tag khusus : cinta lansia
“Renata Thomson ?” panggil seorang pria bernama Prima ( 48 tahun ).
Suara yang tak asing dan bahkan sangat lama sekali tak pernah Re dengar tiba – tiba memanggil jelas namanya.
Re menoleh, alangkah terkejutnya ia dengan sosok pria bertubuh tinggi dan atletis itu. Ia tergugu dalam diam. Detik berikutnya ia setengah berlari seolah baru saja melihat hantu.
Setelah 22 tahun dan berumah tangga dengan pria lain, Renata bertemu kembali dengan tunangannya dulu.
Karena Duan sudah bosan dengan kehidupannya bersama Re, pada akhirnya Duan menceraikan Renata.
Lalu apakah Re akan terbuka kembali hatinya untuk seorang Prima ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Perjalanan menuju kantor polisi bisa ditempuh lebih cepat karena kondisi jalanan yang sepi. Prima tak berhenti mengajak ngobrol Re agar wanita itu tidak merasa sedih.
"Aku sudah berhasil menghubungi pengacaraku. Kemungkinan dia akan datang besok pagi." ujar Prima sembari menyodorkan sekotak tisu.
Re mengangguk, "Sekali lagi terimakasih, Prima. Aku tidak punya pilihan lain untuk merepotkanmu. Atasanku bahkan teman Mika tidak bisa membantu."
Prima mengukir senyum. Debaran di hatinya makin terasa. Sungguh, ia teramat bahagia bisa sedekat ini.
"Apakah istrimu tidak marah jika kamu pergi dari rumah selarut ini ?" tanya Re sangat hati - hati. Ini sudah sangat lama, sudah pastinya Prima bahagia dengan wanita pilihan setelah kepergian dirinya.
Prima bergumam dalam hati, "Ya Ampun, Re mengira aku sudah berumah tangga ! Aku masih duda, Re. Mungkin sebab itu ia selalu menjauh jika bertemu denganku."
"Aku pendatang di kota ini. Tinggal sendiri di apartemen. Tidak akan ada yang memarahiku. Jadi, santai saja."
"Hm, berapa anakmu ? Pasti seusia Mika,"
"Aku belum punya anak."
"Oh, maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyinggungmu."
"Itu tidak masalah."
"Prima, berapa biaya menyewa pengacara, pasti itu tidak sedikit ."
"Sekitar 30 sampai 50 juta. Ada apa ?" sahut Prima lalu kembali meluruskan pandangan fokus menyetir.
"Banyak sekali hutangku ! Bagaimana aku bisa melunasinya ?"
"Re, Re, kamu seperti tidak mengenalku saja. Kita sudah cukup lama bersama. Kamu tidak perlu memikirkan biaya." Prima terkekeh melihat reaksi Re yang sungguh baginya sangat lucu.
"Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak berhutang budi padamu. Apalagi berhutang uang sebanyak itu."
Prima memiliki ide agar hutang Re bisa diangggap lunas. "Kamu tidak perlu memikirkan hutang itu padaku. Cukup dengan kamu setuju bekerja sama di perusahaanku maka aku akan mengganggap lunas."
"Kamu sedang bercanda, Prima ? Semudah itu kah ? Tidak. Tidak."
"Kamu akan kembali bekerja di butik itu ? Sampai nini nini pun kamu tidak akan maju dan berkembang. Aku tahu kamu punya potensi yang bagus dalam berkarir, hanya saja kamu tidak mengembangkan bakat dan kepandaianmu. Kamu akan tertinggal. Ingat Mika yang harus kamu perjuangkan."
Re terdiam sejenak menyelami ucapan Prima barusan. Apa yang dikatakan Prima ada benarnya juga. Biaya kuliah yang mahal, kebutuhan sandang, pangan dan papan yang juga perlu diutamakan. Ia ingat ketika dulu bekerja di perusahaan milik ayahnya Prima. Ia bekerja penuh tanggung jawab dan energik hingga membawanya pada jabatan yang lebih bagus dari semula. Yang awalnya di bagian pemasaran beralih ke manager. Namun, kenangan itu perlahan harus ia kubur dalam - dalam.
"Bagaimana Re dengan tawaranku?" tegur Prima membuyarkan lamunannya.
"Eh, ah, iya." Re menoleh cepat. "Aku bersedia bekerja di perusahaan mu. Kamu tidak salah memintaku bekerja di tempatmu?"
"Tentu saja tidak." sahut Prima cepat.
Batin Prima," Aku sudah hampir gila menunggumu, dan tidak akan pernah melepas mu lagi seperti kebodohanku dulu."
Mobil Prima memasuki area kantor polisi. Suasana sangat hening dan terlihat beberapa polisi yang masih terjaga di sana.
Re mendapati putrinya sedang meringkuk sambil terisak. "Mika !" panggil Re setengah berbisik.
