Mentari Di Balik Kabut

Mentari Di Balik Kabut

Bab 1: Langkah Pertama di Wang Corp

Roseane Park berdiri di depan pintu kaca tinggi dengan logo “Wang Corp” yang berkilauan diterpa sinar matahari pagi. Jantungnya berdebar seperti genderang perang. Gedung pencakar langit itu tampak begitu megah, hampir seperti mengintimidasinya untuk mundur. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan kegugupannya. Ini kesempatan emas, pikirnya. Kesempatan untuk membuktikan bahwa mimpinya menjadi seorang profesional sukses bukan hanya angan belaka.

Mengenakan blazer krem favoritnya, Rose melangkah masuk dengan mantap, meskipun di dalam dirinya bergejolak. Resepsionis menyambutnya dengan senyum tipis sebelum menunjukkannya jalan ke lantai 20. Lantai tempat impiannya—atau mungkin juga mimpi buruknya—akan dimulai.

Ketika lift terbuka, lantai itu menyuguhkan pemandangan ruangan luas dengan dinding kaca. Semua orang tampak sibuk; suara keyboard, panggilan telepon, dan langkah kaki terdengar seperti simfoni kerja. Namun, tidak ada yang lebih mencuri perhatian Rose selain sosok pria di ujung ruangan.

Dylan Wang, sang CEO muda yang legendaris, berdiri dengan postur sempurna di dekat meja kerjanya. Setelan gelapnya rapi tanpa cela, rambut hitamnya tertata sempurna. Wajahnya tampak dingin, seperti diukir dari marmer. Rose hampir membeku hanya karena melihat tatapannya yang tajam—bahkan dari kejauhan.

"Roseane Park, bukan?" Suara perempuan berusia sekitar 40-an mengejutkan Rose. Perempuan itu tersenyum ramah. "Saya Mrs. Liang, kepala divisi HR. Mari, saya antar ke meja kerja Anda."

Rose mengangguk canggung dan mengikuti langkah Mrs. Liang.

Namun, kenyamanan singkat itu segera hilang saat suara berat dan dingin terdengar dari belakang mereka.

"Mrs. Liang, pastikan anak magang ini tahu peraturan di sini," suara Dylan memecah kesunyian, membuat langkah Rose terhenti seketika. Ia berbalik perlahan, berhadapan dengan tatapan mata elang Dylan. "Kami tidak mempekerjakan orang yang hanya ingin mencoba-coba."

Rose menelan ludah. “Saya tidak akan mengecewakan, Pak,” katanya, mencoba terdengar tegas meski suaranya sedikit gemetar.

Dylan hanya memandangnya beberapa detik sebelum berlalu tanpa sepatah kata pun. Rose tahu detik itu juga: pria ini adalah ujian terbesarnya.

Meja Rose terletak di dekat jendela besar, memberikan pemandangan kota yang menakjubkan. Namun, ia hampir tidak sempat menikmati pemandangan itu. Hari pertamanya dipenuhi tugas yang menggunung. Mrs. Liang telah memberikan briefing singkat, tapi kebanyakan waktu, Rose harus belajar sendiri.

Ketika jarum jam menunjukkan pukul 5 sore, Rose merasa nyaris pingsan. Ia sedang sibuk memeriksa ulang laporan yang harus ia serahkan besok ketika suara langkah berat mendekat. Ia mendongak, dan sekali lagi, Dylan Wang berdiri di hadapannya.

"Laporan itu seharusnya selesai tadi pagi," katanya tanpa basa-basi.

Rose tergagap. “Ma-maaf, Pak. Saya baru saja menerima instruksinya—”

"Alasan tidak ada artinya di sini, Nona Park." Tatapannya menusuk. "Saya harap Anda bisa lebih cepat belajar jika ingin tetap bertahan di sini."

Setelah Dylan pergi, Rose menghembuskan napas yang tidak ia sadari telah ia tahan. Ini baru hari pertama, dan dia sudah membuatku merasa seperti pecundang.

Namun, alih-alih menyerah, sesuatu dalam dirinya justru menyala. Ia memandang laporan di tangannya dengan tekad baru. “Aku akan menunjukkan padamu, Tuan Wang,” gumamnya pelan.

Di sisi lain ruangan, Dylan berdiri di depan jendelanya, memandang langit malam yang mulai menggelap. Ia mengenali semangat di mata Rose tadi. Meski begitu, ia menggelengkan kepala. “Kita lihat sampai kapan kau bertahan,” katanya pada dirinya sendiri, tanpa menyadari bahwa kehadiran Rose perlahan akan mengguncang dunianya.

****

Keesokan paginya, Rose tiba lebih awal. Ia sudah bersiap menghadapi hari dengan semangat baru. Malam sebelumnya ia memutuskan untuk mengerjakan laporan tambahan agar bisa menunjukkan kemampuannya. Dengan penuh percaya diri, ia membuka laptop dan mulai mempersiapkan presentasi kecil untuk dipresentasikan kepada tim.

Namun, saat ia sedang asyik memeriksa data di salah satu file utama perusahaan, sesuatu yang tak terduga terjadi. File tersebut, yang seharusnya berisi data proyek jutaan dolar, mendadak hilang dari sistem. Rose mengerutkan kening dan mencoba memulihkannya, namun yang muncul hanyalah layar dengan tulisan besar: "ERROR: FILE NOT FOUND."

Jantungnya berdetak kencang. File itu adalah dokumen penting untuk pertemuan yang dijadwalkan pukul 10 pagi bersama klien utama perusahaan. Dan sekarang file itu hilang.

Rose mencoba tetap tenang dan mencari bantuan dari rekan-rekannya. “Maaf, ini file dari folder mana ya?” tanya seorang staf IT setelah ia menjelaskan masalahnya.

