Baru sebulan terikat oleh tali kasih pertunangan dengan pria yang selalu Ayasha panggil Om Rafael, pupus seketika di saat tunangannya berbagi peluh dengan wanita lain. Hancur berkeping-keping hati Ayasha, kecewa dengan pria yang masih saudaranya, ternyata Om Rafael sudah menjalin hubungan spesial dengan sekretarisnya, Delia.
"Aku cinta dan benci dirimu, Om Rafael. I will FORGETTING YOU forever!" teriak Ayasha menahan gejolak emosinya.
"Begitu susahnya aku untuk meminta maaf padamu, Ayasha!" gumam Rafael menatap kepergian Ayasha.
Melupakan segalanya termasuk melupakan Om Rafael menjadi pilihan akhir Ayasha yang baru saja lulus SMU, disaat hatinya hancur gadis itu memilih pindah ke luar kota, dan menyelesaikan pendidikannya ke jenjang S1.
5 tahun Ayasha melupakan mantan tunangannya. Mungkinkah Allah mempertemukan mereka kembali? Jika di pertemukan kembali apa yang di rasakan oleh Om Rafael? Masihkah ada rasa di hati Ayasha untuk Om Rafael atau sudah ada pengganti Om Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semoga kelak kita tidak akan bertemu
Rumah Sakit
Mama Rara langsung di tangani oleh Dokter di ruang IGD, papa Stevan terlihat cemas begitu pula dengan Rafael. Kedua pria itu sama-sama menunggu di depan ruangan IGD dengan menjaga jarak, tidak berdekatan.
Wajah Rafael terlihat lebam setelah mendapatkan beberapa kali pukulan dari papa Stevan, dan sekarang pria itu baru merasakan sakitnya.
“Keluarga Nyonya Rara,” panggil perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD.
Papa Stevan langsung berdiri dari duduknya. “Ya suster, saya suaminya.”
“Silakan Pak masuk ke dalam untuk menemui Dokter,“ pinta sang perawat.
Papa Stevan turut masuk lalu bertemu dengan Dokter yang mengecek kondisi istrinya, namun sebelumnya melarang Rafael untuk mengikutinya, Rafael hanya bisa mendesah sembari meraup wajahnya dengan kasar. Tak lama Dokter tersebut menjelaskan kondisi mama Rara yang mengalami darah tinggi, dan menyarankan untuk di rawat beberapa hari di rumah sakit.
Dokter pun menyarankan pasien untuk tidak terlalu stress, jangan banyak pikiran, agar tekanan darahnya kembali stabil.
...----------------...
Esok hari ...
Dari semalam Rafael tertidur di ruang tunggu karena tidak di izinkan masuk ke ruang rawat inap untuk menjenguk dan menemani mama Rara, justru malah di usir oleh papa Stevan, namun tak diindahkan oleh Rafael, walau bagaimana pun pria itu sangat menyayangi mamanya.
Sungguh lucu sikapmu Rafael, sayang dengan mamamu tapi kamu mampu menyakiti hati mama Rara. Lain di hati lain di mulut!
Waktu sudah menunjukkan jam 9 pagi, pria itu sudah bangun dari tidur dalam posisi duduknya dan sekarang sudah berada di cafe yang ada di lobby rumah sakit untuk mengisi perutnya di pagi hari.
Dari balik kaca pembatas cafe, pria itu bisa melihat kedatangan gadis cantik yang penampilannya terlihat casual dengan kemeja berwarna putih di padu dengan celana jeans serta sepatu snickers berwarna putih, lalu rambut panjang curlynya tergerai indah.
Tanpa sengaja Rafael dan Ayasha beradu pandang dalam jarak yang lumayan dekat, namun terpisahkan oleh bingkai kaca besar sebagai pembatas. Rafael dan Ayasha sama sama tidak berkata, hanya beradu pandang kemudian Ayasha memalingkan pandangannya, dan mempercepat langkah kakinya.
