Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
De ja vu
"Malam ini Oma ku ulang tahun. Kalian datang, ya," undang Puspa pada Winta dan Rihana setelah mereka sampai di depan kubikelnya.
"Mendadak banget," ucap Winta agak keberatan. Dia ngga membawa baju pesta. Jika pulang dulu, pasti akan ribet.
"Aku lupa mengatakannya pada kalian kemarin," kekeh Puspa pelan.
"Hemm," dengus Winta
"Jadi gimana? Kita, kan,ngga bawa baju ganti. Iya, kan, Ri," sambung Winta lagi sambil.meminta pendapat Rihana.
"Iya," sahut Rihana singkat.
Puspa malah semakin tertawa membuat keduanya heran
'Kenapa kamu malah ketawa?" heran Winta.
"Kalo soal baju ganti, tenang saja. Aku malah sudah booking salon tempat kalian ganti baju dan di make over," jelas Puspa sangat meyakinkan.
"Serius?" tanya Winta yang awalnya enggan berubah antusias.
Rihana hanya menatap Puspa bingung .
Dia akan dipinjami baju sama didandani maksudnya? tanyanya dalam hati.
"Iya, seriuslah," jawab Puspa dengan senyum lebarnya.
"Bajunya dipinjami?" tanya Winta lagi memastikan. Rihana serius menyimak, karena ini juga mengganggu pikirannya.
"Aku udah beliin. Anggap hadiah buat kalian. Semoga cocok, ya. Tapi do'akan Oma supaya sehat selalu," tukas Puspa cepat dengan senyum lebarnya.
Keduanya saling pandang.
"Tiap Oma ulang tahun, kita malah dikasih uang yang banyak banget," cerita Puspa sambil mengotak atik ponselnya.
"Ini gaunnya. Semoga suka," tunjuk Puspa pada dua gaun yang ada di layar ponselnya.
"Wow, ini, sih, TOP banget," puji Winta dengan suara teriakan yang tertaha saat melihat dua buah gaun yang ditunjukkan Puspa.
Rihana pun ikut menelengkan kepalanya untuk melihat gaun itu ketika mendengar suara kagum Winta.
Gaun itu luar biasa bagus menurutnya. Harganya pasti sangay mahal.
Ini serius dikasih? batin Rihana penuh tanya. Terselip rasa ngga percaya.
"Ini bener buat kita berdua?" tanya Winta lagi ingin menegaskan.
Rihana senang, karena pertanyaan buat Puspa juga mewakili keingintauannya.
'Iya. Ngga percaya amat," gelak Puspa.
"Makasih banget, ya," seru Winta sangat girang.
"Makasih ya, Puspa. Jadi ngga enak, belum beli kado juga," imbuh Rihana.
"Ya, benar itu. Kita masa ngga bawa kado," sambar Winta dengan perasaan langsung ngga enak. Padahal dari tadi dia sudah menunjukkan ekspresi bahagianya sangat diberikan hadiah gaun yang sangat mahal oleh Puspa.
"Ngga apa. Asal kalian senang, aki juga ikut senang," tamggap Puspa cepat. Dia pun tertawa lagi.
"Ayo kerja, nanti bahasnya pas pulang aja," ucapnya sambil duduk ke kubikelnya.
Winta memandang Rihana dengan senyum ebar.
"Aku ngga sabar pake gaunnya," katanya sambil kembali ke kubikelnya.
Rihana hanya tersenyum sambil berjalan ke kubikelnya juga.
Baru saja duduk, ponsel Rihana bergetar.
Ada notifikasi pesan, ternyata dari Alexander.
Jantung Rihana berdegup kencang, ada rasa bahagia mengalir di dalam dadanya.
Alexander
Nanti malam, kita jalan ya
Waduh, batin Rihana
Dia telanjur punya janji dengan Puspa.
^^^Me^^^
^^^Malam ini ngga bisa, mau ke rumah Puspa. Yang suka ngantar aku pergi dan pulang itu. Maaf ya^^^
Rasanya ngga tenang menunggu balasan Alexander yang ngga langsung muncul.
Dia marah? Rihana jadi merasa cemas.
Tapi notifikasi pesan yang baru masuk membuatnya mengembangkan senyumnya.
Alexander
Oke, ngga apa apa. Besok malamnya lagi aja, ya. Jangan ditolak.
Rihana tersenyum saat membacanya. Hatinya seakan dipenuhi banyak bunga
^^^Me^^^
^^^Iya^^^
Alexander
love
Perut Rihana langsung mulas. Tapi entah mengapa bibirnya terus saja ngga bisa berhenti tersenyum.
*
*
*
Rihana rasanya seperti dejavu saat mobil Puspa melewati jalan menuju rumah omanya.
Mereka bertiga sudah berdandan di salon yang bonafid.
Winta tampak senang dan puas dengan penampilannya. Dia beberapa kali memutar tubuhnya di depan cermin.
