Diana, gadis manis yang harus merasakan pahit manisnya kehidupan. Setelah ayahnya meninggal kehidupan Diana berubah 180 derajat, mampukah Diana bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aprilli_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Baik dan bodoh beda tipis!
Entah apa yang ada dipikiran Milen, rasa bencinya kepada Diana semakin membara namun ia tetap berteman dengan Diana, sedangkan Diana sudah terlalu nyaman berteman dengan Milen.
"Milen, tugas kamu sudah selesai apa belum?"
Diana menoleh kearah Milen yang fokus pada bukunya.
"Sudah dong, kalau kamu?"
Diana mengangguk lalu mengeluarkan buku matematikanya.
"Coba di cek jawaban kita ada yang sama apa tidak,"
Diana membuka buku tugasnya dan Milen pun mengikuti apa yang Diana lakukan, saat melihat setiap jawaban yang ada di dalam buku mereka masing-masing ada beberapa jawaban yang berbeda, Diana dan Milen mencoba menghitung lagi jawaban siapa yang salah.
"Setelah aku hitung lagi jawabanku tetap ya, kalau kamu?"
Tanya Diana kepada Milen yang masih fokus menghitung.
"(12+8) + (-3n) \= -22
20 - 3n \= -22
-3n \= -42
n \= -42/-3 \= 14, jawabannya 14 kan?"
Milen kembali bertanya kepada Diana lalu Diana menganggukkan kepalanya.
"Iya jawaban kamu sebelumnya kan -14 itu karena kamu tidak menulis lagi negatif di depan angka 42, jadi saat dibagi -3 hasilnya -14,"
Jelas Diana kepada Milen saat meneliti dimana letak kesalahan Milen mengerjakan tugas tersebut.
"Oh iya untung masih bisa diperbaiki, terimakasih ya Na,"
Diana tersenyum mendengar ucapan terimakasih dari Milen, hal seperti itu yang Diana suka darinya. Milen tidak pernah sungkan untuk mengucapkan terimakasih terlebih dahulu.
"Untuk soal yang nomor 5 bagaimana caranya Na?"
Diana melihat soal nomor 5 dan mencoba mencerna pertanyaan tersebut.
"Nilai dari (121 + 23) : 24 - 6 \=
Yang di dalam kurung diselesaikan terlebih dahulu (144) : 24 - 6, setelah itu pembagian di dahulukan (144 : 24) - 6, hasil pembagian dikurangin angka selanjutnya 6 - 6 \= 0, nah hasilnya 0, dari sini kamu paham?"
Diana menjelaskan secara rinci kepada Milen, tanpa mereka sadari Narendra sejak awal memperhatikan Diana yang fokus menjelaskan soal matematika tersebut.
"Tidak salah lagi kenapa Nenek sangat menyayangi kamu Na, kamu mudah sekali memahami apa yang diajarkan dan sangat disayangkan kamu tidak mengikuti olimpiade kemarin."
Narendra bergumam dalam hatinya dan menatap lekat Diana diam-diam, Bachtiar yang melihat Narendra berdehem untuk membuyarkan lamunannya.
"Ehem, Diana tidak akan hilang Ndra jadi jangan menatapnya seperti itu,"
Canda Bachtiar kepada Narendra yang membuatnya malu karena tertangkap basah memperhatikan Diana.
"Apa sih, aku cuma mendengar setiap penjelasan dari Diana tahu,"
Kilah Narendra agar Bachtiar berhenti menggodanya.
"Kalau suka bilang aja Ndra,"
Cetus Bachtiar membuat Narendra hanya menggelengkan kepalanya.
"Kita masih kecil, belum saatnya untuk memikirkan tentang percintaan, uang saja masih minta ke orang tua,"
Ucap Narendra menohok membuat Bachtiar salah tingkah karena ia telah menjalin hubungan dengan Milen walau sembunyi-sembunyi.
"Iya sih, oh iya Ndra bagaimana hasil olimpiade MIPA apa sekolah kita berhasil menyabet juara?"
Narendra hanya menggelengkan kepalanya pertanda jika mereka kalah dalam olimpiade MIPA kemarin.
"Tidak apa-apa yang penting kalian sudah berpartisipasi mengikuti olimpiade tersebut."
Bachtiar dan Narendra menghentikan pembicaraannya saat Bu Ratna memasuki kelasnya.
"Assalamualaikum,"
Ucap Bu Ratna kepada murid-muridnya saat memasuki kelasnya.
"Waalaikumsalam Bu,"
Para murid serentak menjawab salam dari Bu Ratna.
"Kumpulkan buku matematika kalian di depan dan tukar dengan kelompok sebelahnya!"
Semua murid bergegas mengumpulkan buku mereka di bangku paling depan, sedangkan bangku paling depan menukar buku mereka dengan bangku sebelahnya.
"Bismillah semoga kita tidak ditunjuk untuk maju ya Na,"
Milen berkata lirih takut Bu Ratna tahu jika ia berdoa seperti itu.
"Aamiin, aku juga takut lupa lagi kalau maju kedepan, kamu tahu sendiri kan aku mudah sekali nervous dan seringkali lupa kalau sudah maju kedepan,"
Milen menganggukkan kepalanya ia tahu betul bagaimana Diana, tidak percaya diri dan selalu nervous kalau maju di depan kelas.
"Lita, maju kerjakan nomor satu!"
