NovelToon NovelToon
Mafia Jatuh Cinta Dengan Gadis Barbar

Mafia Jatuh Cinta Dengan Gadis Barbar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Lince.T

seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

akhir yang baru

Pagi itu, matahari terbit perlahan di atas kota yang semalam suntuk menyaksikan pertempuran mereka. Sisa-sisa ketegangan masih terasa di udara, tetapi ada keheningan yang berbeda—keheningan yang mengisyaratkan bahwa sesuatu telah berubah.

Rafael berdiri di atap sebuah gedung tinggi, mengenakan jas hitamnya yang kini penuh debu dan bercak darah. Di bawahnya, jalanan kota mulai menggeliat dengan aktivitas pagi. Dia menarik napas panjang, matanya menatap jauh ke cakrawala seakan mencari jawaban dari perasaan bercampur aduk yang menguasainya.

"Hei," suara Liana memecah lamunannya.

Rafael menoleh. Gadis itu berdiri di belakangnya, mengenakan jaket kulit yang robek di beberapa tempat, tetapi senyumnya tetap utuh. Wajahnya menunjukkan kelelahan, tetapi juga kemenangan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Liana sambil melangkah mendekat.

Rafael mengangguk perlahan. "Aku hanya memikirkan... semuanya. Apa ini benar-benar berakhir?"

Liana menyandarkan tubuhnya ke pagar pembatas dan memandang ke arah yang sama. "Tidak sepenuhnya. Tapi aku rasa ini adalah awal yang baru. Kita telah menghancurkan pondasi kekuasaan Darius. Dia tidak akan bangkit lagi dengan mudah."

Rafael terdiam, mengingat malam sebelumnya. Pertempuran terakhir mereka di markas Darius berlangsung sengit, penuh jebakan dan pengkhianatan. Namun, dengan strategi yang matang dan keberanian yang tak tergoyahkan, mereka berhasil menembus pertahanan terakhir Darius. Pria itu kini berada di bawah pengawasan pihak berwenang, tak berdaya menghadapi bukti yang Clara kumpulkan dan serangan yang menghancurkan operasinya.

Namun, kemenangan itu datang dengan harga mahal. Banyak dari anak buah Rafael terluka, beberapa bahkan kehilangan nyawa. Kerugian itu membuatnya mempertanyakan apakah perjuangan mereka benar-benar sepadan.

"Kau tahu, Liana," kata Rafael akhirnya, "aku memulai semua ini dengan pikiran bahwa aku hanya ingin menghentikan Darius. Tapi sekarang aku sadar, ini lebih besar dari itu. Aku ingin sesuatu yang lebih baik, tidak hanya untukku tapi untuk semua orang di kota ini."

Liana menatapnya dengan lembut. "Itu adalah hal yang mulia, Rafael. Dan kau berhasil. Tidak semua orang memiliki keberanian untuk melawan seperti yang kau lakukan."

Rafael tertawa kecil, meski suaranya terdengar getir. "Keberanian? Kadang aku merasa ini lebih seperti kebodohan."

Liana tertawa, kali ini dengan suara yang lebih ceria. "Kalau begitu, aku juga bodoh. Tapi, hei, bodoh bersama-sama tidak terlalu buruk, kan?"

Mereka berdua tertawa, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Rafael merasa lega. Meski masih ada bayangan masa lalu yang mengintai, ia tahu bahwa mereka telah menciptakan peluang untuk masa depan yang lebih baik.

Clara muncul dari pintu atap, membawa tablet yang penuh dengan data terbaru. "Aku punya kabar baik," katanya dengan senyum kecil. "Darius resmi dipindahkan ke fasilitas keamanan maksimum. Seluruh operasi ilegalnya juga telah dibongkar. Dia tidak punya apa-apa lagi."

"Bagus," jawab Rafael sambil mengangguk.

Liana berjalan ke arah Clara dan menepuk bahunya. "Kau luar biasa, Clara. Kau benar-benar tulang punggung dari semua ini."

Clara tersenyum kaku. "Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan. Kalian berdua adalah yang berada di garis depan. Aku hanya mendukung dari belakang."

"Tetap saja," kata Rafael, "tanpa dirimu, kami tidak akan berhasil."

Mereka bertiga berdiri di sana, menikmati momen singkat dari kedamaian yang telah mereka perjuangkan.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Liana akhirnya.

Rafael terdiam sesaat, lalu menjawab dengan tegas. "Kita mulai dari awal. Tidak ada lagi permainan kekuasaan atau pertarungan bawah tanah. Kita bangun sesuatu yang baru—sesuatu yang tidak melibatkan kekerasan atau ketakutan."

Liana mengangguk pelan, tersenyum. "Aku suka itu."

Clara menatap keduanya. "Kalau begitu, aku akan memastikan semua dokumen kita bersih. Kalau ada yang mencoba menyelidiki lebih dalam, aku ingin kita berada di luar kecurigaan."

Rafael tersenyum tipis. "Selalu selangkah di depan, seperti biasa."

Mereka bertiga kemudian meninggalkan atap itu, melangkah menuju kehidupan baru yang tidak mereka ketahui akan seperti apa, tetapi mereka siap menghadapinya. Di hati mereka, ada harapan yang perlahan tumbuh—harapan bahwa mereka akhirnya dapat hidup tanpa bayang-bayang ketakutan dan dendam.

Dan untuk Rafael, itu adalah awal dari sesuatu yang tidak pernah dia pikirkan akan dia temukan—kedamaian sejati.