“Folder Project Sapphire,” jawab Rose pelan, merasa keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Staf itu membelalakkan mata. “Itu folder yang sangat sensitif. Kalau file-nya hilang, konsekuensinya bisa sangat serius.”

Kata-kata itu membuat tubuh Rose terasa lemas. Namun, ia menolak untuk menyerah begitu saja. "Apa tidak ada cara untuk memulihkannya? Saya pasti hanya salah langkah."

Staf IT mencoba membantu, tapi waktu terus berjalan. Hingga pukul 9.45, file itu tetap tidak bisa ditemukan. Rose tahu dia harus memberitahukan masalah ini kepada atasannya. Tapi siapa? Mrs. Liang? Timnya? Tidak ada waktu lagi untuk berpikir panjang.

Dylan Wang.

Rose merasa kakinya seperti memikul beban berton-ton saat berjalan menuju kantor sang CEO. Ia mengetuk pintu perlahan, dan suara dingin Dylan terdengar dari dalam. “Masuk.”

Ketika ia melangkah masuk, Dylan sedang membolak-balik dokumen di mejanya. Ia menatap Rose dengan alis yang terangkat. "Ada apa?" tanyanya dengan nada tenang, namun penuh kewaspadaan.

Rose menelan ludah. “Pak, saya harus melaporkan sesuatu. File utama untuk presentasi Project Sapphire… hilang dari sistem. Saya sedang memeriksanya tadi pagi, dan tiba-tiba terjadi kesalahan. Saya sudah mencoba memulihkannya, tapi tidak berhasil.”

Wajah Dylan berubah dingin seketika. “Kau bilang apa?”

Rose menggigit bibirnya, merasa tubuhnya mulai gemetar. “Saya—saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, Pak. Tapi saya akan melakukan apa pun untuk memperbaikinya.”

Dylan berdiri dari kursinya, membuat Rose mundur setengah langkah. "File itu sangat penting, Nona Park. Klien utama kita bergantung pada data itu. Dan kau hanya mengatakan 'tidak tahu apa yang terjadi’?"

Rose ingin menangis, tapi ia tahu itu hanya akan membuatnya terlihat lebih lemah. “Saya minta maaf, Pak. Berikan saya waktu. Saya yakin saya bisa menemukan solusi.”

Dylan menghela napas panjang dan menatapnya dengan tajam. “Waktu kita tinggal lima belas menit. Kalau kau tidak bisa memperbaikinya, kau tidak perlu kembali besok. Paham?”

Rose mengangguk cepat, lalu keluar dari ruangan dengan panik.

Di meja kerjanya, Rose memeriksa setiap langkah yang telah ia lakukan sebelumnya. Ia mencoba mengakses cadangan di sistem, namun hak aksesnya terbatas. “Tuhan, apa yang harus kulakukan?” bisiknya.

Ketika ia hampir menyerah, seorang rekan magang bernama Liam, yang duduk tidak jauh darinya, mendekat. “Hei, aku dengar kau ada masalah dengan file Project Sapphire,” katanya pelan.

Rose mendongak penuh harapan. “Ya! Kau tahu sesuatu?”

Liam mengangguk. “Kadang-kadang, file yang hilang masuk ke sistem backup internal. Tapi hanya Dylan yang punya akses penuh ke sana.”

Rose menatapnya dengan tatapan tidak percaya. “Kau serius?”

“Serius. Kalau kau punya alasan kuat, dia mungkin akan membukanya.”

Dengan waktu yang tersisa kurang dari lima menit, Rose mengumpulkan keberaniannya dan kembali mengetuk pintu Dylan.

“Kau lagi?” Dylan mendongak, jelas-jelas kesal dengan kedatangannya.

“Saya punya solusi,” kata Rose cepat, suaranya tegas meski tangannya gemetar. “Tapi saya butuh akses ke sistem backup internal perusahaan.”

Dylan memicingkan mata, seolah menilai apakah Rose serius atau hanya membuang waktunya lagi. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, ia mendesah dan berjalan ke komputernya. “Katakan langkahnya.”

Rose menjelaskan secepat mungkin, dan Dylan memasukkan kode aksesnya. Setelah beberapa klik, file yang hilang itu muncul kembali. Rose hampir tidak percaya ketika melihatnya.

“Selesai,” kata Dylan dengan nada dingin. “Bawa file itu ke ruang rapat. Dan pastikan tidak ada masalah lagi.”

Rose mengangguk cepat dan keluar membawa file itu. Ketika ia akhirnya menyerahkan data kepada tim yang sedang bersiap presentasi, ia merasakan lega yang luar biasa.

Setelah pertemuan selesai, Dylan memanggil Rose ke ruangannya. Ia tidak lagi terlihat semarah tadi pagi, tapi ekspresinya masih sulit ditebak.

“Kau berhasil memulihkan file itu,” katanya. “Tapi ini bukan soal siapa yang menyelesaikan masalah. Kau membuat kesalahan besar di awal. Di sini, kesalahan seperti itu tidak akan dimaafkan dengan mudah.”

Rose mengangguk, merasa malu. “Saya mengerti, Pak. Saya berjanji ini tidak akan terjadi lagi.”

Dylan memandangnya beberapa saat sebelum berbicara lagi. “Kau memiliki keberanian untuk menghadapiku dua kali dalam sehari. Itu… cukup mengejutkan. Tapi jangan terlalu percaya diri, Nona Park. Kita lihat apakah kau bisa bertahan lebih lama.”

Rose keluar dari ruangan itu dengan campuran perasaan lega dan khawatir. Dylan Wang adalah orang yang sulit dipahami, tapi ia tidak akan menyerah untuk membuktikan dirinya. Hari kedua ini hanyalah awal dari perjalanan panjangnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!