Apa hal tergila yang terjadi di hidup Jessica kecuali saat suaminya berselingkuh selama tiga tahun dengan istri Noel, sahabatnya sendiri. Sementara itu di saat dia menyandang status janda cantik berkarir cemerlang, ada beberapa kandidat yang bersedia menggantikan posisi mantan suaminya:
1. Liam, sahabat sekaligus pernah menjadi pacarnya saat kuliah selama dua tahun. Greenflag parah! Jessica belum ngomong aja dia udah paham saking pekanya!
2. Noel, sahabat yang jadi korban sama seperti Jessica. Istrinya diembat suami Jessica loh!! plusnya dia punya anak cantik dan menggemaskan bernama Olivia. Jessica ngefans berat sama nih bocil~♡
3. Ferro, pengusaha kaya raya, tajir melintir, suka sama Jessica dari pandangan pertama. Rela apa aja demi membuat senang Jessica, tentunya dengan uang, uang dan uaaaang ^^
4. Delon, cinta pertama Jessica di saat SMP. Dulu Jessica saat masih aura gerhana diputusin saat lagi bucin-bucinnya. Sekarang tuh cowok balik lagi setelah Jessica punya aura subuh!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Mood Jessica
Jessica datang ke kantor pagi ini dengan penampilan menawan dan profesional seperti biasa. Mengenakan setelan blazer abu-abu yang rapi, dipadu dengan kemeja putih bersih dan sepatu hak tinggi hitam yang elegan, ia tampak percaya diri dan siap menghadapi hari kerja. Rambutnya yang panjang dan hitam digerai dengan rapi, dan riasan wajahnya sederhana namun menonjolkan kecantikannya.
“Jess, tunggu!” Tiba-tiba saja Noel mengejarnya ketika dia ingin memasuki lift.
Jessica berhenti sebentar, tangannya menahan lift agar tidak tertutup. Dia menunggu Noel mendekatinya. Ekspresinya dingin dengan tatapan datar.
Noel sudah berdiri di depannya sambil tersengal karena berlari kecil. “Terima kasih sudah menungguku,” ucapnya.
“Whatever,” jawab Jessica lalu masuk ke dalam lift diikuti oleh Noel.
Hanya ada mereka berdua di dalam lift pagi ini. Jessica tidak mengajak bicara Noel. Dia hanya menatap pintu lift dengan raut wajah sukar ditebak.
“Sudah sarapan, Jess?” tanya Noel berbasa basi.
“Hm.” Jessica hanya menjawab seperti itu.
“Kita mau sampai kapan dingin-dinginan begini, Jess?”
Jessica mengangkat bahunya. “Entahlah.”
“Sepertinya kita harus bicara berdua saja, tanpa Liam.”
“Kenapa harus tanpa Liam?”
“Karena … ini kan masalah kita. Liam tidak akan mengerti.”
Jessica kembali mendiamkan Noel. Membiarkan lelaki itu terus membujuknya.
“Makan siang bareng mau nggak?” tawar Noel.
“Sorry, aku nggak mau berduaan sama suami orang!” ketusnya bersamaan dengan terbukanya pintu lift.
Jessica keluar dari lift lebih dulu meninggalkan Noel yang hanya menghela napas panjang. Sepertinya Jessica tidak akan bersikap baik padanya sebelum dia menceraikan Alesha.
***
Jessica tidak langsung ke ruangannya. Dia mampir ke ruangan Liam terlebih dulu. Seperti yang dia tebak sebelumnya, pasti Liam sudah datang lebih awal daripada dirinya.
“Morning,” sapa Jessica membuka pintu ruangan Liam.
“Hey, morning,” jawab Liam dengan senyum hangatnya.
Jessica masuk ke dalam dan menutup pintu. Ia melihat Liam sedang membuat kopi dengan coffee maker yang ada di ruangannya.
“Coffee?” tawar Liam pada Jessica.
“Boleh,” jawab Jessica meletakkan tasnya di atas sofa lalu duduk dengan nyaman sambil menyilangkan kaki.