Mereka berjalan perlahan menuruni tangga, meninggalkan atap gedung yang menjadi saksi momen terakhir mereka sebagai pejuang dalam perang panjang melawan Darius. Namun, langkah mereka terasa lebih ringan kali ini. Beban yang selama ini menekan bahu Rafael seakan mulai terangkat, meskipun ia tahu jalan ke depan tidak akan selalu mudah.

Setelah beberapa saat, mereka sampai di jalan utama. Clara memisahkan diri, mengatakan bahwa ia akan kembali ke markas untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan terakhir. Rafael dan Liana memilih berjalan kaki menyusuri trotoar kota, membiarkan udara pagi yang sejuk menyentuh wajah mereka. Jalanan masih lengang, hanya dihuni oleh beberapa orang yang berlalu-lalang.

“Jadi,” Liana membuka pembicaraan, “apa rencanamu setelah ini, Rafael? Maksudku, kau tidak bisa terus hidup sebagai bayangan keluarga mafia. Ini waktunya kau menemukan sesuatu untuk dirimu sendiri.”

Rafael terdiam sejenak, pandangannya menatap lurus ke depan. “Aku belum tahu,” jawabnya jujur. “Aku menghabiskan sebagian besar hidupku dalam dunia ini, mengelola sesuatu yang pada akhirnya aku benci. Sekarang setelah semuanya berakhir, aku merasa... kosong.”

Liana mengangguk, memahami perasaan itu. Ia sendiri tahu bagaimana rasanya kehilangan arah setelah hidup di bawah tekanan dan konflik. Tetapi ia juga tahu bahwa Rafael memiliki potensi untuk membangun sesuatu yang baru. “Mungkin ini saatnya kau mencari apa yang benar-benar membuatmu bahagia,” katanya dengan nada yang lebih lembut. “Tidak ada yang memaksamu lagi, Rafael. Kau bebas.”

Rafael berhenti berjalan, membuat Liana ikut berhenti di sampingnya. Ia menatap gadis itu, matanya yang dingin kini mulai memancarkan sedikit kehangatan. “Kau benar. Tapi aku juga harus mengucapkan terima kasih padamu, Liana. Kalau bukan karena keberanian dan kegigihanmu, aku mungkin masih berada dalam lingkaran yang sama. Kau mengajarkan aku banyak hal, bahkan tanpa kau sadari.”

Liana tersenyum, sedikit terkejut dengan pengakuan itu. “Hei, jangan terlalu serius begitu. Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar.”

“Tetap saja,” lanjut Rafael, “kau membuatku melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Kau mengingatkan aku bahwa tidak semua hal harus diatur dengan kekerasan. Kadang, keberanian datang dari berdiri untuk apa yang benar, meskipun itu berarti melawan segalanya.”

Liana merasa pipinya memanas mendengar kata-kata itu, tetapi ia hanya mengangkat bahu, berusaha terlihat santai. “Yah, aku memang cukup mengagumkan,” candanya sambil tertawa kecil.

Rafael tertawa juga, sesuatu yang jarang dia lakukan sebelum bertemu Liana. Mereka melanjutkan langkah mereka, berjalan tanpa tujuan yang pasti, tetapi dengan perasaan bahwa apa pun yang menanti mereka di masa depan, mereka akan menghadapinya bersama-sama.

Setelah beberapa blok, Liana berhenti di depan sebuah kedai kopi kecil yang tampak sederhana. “Kau butuh secangkir kopi,” katanya sambil menunjuk pintu masuk. “Ayo, aku yang traktir. Anggap saja ini perayaan kecil atas kemenangan kita.”

Rafael mengerutkan kening, sedikit bingung. “Kopi? Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku minum kopi di tempat seperti ini.”

“Bagus. Ini saatnya kau mencoba hidup normal, Tuan Mafia,” jawab Liana sambil menarik tangannya masuk ke dalam kedai.

Mereka duduk di salah satu meja dekat jendela, menikmati aroma kopi yang memenuhi ruangan. Liana memesan cappuccino, sementara Rafael, meski awalnya ragu, memesan espresso. Saat pesanan mereka datang, Liana meminum kopinya dengan semangat, sementara Rafael mengamati cangkir di depannya dengan sedikit bingung.

“Rafael, ini cuma kopi, bukan racun,” goda Liana.

Dengan senyum kecil, Rafael akhirnya menyeruput espresso-nya. Rasa pahit langsung menyentak lidahnya, tetapi anehnya, ia menikmatinya. “Ini... tidak buruk,” komentarnya.

Liana tertawa. “Lihat? Kau mulai belajar menikmati hal-hal kecil. Itu langkah pertama menuju hidup yang lebih baik.”

Mereka menghabiskan beberapa waktu di sana, berbicara tentang hal-hal ringan yang tidak ada hubungannya dengan perang atau kekuasaan. Untuk pertama kalinya, Rafael merasa seperti manusia biasa, bukan pewaris mafia yang ditakuti. Di saat yang sama, Liana merasa bahwa pertemuan mereka tidak hanya mengubah hidup Rafael, tetapi juga dirinya sendiri.

Ketika mereka akhirnya keluar dari kedai, matahari sudah sepenuhnya muncul di langit. Cahaya hangatnya menyinari jalanan, seolah menyambut awal baru yang telah lama mereka nantikan.

“Kemana kita sekarang?” tanya Rafael.

Liana tersenyum dan mengangkat bahu. “Aku tidak tahu. Tapi apa pun itu, aku yakin kita akan menemukan jalan.”

Rafael mengangguk. “Ya, kita akan menemukan jalan. Bersama-sama.”

1
Nur Icha
kenapa di ulang "si
Maya Sukma
yeah
Maya Sukma
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!