidak akan melukai Bella.
"Apa yang kamu pikirkan belum tentu benar, dia memang jahat karena sudah memakan janin yang tidak bersalah. Namun, di balik itu semua, dia sedang merencanakan sesuatu," jelas mbah Ijan seolah tahu apa yang hendak dilakukan Mulan.
Rendra tercengang mendengar penuturan mbah Ijan, dia juga menatap kagum ke arah mbah Ijan karena bisa mengetahui apa yang dipikirkannya tadi.
"Sebenarnya ada banyak hal yang ingin saya ceritakan," ujar mbah Ijan.
Rendra menarik kursi kayu yang didudukinya agar lebih dekat dengan lelaki itu.
"Soal apa, Mbah?" tanya Rendra.
Mbah Ijan menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu mengeluarkan kepulan asap yang membuat Rendra hampir terbatuk dengan baunya.
"Dari semalam kamu terus bertanya kenapa saya berbalik menjadi benci kepada Purnomo, padahal dia adalah murid saya. Semua itu tentu ada sebabnya," ujar mbah Ijan, "belasan tahun yang lalu," sambungnya mulai bercerita.
Flashback...
"Mbah, tolong bantu saya, Mbah. Saya janji akan melakukan apa pun untuk menjadi muridnya Mbah, syarat apa pun itu akan saya penuhi." Purnomo terus bersimpuh di depan kaki mbah Ijan.
Sudah seminggu lamanya dia mendatangi rumah lelaki tua itu, hanya untuk meminta supaya dijadikan muridnya.
Sejak awal, mbah Ijan sudah tahu keinginan pak Purnomo. Beliau cuma ingin menjadi kaya tanpa capek-capek cari duit, ingin hasil yang cepat, banyak, tapi tidak melalui proses yang panjang.
"Kamu tidak akan sanggup, Pur. Kamu tidak akan pernah bisa mengontrol nafsumu itu," ucap mbah Ijan.
"Mbah, apa maksudnya, Mbah? Saya cuma menginginkan sedikit saja, dan setelah itu saya akan berusaha sendiri, saya tidak akan terikat dengan mereka," jawab pak Purnomo. Ia mulai jujur bahwa tujuan utamanya hanya untuk mencari kekayaan, bukan untuk menjadi muridnya mbah Ijan.
"Jika sudah masuk, kamu tidak akan bisa keluar lagi. Sebisa mungkin cari cara sendiri untuk keluar, dan ingat! Jangan libatkan saya!" pesan mbah Ijan.
"Saya janji, Mbah. Saya tidak akan melibatkan Mbah dalam hal ini," jawab pak Purnomo dengan wajah berseri-seri.
Beliau pulang dengan tersenyum senang, kabar baik ini akan segera dia sampaikan pada istrinya.
Sebelum pulang, mbah Ijan juga mengingatkan pak Purnomo, supaya tidak terpengaruhi oleh bujuk rayunya makhluk-makhluk itu. Jangan sampai keinginan mereka memakan korban, itu adalah pesan dari mbah Ijan. Namun, tidak disangka istri pak Purnomo justru masuk terlalu dalam hanya karena menginginkan kecantikannya tetap awet tak lekang ditelan masa.
Obrolan mereka terus berlanjut hingga Dewi tiba di sana, dan Dewi ikut mendengarkan cerita awalnya Purnomo mulai bersekutu dengan Iblis.
Bella sadar sekarang kalau dirinya sudah berada di alam Mulan. Seolah dia berada di masa lalu, dapat melihat semuanya seperti sebuah putaran video.
"Aku tidak menyangka kalau mbak Mulan semenderita ini," ucap Bella. Ia tetap memperhatikan dari jarak jauh.
"Ayo, cepat! Lelet banget sih," ujar bu Yati.
"Bu, aku masih sakit. Badanku masih belum sehat, Bu." Mulan memegang erat kaki mertuanya, dia memohon dengan sangat untuk istirahat sebentar hari itu.
"Kamu mau enak-enakan aja di sini, hah? Anak saya di luar sana kerja buat kamu juga." Bu Yati terus menoyor kepala Mulan, wanita itu tampak tak berperasaan.
"Bu, Mulan capek," keluh Mulan.
Dari arah luar muncul Lukman, lelaki itu langsung menyuruh bu Yati untuk menyingkirkan tangannya dari jidat Mulan.
"Apa-apaan ini, Mbak?" tanya Lukman marah, ia menepis tangan sang kakak dengan kasar.
"Ngapain kamu, Man? Kamu mau ngebela perempuan hina ini?"
"Mbak, dia ini menantu kamu juga. Kalau suaminya tahu, dia pasti bakal marah sama kamu," ucap Lukman membela.