Merasa ada yang memanggil namanya, Mika menoleh lalu beranjak. "Ibu !" serunya bahagia. Mika teramat takut di ruangan yang dingin dan sepi itu.
"Mika, ibu mohon padamu untuk bersabar. Ibu usahakan kamu agar segera bebas dari sini."
"Ibu. Aku takut. Cepat bebaskan aku dari sini !" rengek Mika lalu mengalihkan pandangan pada sosok pria tinggi dan tegap berjalan mengarah ketempatnya.
"Paman Prima ?"
"Kamu jangan khawatir Mika. Om, sudah mengabari pengacara handal untuk segera membebaskanmu dari penjara."
"Terimakasih, Om Prima sangat peduli padaku."
"Tentu saja, Om sudah mengganggap kamu seperti anak Om sendiri." ujar Prima sembari melirik ke arah Re.
Mendengar itu, Re menjadi canggung dan tak menentu perasaannya.
Re harus tahu batasan dirinya, Ia tidak boleh hanyut dalam pertemuan dengan Prima yang sudah kesekian kali ini.
"Aku sangat bahagia jika memiliki ayah seperti Om Prima." celetuk Mika yang membuat Re mencubit perutnya.
"Mika ?"
"Hanya bercanda Ibu, sungguh!"
Keesokan paginya.
"Tuan Prima, maaf saya sedikit terlambat ." ujar Barra selaku pengacara pribadi nya.
Prima mengangguk, "Cepat segera urus masalah Mika. Aku akan keluar sebentar."
"Saya tidak akan mengecewakan Anda."
"Itu bagus." Prima menghampiri Renata untuk mengajaknya pergi. Dilihatnya bibir Renata tak berhenti berdoa.
"Re, ayo kita keluar sebentar! Biarkan pengacaraku yang mengurus kebebasan Mika."
"Tapi, Prima, aku sangat takut." Re sebenarnya tidak ingin pergi kemana - mana sampai melihat putrinya bebas.
"Percaya padaku, Mika tidak bersalah dan pasti akan bebas."
Re pun menyetujui ajakan Prima untuk pergi.
Prima membawa Re ke sebuah warung lesehan yang kebetulan pas sedang buka.
"Untuk apa kita ke tempat ini ?" Re menjadi gelisah.
"Kamu perlu mengisi tenaga, Re. Jika terlambat makan kamu bisa sakit."
Re menolak, "Kamu sendiri saja yang makan, aku akan kembali."
Saat Re hendak berbalik tangan Prima mencengkal pergelangan tangannya. "Re, ku mohon ! Jangan menyiksa dirimu ! Aku tahu kamu sangat mengkhawatirkan Mika. Mika pasti akan bebas dan segera bersamamu."
Menimbang ucapan Prima diikuti perutnya yang mendadak berbunyi membuatnya malu.
"Ayo, kita makan dulu !" Prima menggiring Re yang kini tanpa penolakan.
.
Kurang lebih 4 jam lamanya proses pembebasan Mika berlangsung.
Barra berhasil menyakinkan polisi dan membebaskan Mika.
"Ibu ... !" serunya sambil berhambur memeluk tubuh ceking Renata.
"Mika !" Re memeluk juga, mengusap kepala dan menghujani wajah Mika dengan kecupan.
"Ayo, kita pulang sekarang!" ajak Prima menggiring mereka memasuki mobil.
Prima memberi peringatan agar Mika berhenti bekerja.
"Ya, ibu melarangmu untuk tidak lagi bekerja. Kamu hanya boleh fokus belajar dan kuliah hingga lulus."
"Aku mengerti Ibu. Ini mungkin teguran bagi anak pembangkang sepertiku yang tidak mengindahkan peringatan Ibu sebelumnya. Maafkan aku Ibu, yang sudah merepotkan dan membuat Ibu cemas. Aku tidak akan lagi membangkang larangan Ibu." Mika memeluk lagi.
"Anak baik."
"Paman Prima, sekali lagi terimakasih. Paman sangat mulia bersedia menolong ibuku."
Prima melajukan pelan mobilnya, "Karena ibumu adalah orang yang sangat spesial."
Ucapan Prima membuat hati Renata berdesir lembut. "Prima," ucap Re lirih memberi peringatan agar Prima tidak memperpanjang pembahasan ini.
Re tahu betul mobil ini tidak menuju alamat rumahnya. Ia pun menegur Prima.
"Prima, sepertinya arah rumahku sudah terlewat. Bukankah kamu akan mengantarku pulang ?" tanya Re berubah cemas.
"Paman Prima lupa ?" celetuk Mika yang menunggu respon dari si pengemudi mobil.
"Siapa bilang aku akan mengantarmu kembali ke rumah kontrakan itu ?"
"Maksud kamu apa, Prima?" Re mengerutkan dahi tak mengerti.
selamat membaca dan semoga terhibur!
😘😘😘