Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekecewaan Ruby
Dalam waktu satu bulan kerja, pihak resto memberikan seluruh karyawannya untuk libur selama dua hari secara bergantian. Hari ini Ruby mendapat giliran waktunya untuk libur. Ia pun harus memanfaatkan dua harinya itu dengan sebaik mungkin. Memeriksakan kehamilan juga masuk dalam agendanya hari ini.
Selepas membuat menu sarapan, Ruby menyempatkan diri untuk berjalan kaki secara ringan di samping kediaman Fatimah seraya menikmati udara segar pagi hari saat matahari mulai terbit.
Janin dalam perutnya bergerak aktif. Seakan bisa merasakan suasa hati sang ibu yang kembali bahagia selepas dirundung pilu oleh kehadiran pria yang merupakan ayah kandung dari sang calon bayi.
Ruby kembali berfikir positif. Kini tujuannya untuk bangkit dan membesarkan calon buah hatinya seorang diri kembali muncul. Toh meski bertemu pun, untuk keduanya bisa kembali serasa tak mungkin. Mereka sudah bercerai dan memiliki tujuan hidup masing-masing.
Saat kakinya terasa lelah, Ruby pun kembali je rumah Fatimah untuk beristirahat sekaligus membersihkan diri. Bersiap menuju klinik dokter kandungan yang berada di area pusat kota.
Ruby sudah berpakaian rapi. Rencananya ia akan mengajak Fatimah untuk menemani perjalanannya. Kiran sendiri beberapa waktu lalu sudah berangkat bekerja, sebab jadwal libur kedua perempuan itu yak tak bersamaan.
"Nak Ruby, kau sudah siap," tanya Fatimah seraya mengetuk pintu kamar Ruby yang masih tertutup rapat.
"Iya, sebentar lagi Bibi."
Tak berselang lama pintu kamar Ruby terbuka. Sesosok tubuh muncul di balik pintu. Fatimah tersenyum lebar kala mendapati Ruby yang sudah terlihat cantik dengan pakaian hamil berwarna lembut yang membukus tubuh berisinya. Fatimah merasa di kehamilan Ruby yang kian membesar, paras perempuan itu tambah cantik setiap harinya.
"Ruby, kau cantik sekali Nak," puji Fatimah sepenuh hati. Tangannya pun bergerak untuk mengusap perut bucit Ruby dan mengelusnya lembut.
"Bibi bisa saja," jawab Ruby tersipu malu.
"Benar, Bibi tidak berbohong. Kau semakin bertambah cantik setiap harinya."
Ruby tersenyum tipis. Merasa bersyukur saat masih ada orang yang secara terang-terangan memujinya. Selepas kejadian di malam kepergiannya dari rumah Sean, Ruby tak lagi memperdulikan penampilan dan tubuhnya. Ia tak lagi memakai riasan, terlebih dalam kondisi berbadan dua seperti ini. Beruntung Ruby yang memang dianugrahi paras jelita dan juga kulit tubuh yang cerah, membuatnya tetap terlihat cantik meski tanpil seadanya.
Keduanya pun bergegas, mencari angkutan umum yang akan membawanya ke klinik dokter kandungan yang berada di pusat kota.
💗💗💗💗💗
Selepas menempuh perjalanan selama kurang lebih enam puluh menit, Ruby dan Fatimah kini sampai di depan klinik yang direkomendasikan oleh bidan di daerah tempat tinggal Fatimah. Selama kehamilan Ruby memang hanya memeriksanya pada seorang bidan, sebab Ruby tak punya cukup uang untuk bisa memeriksanya pada dokter spesialis setiap bulannya.
"Hati-hati, Nak." Fatimah membimbing langkah Ruby saat menuruni angkutan umum. Perut yang membesar cukup membuatnya sulit bergerak.
"Bagaimana jika selepas ini kau berhenti bekerja lebih dulu. Kau sudah mulai kepayahan," ucap Fatimah begitu mengandeng tangan Ruby saat menyusuri lobi klinik.
"Nanti akan Ruby fikirkan, Bibi. Lagi pula kita tidak bisa mengambil cuti sembarangan. Takut jika dipecat tiba-tiba. Ruby masih butuh biaya untuk persalinan dedek bayi."
Fatimah menghela nafas. Pasrah. Jika Ruby sudah berbicara demikian, maka ia pun bisa apa.