Papa Stevan semalam memberi kabar ke mama Nia mengenai kondisi istrinya, makanya pagi ini Ayasha menyempatkan untuk menjenguk mama Rara, bukan untuk mencari perhatian kedua orang tua Rafael, namun memang Ayasha sangat sayang dengan kedua orang tua Rafael tanpa memandang mantan tunangannya.
...----------------...
Ruang Rawat
“Assalamualaikum, Pah, Mam,” sapa Ayasha yang baru masuk ke dalam.
“Waalaikumsalam, Aya,” balas sapa Papa Stevan.
Gadis itu mencium takzim kepada kedua orang tua Rafael, lalu menaruh paper bag yang di bawanya di atas meja sofa.
“Pah, ini ada sarapan buatan Aya, dimakan dulu,” ucap Ayasha sembari membuka isi paper bag.
“Seharusnya kamu gak usah repot-repot, Papa nanti bisa beli di bawah.”
“Gak pa-pa kebetulan Aya sempat masak tadi pagi.”
Gadis itu kemudian mendekati ranjang Mama Rara. “Mama kenapa bisa sakit?”
Mama Rara mengulas senyum tipis, lalu menyentuh lengan gadis itu. “Mungkin Mama lagi banyak pikiran, jadi tekanan darah mama tinggi.” Ibu mana yang tidak akan syok jika mengetahui anaknya telah melamar dan bertunangan tanpa minta restu dari kedua orang tuanya.
Gadis cantik itu tersenyum hangat. “Jangan banyak pikiran kalau begitu, biar mama cepat sembuh ya, Aya hanya bisa berdoa saja. Mama sudah sarapan? mau Aya ambilkan?”
Wanita paruh baya itu hanya bisa tersenyum tipis, hatinya pilu ... Kenapa anakku tega menyakiti gadis yang baik ini. Ya Allah kenapa anakku bisa kelakuannya seperti itu, apa salahku dalam mendidik Rafael.
Sejak dulu Ayasha memang sangat perhatian dengan kedua orang tuanya begitu pula dengan kedua orang tua Rafael, tetap menjaga sopan santunnya kepada orang yang lebih tua.
“Mama tadi sudah disuapi sama Papa,” sahut Papa Stevan yang sedang menyantap sarapan paginya dari Ayasha.
Mama Rara ingin sekali menceritakan hal yang baru tentang Rafael, namun hatinya tidak tega, wanita paruh baya itu hanya menatap sedih ke Ayasha. Lumayan lama Ayasha menemani Mama Rara dan Papa Stevan, tak terasa sudah jam 12 siang, Ayasha berpamitan karena sudah ada janji dengan temannya, Amelia.
Saat Ayasha keluar dari ruang rawat. Pria yang memiliki tubuh besar dan tinggi sudah menghadang Ayasha, lalu menatap gadis itu.
“Bisa kita bicara sebentar,” pinta Rafael.
Ayasha mendongakkan wajahnya dan berusaha kuat untuk menatap wajah tampan Rafael. “Tidak ada yang perlu kita bicarakan Om Rafael, permisi,” balas Ayasha berusaha melalui tubuh pria itu yang masih berdiri tegak di hadapannya, namun lengan gadis itu di cengkeramnya, menahan agar gadis itu tidak pergi.
“Kita hanya bicara sebentar,” pinta Rafael dengan tegasnya.
Dalam beberapa menit, mereka sama-sama diam.
“Baiklah, hanya sebentar!” jawaban Ayasha yang terdengar terpaksa.
“Kita bicara di cafe lantai bawah.” Pria itu melepaskan cengkeramannya, dan jalan terlebih dahulu, sedangkan Ayasha jalan di belakang pria itu, dengan raut wajah masamnya.
...----------------...
Cafe
Rafael menarik salah satu kursi dan meminta Ayasha duduk, kemudian baru pria itu duduk di hadapan gadis itu.