Lita yang notabene sedikit tulalit merasa terkejut saat namanya disebut oleh Bu Ratna, dengan langkah gontai ia melangkah menuju papan tulis.
"Ya Allah, mudahan Diana disuruh maju juga."
Doa Lita dalam hatinya.
"Diana, kamu maju kerjakan nomor dua!"
Lita yang merasa doanya terkabul menghela nafas lega.
"Kamu disuruh maju Na, semangat!"
Ucap Milen menyemangati Diana, Diana bergegas menuju papan tulis bersebelahan dengan Lita.
"Na, tolong bantu aku caranya saja,"
Lirih Lita dengan nada penuh permohonan, lalu Diana melirik soal yang Lita tulis.
"Kamu lihat caraku ya dan pahami yang aku kerjakan,"
Diana bergumam lirih agar Bu Ratna tidak curiga kepadanya, saat Diana fokus mengerjakan soal nomor dua secara otomatis Lita mengikuti langkah-langkahnya, tanpa mereka sadari Bu Ratna memperhatikan setiap gerak-geriknya dan membuat Bu Ratna tersenyum simpul.
Saat Diana sudah menyelesaikan soal matematika tersebut dengan segera Diana kembali ketempat duduknya, lalu Bu Ratna mengoreksi cara penyelesaian dan hasilnya.
Dirasa benar semua Bu Ratna hanya menganggukkan kepalanya kemudian memanggil nama siswa yang lain untuk mengerjakan nomor selanjutnya.
"Hebat kamu Na!"
Milen mengangkat kedua jempolnya kepada Diana.
"Hebat apa Len?"
Diana mengernyitkan dahinya heran
"Kamu dengan mudah menyelesaikan tugas dengan benar,"
Ucapnya sambil tersenyum kepada Diana.
"Kebetulan saja Len, kamu juga hebat lho Len,"
Ucap Diana tulus memuji Milen, dan Milen hanya mengernyitkan dahi tidak tahu alasan Diana memujinya seperti itu.
"Aku hebat apa Na?"
Dengan lekat Diana menatap bola mata Milen.
"Kamu mau berteman denganku orang yang tidak punya, beruntungnya aku diberi kecerdasan walau hanya sedikit, hahahaha,"
Milen tersenyum simpul mendengar jawaban Diana dan gelak tawanya membuatnya merasa sedikit nyeri dihatinya, ia sadar jika Diana termasuk sahabat baiknya.
Diana tulus berteman dengannya tanpa ada istilah memanfaatkan keadaan, justru Diana seringkali menolak apa yang Milen beri kepadanya.
Ada sedikit rasa penyesalan dihatinya karena berusaha membuat Diana terluka, namun rasa itu sedikit tertepis saat untaian kata dari Bu Ratna bergema di telinganya.
Narendra yang mendengar semua ucapan Diana dan Milen hanya tersenyum tipis.
"Kamu terlalu polos Na, Milen berusaha merebut apa yang kamu inginkan dan kamu tidak sadar akan hal itu, baik dan bodoh memang beda tipis."
Dengan perlahan Narendra menggelengkan kepalanya, Bachtiar yang melihat Narendra seperti itu sekita bertanya kepadanya.
"Kamu kenapa Ndra, apa kepala kamu pusing?"
Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba itu membuat Narendra bingung.
"Aku tidak apa-apa, memangnya kenapa?"
Narendra menatap Bachtiar dengan penuh selidik.
"Kamu selalu memperhatikan aku, jangan bilang kamu suka sama aku ya?!"
Mendengar ucapan Narendra spontan Bachtiar mengeplak bahu Narendra.
"Mana ada seperti itu, aku masih normal ya bukan kaum LGBT!"
Cetus Bachtiar dengan nada sinis dan memutarkan bola matanya, melihat reaksi Bachtiar membuat Narendra tertawa meledek.
Diana yang melihat interaksi Narendra dan Bachtiar membuatnya tersenyum tipis hal itu tidak luput dari pandangan Milen.
Milen mengepal erat tangannya sehingga pensil yang ada ditangannya patah.
"Loh Len, kenapa bisa patah seperti itu?"
Diana yang melihat pensil itu patah menjadi dua seketika itu bertanya kepada Milen sedangkan Milen hanya tersenyum tanpa arti.
"Tidak apa-apa kok Na, pensilnya memang sedikit rapuh,"
Kilah Milen agar Diana tidak banyak pertanyaan, namun Diana yang selalu ingin tahu memegang pensil tersebut dan mencoba mematahkannya.
"Mana ada sedikit rapuh Len, ini keras sekali tanganku saja sakit mencoba mematahkannya,"
Milen yang mencoba meredam emosinya hanya tersenyum lebar mendengar penuturan Diana.
"Yang terpenting tanganku tidak terluka Na,"
Diana yang melihat tangan Milen baik-baik saja lalu berkomentar.
"Kamu mau cosplay menjadi Hulk?"
Tanya Diana dengan sedikit menahan tawa
"Mana ada seperti itu,"
Jawab Milen dengan memutar bola matanya
"Hahaha bercanda Len, begitu saja diambil hati, maaf ya!"
Diana mencolek-colek bahu Milen dan menaik turunkan alisnya sehingga Milen tersenyum karenanya.
"Iya-iya aku tahu kok, kamu kan sahabatku."
Mereka berpelukan, Diana dengan rasa tulus dan kasih sayang memeluk erat Milen sedangkan Milen memeluk Diana dengan tatapan datar.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya