6 tahun mendapat perhatian lebih dari orang yang disukai membuat Kaila Mahya Kharisma menganggap jika Devan Aryana memiliki rasa yang sama dengannya. Namun, kenyataannya berbeda. Lelaki itu malah mencintai adiknya, yakni Lea.
Tak ingin mengulang kejadian ibu juga tantenya, Lala memilih untuk mundur dengan rasa sakit juga sedih yang dia simpan sendirian. Ketika kejujurannya ditolak, Lala tak bisa memaksa juga tak ingin egois. Melepaskan adalah jalan paling benar.
Akankah di masa transisi hati Lala akan menemukan orang baru? Atau malah orang lama yang tetap menjadi pemenangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Scared
Baru saja selesai memeluk tubuh bunda Devi, ponselnya bergetar. Nama Brian yang tertera di sana.
"Kalau sudah selesai, saya di depan restoran."
Lala terkejut bukan main. Pasalnya dia tidak meminta Brian untuk menjemputnya. Bahkan, memberitahu tempat restorannya pun tidak. Brian tetaplah seperti cenayang.
"Are you okay?"
Sebuah pertanyaan ketika Lala hendak memasang seatbelt. Sebuah senyuman Lala ukirkan. Juga anggukan kecil dia berikan. Namun, pria yang ada di balik kemudi tak percaya. Dia mulai menggenggam tangan Lala.
"Need something?"
"Iced Choco."
Brian pun tersenyum dan tak melepaskan tangannya. Sedangkan dia mengemudi hanya dengan menggunakan satu tangan. Hati Lala berangsur menghangat. Genggaman tangan Brian mengalirkan kehangatan dan ketenangan.
Brian memberikan minuman yang Lala inginkan. Disambut senyuman yang begitu manis. Kini mereka berdua sudah berada di king kafe.
Brian tak menanyakan apapun perihal pertemuan Lala dengan bundanya Devan. Dia tak mau kembali membuat Lala sedih. Sudah pasti ada hal emosional yang terjadi. Bagaimanapun Devan dan bundanya lebih dulu dekat dengan Lala dibandingkan dirinya.
"Mau makan sesuatu?"
"Saya gak lapar," jawab Lala.
"Yakin?"
Lala pun mengangguk. Brian tak mau memaksa. Dia pun memberikan ruang kepada Lala untuk sendiri. Sedangkan dia pergi ke lantai atas untuk mengecek keuangan kafe.
"Kalau butuh apa-apa telepon saya."
"Iya."
Tanpa perlu meminta, Brian memberikan semua perhatian juga pengertiannya kepada Lala. Lelaki yang selalu mengutamakan kenyamanan orang yang dia sayang. Rasa beruntung mulai hinggap di hati Lala.
"Lu tahu gak, La. Masbri kalau udah pengen sesuatu akan dia kejar sampai titik darah penghabisan. Effortnya gak pernah main-main. Jarang gua ketemu cowok kayak gitu."
Lala tersenyum ketika mengingat ucapan Alfa. Cara dia mencintai Lala begitu berbeda. Bahkan dia tak pernah mengenal lelah walaupun Lala sering melakukan salah.
Di balik sikap dinginnya, ada sikap yang tak Lala dapatkan dari Devan. Brian adalah lelaki tak banyak bacot, tapi penuh dengan effort.
Tengah asyik bermain ponsel, pandangan Lala teralihkan ketika mendengar suara Brian yang semakin jelas. Ya, pria itu menuju ke arahnya sambil berbincang dengan seseorang melalui ponsel
"Ya enggak bisa gitu dong. Itu namanya dia membatalkan kerjasama sepihak."
...
"Ya udah gua otw ke sana setengah jam lagi."
Lala menatap Brian dengan penuh tanya. Di mana dia sudah berada di hadapannya.
"Saya antar kamu pulang."
Dahi Lala mengkerut. Sorot matanya meminta sebuah penjelasan. Namun, tak jua dia membuka suara.
"Saya bisa pulang sen--"
Mimik wajah Brian yang sudah berubah membuat Lala tak melanjutkan ucapan.
Tatapan Brian jika tengah marah seperti hendak mengulitinya hidup-hidup. Alhasil, Lala pun kini bagai anak kucing. Segera bangkit dari duduknya dan mengikuti ucapan Brian. Di tengah perjalanan Brian membuka suara.
"Setelah mengantarkan kamu, saya akan langsung ke Bandung."
Perhatian Lala segera berubah. Kini, dia menatap ke arah Brian yang tengah fokus pada kemudi.
"Pemasok salah satu bahan dari Bandung malah gak mau ngirim barangnya ke king kafe. Padahal, sudah teken kontrak kerjasama."
Akhirnya, Lala tahu alasannya. Tanpa perlu diminta ataupun dipaksa Brian jujur tentang kepergiannya ke Bandung.
Namun, tiba-tiba hati Lala mendadak tak tenang setelah Brian berkata. Sudah lama semenjak kepergian sang baba sensitivitas Lala sudah tak muncul. Dan hari ini malah hadir lagi. Ditatapnya wajah Brian dengan lamat.
"Why?" tanya Brian karena tatapan itu baru pertama Brian lihat.
Lala hanya menggeleng. Kembali dia menatap lurus ke depan dengan hati yang semakin tak karuan. Tibanya di depan rumah, Lala tak lantas turun. Kembali dia menatap Brian.
"Bapak yakin mau langsung ke Bandung?" Pertanyaan Lala membuat Brian bingung.
"Masalah ini harus segera saya selesaikan," jawabnya.
"Memangnya kenapa?" tanya balik Brian.
Lala masih terdiam. Raut wajah sendu dapat Brian lihat. Diraihnya tangan Lala hingga pandangan mereka bertemu.
"Saya janji akan tetap bisa dihubungi. Panggilan ataupun chat kamu akan saya jawab."
Namun, Lala masih bergeming. Hatinya tidak mengijinkan Brian untuk pergi. Di satu sisi dia juga tak bisa melarang karena ini menyangkut usaha Brian.
"La--"
"Boleh saya peluk Bapak?"
Brian malah tersenyum lebar. Tak biasanya perempuan yang tengah dia genggam bertanya ketika ingin memeluknya. Brian segera menarik tangan Lala agar masuk ke dalam dekapannya.
Tangan keduanya saling memeluk dengan begitu erat. Terlebih Lala yang masih merasakan sesuatu yang tidak enak di hati.
"Setelah semuanya selesai, saya langsung pulang."
Tak ada jawaban dari Lala. Namun, tangannya semakin erat melingkar di pinggang Brian. Pelukan mereka terurai. Wajah Lala terlihat semakin sendu.
"Hei! Kenapa sedih?"
Tangan Brian sudah mengusap wajah putih Lala. Tatapannya menginginkan sebuah jawaban.
"My feeling so bad," balas Lala dengan sorot mata penuh ketakutan.
"I'm scared."
Brian kembali menarik tangan Lala. Diusapnya punggung Lala dengan lembut.
"Saya akan jaga diri dan hati-hati. Saya akan kembali dengan kondisi sehat dan sempurna."
Mau tidak mau Lala harus melepaskan Brian di tengah perasaannya yang dipenuhi ketidakenakan. Sesuai janji Brian, dia selalu menyempatkan diri membalas pesan Lala. Sedikit Lala merasa tenang.
.
"Masbri," ulang Alfa.
Ya, Lala sedang menanyakan perihal Brian kepada adiknya. Posisi Lala sekarang sedang berada di kamar Alfa.
"Di mata gua dia sosok pekerja keras dan penuh tanggung jawab. Selalu serius jika menyangkut pekerjaan juga perasaan."
"Apa lu tahu kalau dia--"
"Suka sama lu?" Lala sedikit terkejut karena Alfa sudah tahu.
"La, setahu gua dia yang paling sulit jatuh cinta. Tapi, sekalinya jatuh cinta effortnya luar biasa. Apa lu gak merasakannya?"
Lala terdiam karena dia memang merasakan effort besar seorang Brian King Atlanta.
"Dia adalah orang yang paling emosian di antara kita berempat. Tapi, dia yang paling sabar ngadepin sikap bodoh lu yang kadang-kadang datang."
Alfa menatap Lala yang masih membeku dengan begitu serius.
"La, mau sampai kapan ngegantung jawaban atas perasaan Masbri?"
"Al, berikan gua waktu. Gua tengah meyakinkan hati apa emang gua udah beneran move on dari Devan."
"Gua gak mau buru-buru jawab karena gua takut kalau sebenarnya gua masih sayang Devan dan Pak Brian hanya gua jadikan pelampiasan atas perasaan gua yang tak terbalaskan."
Alfa mengangguk mengerti. Dia juga tidak bisa memaksa. Juga tidak mau melihat Brian disakiti oleh Lala.
Getaran ponsel Alfa di atas tempat tidur membuatnya segera meraih benda pipih tersebut. Dia menatap ke arah jam dinding di mana sudah menunjukkan pukul sembilan malam karena tidak biasanya orang yang begitu sibuk ini menghubunginya di jam istirahat.
"Iya, Kak Dew--"
"Masbri kecelakaan!"
...*** BERSAMBUNG ***...
Komen atuh komen ...
next... pasti Lala makin posesif sama mas Bri , apalagi kalau ada feeling yang kurang baik .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
mkasih Thor Uda double up.....
semoga up lagi
semangat