Sejenak mereka saling bersitatap, menanti siapa yang akan membuka suara terlebih dahulu.
“Ayasha, sepertinya kita tidak bisa melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Sejujurnya aku sudah melamar dan tukar cincin dengan Delia sekretarisku, kami berdua sudah memiliki hubungan spesial sejak tiga tahun yang lalu,” tutur Rafael begitu lugas.
Tidak ada kata permohonan maaf atas kelakuan yang kepergok oleh Ayasha, pria itu langsung to the point.
Wajah Ayasha sejenak kaget mendengarnya, namun berusaha untuk merubahnya menjadi tenang. Namun tak habis pikir jika dirinya telah di bohongi oleh pria yang ada di hadapannya, sungguh teganya!
“Jika sudah melamar dan tukar cincin kenapa masih mau menerima perjodohan kita! Kenapa masih mau bertunangan denganku! Om Rafael bisa menolaknya dengan tegas. Jadi tidak akan banyak orang yang akan tersakiti. Tanpa harus melihat hubungan yang menjijikkan itu! Seharusnya Om Rafael sejak dulu berkata jujur jika sudah memiliki kekasih, tidak menutupinya!” jawab Ayasha penuh penegasan.
“Maaf.”
“Tak ada gunanya lagi bilang kata maaf, Om Rafael!” tukas Ayasha penuh penekanan.
“Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu Ayasha, sebenarnya aku akan berkata jujur padamu, tapi entah kenapa kemarin akhirnya ketahuan.”
“Mungkin itu sudah jalannya melihat mantan tunanganku seperti apa! Dan Om Rafael tahu rasanya! Sakit rasanya!” balas Ayasha, sambil menunjukkan dadanya. Wajah Ayasha sangat tenang, tidak menggebu-gebu, namun tegas.
“Bangkai walau di simpan rapat-rapat, pasti akan tercium bau busuknya. Itulah kelakuan Om Rafael!”
Rafael terhenyak ...
“Aku tahu Om Rafa memang tidak suka, tidak mencintaiku walau tanpa berkata padaku, tapi seharusnya tidak menyakitiku Om. Memangnya aku salah apa sama Om! aku juga berat menerima perjodohon dengan pria yang sudah tua, tapi aku menghargai perjodohan keluarga besar kita. Sepertinya aku yang terlalu bodoh, yang terlalu berharap jika sikap dingin Om Rafael selama ini akan berubah hangat denganku. Ternyata ada rahasia dibalik semuanya!” cecar Ayasha, menajamkan tatapan matanya.
Rafael tidak menyangka gadis yang dianggap bocah ingusan bisa bertutur kata layaknya orang dewasa, dan mampu menghadapi dirinya. Padahal selama ini Ayasha terkesan pendiam jika mereka ada kesempatan berdua, atau mungkin karena dirinya yang selalu acuh dan bersikap dingin dengan Ayasha. Kini Rafael melihat Ayasha yang sesungguhnya dan tampak berbeda.
“Usia Om Rafael sudah 30 tahun, seharusnya lebih dewasa dalam bertindak dan berpikir. Tapi ternyata sikap Om seperti anak remaja labil, tidak bisa mengambil keputusan dengan baik. Jika sejak dulu Om berkata jujur, tidak akan ada orang yang tersakiti.”
Ayasha mengambil tasnya yang sempat di letakkan di kursi sebelahnya, dan menghiraukan tatapan Rafael. Tak sengaja gadis itu melihat jemari Rafael masih memakai cincin tunangan mereka berdua.
“Cincin tunangan milikku, semalam sudah aku kembalikan ke Mama Rara. Semoga kelak kita tidak akan bertemu lagi, dan semoga Om Rafael bahagia selalu dengan kekasihnya!” ucap Ayasha, lalu beranjak dari duduknya, namun lagi dan lagi pria itu mencekal tangan Ayasha, seakan tak rela ditinggal oleh gadis itu.