Mereka bertiga sudah di dandan dengan sangat cantik dan elegan.
Winta yang anak orang berada, merasa kelas Puspa sangat tinggi. Berkali kali lipat di atasnya.
Awalnya dia sudah menyadari kalo Puspa dari keluarga kaya raya dengan mobil yang mengantar jemputnya. Bukan mobil murah, tapi mobil yang harganya hampir satu milyar.
Kini dia semakin yakin kalo Keluarga Puspa saat kaya raya, bertingkat tingkat dari kekayaan keluarganya melihat pakaian dan salon yang melayani mereka. Padahal bukan salon biasa, salon sangat mahal. Tapi pemilik dan pegawainya sangat menghormati Puspa, seakan akan Puspa seorang nona muda.
Siapa sebenarnya Puspa? Kalo dia nona muda, mengapa dia mau bekerja di perusahaan sebagai karyawan biasa?
Kini Winta melihat jalan yang mereka lewati. Kata Puspa, sudah mendekati rumah omanya. Di sepanjang jalan, hati Winta bergetar melihat bangunan bangunan mewah yang ngga layak di sebut rumah. Mansion atau istana mungkin yang lebih tepat.
Winta kembali melirik Puspa yang tampak sangat cantik dan baru kali ini Winta menyadari ada kharisma seorang nona muda kini terpancar dari wajah dan sikapnya.
Kamu siapa.sebenarnya?
Ingatan Rihana melayang seperti saat belasan tahun yang lalu.
Rasanya jalan ini pernah dia lewati. Ngga ada perubahan yang berarti.
Waktu itu Rihana kecil melongokkan kepalanya ke arah luar jendela mobil. Dia sangat kagum dengan bangunan yang seperti kastil kastil tempat tinggal putri putri dan pangeran yang selalu dilihatnya di buku dongeng.
Tampilan bayang bayang kastil yang selalu ada dalam pikirannya kini mulai tergambar cukup jelas. Sayangnya hari sudah gelap dan hanya diterangi lampu lampu kristal yang antik dan cahayanya tidak begitu terang.
Tapi Rihana merasa yakin, jalan inilah yang dia lewati. Dan di ujung jalan inilah rumah megah kakek dan neneknya berada.
Jantung Rihana berdetak sangat keras. Dadanya mulai terasa sesak. Matanya pun memanas.
Rasanya ingin berteriak dan turun. Kemudian berlari ke arah tempat dia dan mamanya dulu pergi.
Tapi kakinya terasa berat dan lidahnya terasa kelu. Bahkan air mata sudah mulai mendesak keluar.
Dan rasanya dada Rihana ingin meledak ketika melihat mobil yang membawa mereka masuk ke dalam rumah megah yang dulu dia dan mamanya pernah datangi.
Rihana ngga hanya bisa memandang parkirannya yang sangat luas. Tapi dia juga bisa masuk ke dalamnya.
"Pus, kamu sama siapa, nih?" sapa seorang laki laki muda yang tampak tengil dan usianya hampir sama dengan mereka. Tapi wajahnya tampan dan penampilannya perlente.
Winta sampai menahab nafas, ngga nyangka bertemu laki laki setampan ini. Pantasan Puspa ngga terlalu tertarik.dengan teman laki laki mereka di perusahaan.
"Puspa," rengeknya manja saat memprotes.
Laki laki itu tertawa senang.
Dia langsung mengulurkan tangannya pada Rihana membuat Winta agak kecewa.
"Hai, aku Ansel," katamya memperkenalkan diri
"Rihana."
"Nama.yang bagus," katanya sambil mengedipkan sebelah matanya, tapi kemudian meringis ketika telinganya dijewer seorang gadis yang kelihatannya lebih muda.
"Udah tunangan masih aja genit. Kiran lapor ntar ke Kak Nay," ancam Kirania, adik dari Ansel.
"Cuma kenalan, Kiran. Kenalan," kata Ansel membela dirinya.
Puspa tertawa melihatnya.
"Teruskan, yang lebih sadis lagi, Kiran," kompor Puspa senang melihat ringisan sepupunya yang nyebelin.
Kirania terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya pada Puspa. Dia pun terus menyeret kakak laki lakinya yang selalu genit padahal sudah punya tunangan.
Rihana dan Winta tersenyum tipis melihatnya
Tapi benak Winta makin curiga akan jati diri Puspa. Winta yakin Puspa bukan dari kalangan biasa. Apalagi melihat sepasang laki dan perempuan tadi yang sangat akrab berkomunikasi dengan Puspa. Seolah ngga ada jarak.
"Ayo, masuk," ajaknya sambil berjalan duluan.
Winta segera mengikutinya. Tapi Rihana ngga gitu konsentrasi. Kenangan akan istana ini yang dia lihat dari luar sangat mengganggu pikirannya.