(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Sulit Dihubungi
Sementara itu di sebuah rumah besar, seorang wanita paruh baya duduk melamun di atas kursi roda. Di depannya ada seorang wanita yang sejak tadi berusaha menyuapinya makan. Sementara di belakangnya ada tiga orang perawat yang selama ini menjaganya.
"Nyonya, makanlah. Nanti nyonya bisa sakit kalau tidak mau makan," ucap Bibi Arum seraya menyodorkan sesendok makanan, namun wanita itu segera merespon dengan gelengan kepala.
"Vi-aaa ..." ucapnya pelan.
Bibi Arum mengerti bahwa majikannya itu menginginkan Via untuk ada di sana. Sejak menikah beberapa minggu lalu, tak pernah sekali pun Via menjenguk sang mertua. Karena permintaan Wira untuk menjauhi kedua orang tuanya.
"Nyonya, makanlah! Nanti saya akan menghubungi Den Wira untuk membawa Via ke rumah ini."
"Vi-aa ..."
Bibi Arum meletakkan piring ke atas meja. Ia menatap ketiga orang perawat itu bergantian.
"Tolong temani nyonya di sini, aku mau ke depan sebentar."
"Baik, Bibi," sahut ketiga perawat itu bersamaan.
Bibi Arum melangkah keluar kamar, bersamaan dengan Tuan Gunawan yang baru saja tiba di rumah. Seperti biasa akan ada Surya yang selalu mengekor di belakangnya.
"Selamat datang, Tuan!" ucap Bibi Arum saat menyadari kedatangan Tuannya. Tuan Gunawan menjawab dengan anggukan kepala, diiringi senyum tipis.
"Ada apa, Bibi?" tanya-nya ketika menyadari raut wajah Bibi Arum.
"Tuan, Nyonya tidak mau makan. Dia terus memanggil nama Via."
Pria paruh baya itu melonggarkan dasi yang melilit lehernya. Memikirkan anak semata wayangnya yang sangat sulit dihubungi. Bahkan sampai sekarang, ia belum mengetahui alasan Wira mundur dari perusahaan dan memilih bekerja di perusahaan Ivan.
"Apa Wira atau Via tidak pernah datang kemari?" tanyanya.
"Via tidak pernah kemari, Tuan. Kalau Den Wira pernah beberapa kali datang, tapi tidak lama. Hanya menjenguk nyonya, lalu setelah itu pergi lagi."
Tuan Gunawan melirik Surya, lalu menarik napas dalam. "Aku tidak tahu ada apa dengan Wira. Dia tiba-tiba memutuskan mundur dari perusahaan, lalu mendesak menikahi Via. Dan sekarang dia bertingkah aneh seperti ini. Bahkan sampai sekarang dia sangat sulit dihubungi."
"Saya sudah mencoba menghubungi nomor telepon rumahnya. Tapi juga tidak tersambung, Tuan."
"Baiklah, kalau ada waktu aku akan menemuinya. Sekarang aku sedang tidak punya waktu luang. Sejak Wira memutuskan mundur, aku benar-benar disibukkan oleh pekerjaan," tandasnya, lalu berlalu meninggalkan Bibi Arum dan juga Surya menuju sebuah kamar.
*****
_
_.
_
_
******
Via mendudukkan Lyla di atas kasur di kamar belakang, lalu memberikan gelas susu yang tadi dibuatnya. Gadis kecil itu pun meraih gelas itu dan meneguknya hingga tersisa setengahnya. Ia mengusap sisa susu yang menempel di bibir dan menatap sang bunda.
"Bunda, Lyla mau boneka plinsyes kayak tadi. Bajunya cantik kayak baju Lyla yang Bunda jahit. Teyuss boneka nya juga bisa nyanyi-nyanyi," ucap Lyla sambil menarik-narik ujung pakaian sang bunda, wajahnya terlihat memelas, membuat Via merasa tak tega.
Via membelai wajah Lyla sambil tersenyum, lalu mengecup keningnya. "Nanti kalau bunda punya uang, bunda belikan yang seperti itu, ya. Lyla mau sabar menunggu kan?"
"Mau, Bunda! Nanti Lyla juga mau pakai baju punya Lyla, bial samaan sama bonekanya."
"Iya, Sayang. Sekarang habiskan dulu susunya."
Gadis kecil itu kembali meminum susunya hingga gelas kosong. Sementara Via menatap dengan mata berkaca-kaca. Namun, ia menahan agar tidak menangis di hadapan anaknya itu.
"Bunda, nanti Lyla boleh pinjam boneka plinsyesnya lagi tidak?" tanyanya lagi dengan wajah penuh harap.
.
"Tidak boleh, Sayang. Nanti bonekanya rusak."
"Nanti om Wila malah ya Bunda. Lyla kan cuma pinjam. Lyla juga mau punya boneka plinsyes yang kayak itu."
Via meraih tubuh Lyla dan membawa ke pangkuannya. Dengan penuh kasih sayang, Via menjelaskan pada putri kecilnya itu.
"Lyla, dengar bunda, ya ... Tidak semua hal yang ada di dunia ini harus kita miliki. Tuhan sudah baik sama kita dengan memberi semua yang kita butuh. Lyla punya bunda yang sayang sama Lyla. Lyla juga punya dua tangan untuk menyentuh, dua kaki untuk berjalan, dan dua mata untuk melihat." Via menunjuk satu persatu bagian tubuh Lyla yang disebutnya. "Semua itu pemberian Tuhan. Lyla harus banyak-banyak bersyukur, tidak boleh mengeluh. Banyak anak yang tidak seberuntung Lyla di dunia."
"Tapi kenapa Lyla tidak punya ayah, Bunda? Ayah Lyla kemana?"
Via kembali menunjukkan senyum teduhnya. "Lyla kan masih punya bunda. Coba Lyla ingat Upin dan Ipin." Via mencoba memberi contoh dengan menyebut film kartun asal negeri Jiran yang menjadi acara tv favorit Lyla. "Upin dan Ipin juga tidak punya ayah dan bunda, tapi mereka tidak bersedih kan? Mereka tetap bersyukur. Artinya, Lyla masih lebih beruntung, karena Lyla masih punya bunda. Lyla mengerti kan sekarang?"
"Iya, Bunda," jawabnya sambil mengangguk pelan. Gadis mungil itu menyandarkan kepalanya di dada Via, "Lyla sayang Bunda. Tidak apa-apa kalau Lyla tidak punya boneka plinsyes. Lyla kan syudah punya boneka yang Bunda kasih," ucapnya sambil memeluk boneka pemberian Via yang telah usang.
Via mengusap wajahnya yang telah basah oleh air mata. Dan seperti biasa, wanita itu selalu berusaha menyembunyikannya, agar Lyla kecil tak melihat. "Bunda juga sayang Lyla."
Tanpa mereka sadari, Wira sejak tadi mendengar pembicaraan kedua orang itu. Ia menarik napas dalam, mencoba menepis perasaan bersalah dalam dirinya. Sesaat kemudian, ia melangkah pergi.
Andai Shera memiliki separuh saja dari kelembutan Via. Tentu semua ini tidak akan terjadi. Aku tidak perlu kehilangan seperti sekarang. Tuhan, dimanakah anakku berada ? Kemana Shera membawanya. Adakah orang baik yang merawatnya, seperti Via merawat Lyla. Atau dia hidup dalam keterbatasan. Anakku, kemana aku harus mencarinya.
****