Pria itu menatap lekat-lekat manik warna coklat yang begitu bening, hidung mancung, bibirnya yang terlihat sensual, bisa dibilang Ayasha begitu sempurna sebagai gadis cantik, namun pria itu hanya menganggapnya sebagai adik atau saudara saja, tidak memiliki perasaan lebih terhadap gadis itu mungkin karena sudah mengenal Ayasha dari bayi merah.
“Duduklah, aku belum selesai berbicara,” pinta Rafael, sedikit memaksa.
Ayasha memutar malas kedua bola matanya. “Bukankah sudah cukup bicaranya, tidak ada lagi yang harus di bicarakan. Bukankah dengan kejadian kemarin sudah menjelaskan semuanya!” balas Ayasha dengan ketusnya.
“Sebelum kita berpisah, tolong maafkan aku, biar kita sama-sama tenang menjalankan kehidupan kita kedepannya,” pinta Rafael.
Ayasha menarik napasnya dalam-dalam. “Bohong jika aku tidak bilang sakit dengan melihat apa yang terjadi di depan mata. Sangat sakit Om Rafael!! Aku mungkin terlihat seperti anak kecil di hadapan pria dewasa ini, tidak seperti sekretaris Om yang terlihat dewasa dan cantik. Tapi aku punya hati dan perasaan Om. Jadi jangan memohon maaf padaku. Tapi mohon maaflah kepada kedua orang tua Om, yang mungkin saja hatinya sangat terluka dan kecewa dengan keputusan dan tindakan Om!”
“Sedangkan aku ... aku tidak bisa marah atau kecewa karena aku tidak ada artinya buat Om Rafael ... jangan pernah meminta maaf denganku, karena aku tak butuh maaf dari Om! Jika ingin hidup Om Rafael tenang atas apa yang telah terjadi, maka mohon ampunlah kepada Allah atas segala yang telah Om lakukan dengan wanita itu!” tutur Ayasha, berusaha tenang walau hatinya mulai menggebu-gebu.
Tatapan Ayasha begitu dalam, dan menyiratkan semua rasa sakitnya, untuk sesaat Rafael menatap lekat-lekat kedua bola mata yang indah itu. Tak di sangka pria itu sudah menoreh luka untuk gadis itu.
“Kamu suka denganku, Aya?” tanya Rafael tiba-tiba dengan sorot mata menyelidik. Pertanyaan yang tiba-tiba saja terlontarkan oleh Rafael, untuk pertama kalinya.
Ayasha menaikkan salah satu sudut bibirnya. “Bohong jika ada perempuan yang tidak tertarik dengan pria seperti Om Rafael, yang ganteng, gagah dan kaya. Namun pertanyaan itu sudah tak ada gunanya untuk dijawab.” Cukup pernyataannya seperti itu, tidak perlu mengungkap isi hatinya, karena tidak akan memperbaiki keadaan yang sudah terjadi.
Gadis itu menghentakkan tangan Rafael yang masih mencengkeram lengannya. “Semoga kita tidak akan bertemu lagi, untuk selamanya Om Rafael.”
Rafael bergeming, tidak bisa lagi menahan keberadaan Ayasha, yang berlalu dari dirinya. Namun masih ada pertanyaan yang tersimpan di benak pria itu, kenapa Ayasha bisa datang ke apartemen tanpa menghubunginya terlebih dahulu, dan masuk begitu saja, akan tetapi sudah terlambat untuk bertanya. Dia hanya bisa menatap nanar punggung gadis itu hingga menghilang dari cafe.
bersambung .... ✍🏻✍🏻
Jangan menilai seseorang dari luarnya saja, tapi selamilah kepribadiannya, bisa jadi dia menjadi pendiam karena orang yang dihadapinya tak pernah menganggapnya ada, hanya bagaikan angin lalu.
Gadis berusia 18 tahun tidak selamanya terlihat seperti anak kecil, justru dia bisa menjadi lebih dewasa dari orang yang sudah berusia matang.