Mereka lebih dulu mengantri di meja administrasi. Mendaftar dan mendapat nomor urut sesuai antrian. Di kursi tunggu Fatimah senantiasa menggengam tangan Ruby. Selain Rahayu, Fatimah pun menyayangi Ruby layaknya putri sendiri. Ia sama sekali tak pernah membedakan dalam memperlakukan Kiran dan Ruby. Kasih sayang dan perhatiannya disama ratakan.
Selepas beberapa waktu menunggu, nama Ruby pun terpanggil. Fatimah ikut serta menemani hingga masuk ke dalam ruangan. Dokter perempuan dengan kepala tertutup jilbab menyambut keduanya.
Ruby mengangsur buku bersampul merah muda yang ia bawa untuk diberikan pada sang dokter. Selepas mengamati data dalam buku tersebut, Dokter itu meminta Ruby untuk berbaring, terlentang di atas ranjang dengan melakukan beberapa pemeriksaan.
Usia kandungan Ruby kini sudah menginjak 31 minggu. Untuk pertama kalinya Ruby melakukan tes Ultrasonografi. Menurut Dokter posisi kepala bayi masih berada di atas, tepatnya dekat tulang rusuk ibu, namun bisa saja berubah-ubah.
Ruby tak mampu menutupi gemuruh suka cita yang menyebar dalam tubuhnya saat sosok mungil itu tampak di layar kaca. Dia masih kecil namun bergerak begitu aktif di dalam sana.
"Menurut pemeriksaan, janin Ibu perempuan. Akan tetapi hasilnya pun bisa berubah."
Fatimah lekas mendekap Ruby yang mulai sepasang matanya mulai berkaca-kaca akibat rasa haru yang membuncah. Sedangkan Dokter yang memeriksa, bisa saja kebingungan. Mereka bahagia, atau terlalu bahagianya hingga sampai menangis.
Selepas pemeriksaan Dokter meresepkan beberapa vitamin untuk ditebus. Tak ada masalah yang berarti di kehamilan Ruby ditrimester ke 3 ini. Hanya saja Dokter menyarankan Ruby untuk lebih banyak istirahat. Ruby sendiri sempat menuturkan jika kerap merasakan kram atau pun kontraksi palsu saat dirinya tengah dilanda stres atau pun kelelahan. Maka dari itu Dokter meminta pada Ruby untuk meminimalisir aktifitas gerak yang menyita banyak tenaga demi kondisi janin beserta sang Ibu.
💗💗💗💗💗
"Terimakasih." Ruby menerima beberapa tablet vitamin sesuai resep Dokter. Ia akan kembali menempuh perjalan pulang bersama dengan Fatimah dengan angkutan umum. Fatimah senantiasa mengandeng tangan Ruby. Terlebih di pusat kota yang cukup banyak kendaraan seperti ini.
Guna melepas lelah Ruby dan Fatimah kembali beristirahat di sebuah kursi yang tersedia di depan klinik. Bangunan klinik tersebut letaknya berdampingan dengan sebuah butik, di mana gaun-gaun mahal terpajang indah di balik dinding kaca.
Ruby menyandarkan tubuh pada punggung kursi. Menghirup udara dalam-dalam sejenak kemudian membuangnya perlahan.
Lengkung tipisnya mengurai senyum saat sepasang matanya tertuju pada perut buncit yang menendang-nendang. Ia usap perut itu dengan gerakan melingkar.
Hay baby girl.
Senyum dibibirnya mulai merekah. Rasanya ia sudah tak sabar untuk mengendong bayi perempuan mungil yang akan senantiasa menemani hari-harinya.
Tetaplah sehat, Sayang. Doa Ibu selalu menyertaimu.
"Ruby, kau kenapa."
Ruby yang semula tertunduk itu mengangkat wajah saat Fatimah melempar tanya. Ia pun hanya menggeleng dan tersenyum tipis sebagai jawaban. Tanpa sengaja pandangan Ruby tertuju ke arah Butik yang letaknya berdampingan dengan klinik, dan ia justru melihat seorang pria yang beberapa hari lalu sempat dilihatnya.
Mas Sean.
Kali ini bukan hanya Sean, pria itu tak sendiri. Sean keluar dari butik bersama dua orang wanita.
Ibu Margareth dan...
Ruby lekas memalingkan wajah. Sering bulir bening menitik tanpa mampu dicegah. Buru-buru Ruby mendekap mulut dan cepat menarik fatimah dari kursi klinik untuk lekas pergi.
Tbc.
ama rio dan selena
lha kalau kayak emak seperti diriku iki dengan body yg lebih berisi dak semok yoo harus di permak bb nya juga😁😁😛😛
perlu rasa percaya kepada pasangan sean