Liam membuat dua cangkir kopi untuknya dan Jessica. Satu ruangan langsung penuh dengan aroma nikmat kopi di pagi hari. Membuat Jessica sedikit bersemangat hari ini.
“Thanks,” ucap Jessica menerima kopi dari Liam.
Liam duduk di hadapan Jessica sambil memegang cangkir kopi di tangannya. Senyum hangatnya memperbaiki mood Jessica setelah lumayan kesal bertemu dengan Noel di lift tadi.
“Tadi malam tidur nyenyak?” tanya Liam.
“Yep!” Jessica mengangguk. “Oh iya, aku mau mengembalikan punya kamu yang tertinggal di rumahku tadi malam,” lanjutnya sambil sibuk merogoh sesuatu dari dalam tas.
“Hm?” Liam menunggu Jessica mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
“Ini parfum kamu ketinggalan,” kata Jessica memberikan botol kaca seukuran genggaman tangannya.
“Astaga. Pantas saja aku cari di rumah dan di mobil tidak ada,” kata Liam sambil tertawa kecil. “Makasih ya, Jess.”
“Sama-sama. Dari jaman kuliah sampai sekarang parfumnya nggak ganti-ganti,” heran Jessica sambil minum kopi buatan Liam.
“Itu karena kamu suka wangi parfum itu,” jawab Liam apa adanya.
“Uhuk!” Jessica langsung terbatuk-batuk mendengar pengakuan itu.
“Hati-hati minumnya, Jess. Masih panas kopinya,” kata Liam sambil memberikan tisu pada Jessica.
Jessica meringis dan menerima tisu pemberian Liam. Sejujurnya dia tersedak bukan karena kopi yang panas. Melainkan dia langsung ingat ucapannya saat masih pacaran dengan Liam.
Waktu itu ketika mereka selesai berciuman di rumah Liam, Jessica sempat berkata kalau dia suka mencium aroma wangi parfum pacarnya. Dan ternyata sejak itulah Liam tidak pernah mengganti parfumnya sama sekali bahkan ketika Jessica telah menjadi istri orang.
“Ng … tadi aku ketemu Noel di lift,” cerita Jessica mengalihkan pembicaraan mereka sebelum terlalu jauh.
“Oh ya? Lalu?”
Jessica mengangkat bahunya. “Dia ngajakin makan siang berdua.”
“Terus kamu mau?”
“Nggak. Kubilang saja kalau aku nggak mau makna siang berduaan dengan suami orang.”
“Hahaha. Kamu menyindirnya?” tawa Liam.
Jessica mengangguk tanpa dosa. “Kesal aku tuh!”
“Iya, paham. Tapi, sepertinya kamu harus setuju dengan permintaan Noel untuk makan siang berdua denganmu. Mungkin … ada yang ingin dia bicarakan hal penting,” usul Liam.
“Gitu?”
Liam menganguk untuk meyakinkan keraguan Jessica.
“Ya sudah kalau begitu.”
Di saat bersamaan ketika mereka kembali menikmati minum kopi, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dari luar.
“Masuk!” kata Liam.
Pintu terbuka dan Noel muncul dengan ekspresi sedikit tegang.
“Ada apa?” tanya Liam yang sadar kalau ada yang tidak beres.
“Jess.”
“Hm?”
“Di depan … Deon mencarimu,” kata Noel dengan nada hati-hati.
Mata Jessica membulat tidak percaya. Buat apa mantan suaminya datang ke kantornya sepagi ini.
Tanpa membuang waktu lama, Jessica segera keluar sendirian. Tidak mungkin dia meminta Noel atau Liam menemaninya.
Di luar kantor, Deon, mantan suami Jessica, berdiri menunggu dengan wajah tegang. Berpakaian santai namun tetap rapi, ia tampak sedikit gugup. Sudah beberapa minggu sejak perpisahan mereka, namun ada hal penting yang membuatnya harus bertemu dengan Jessica hari ini.
Jessica berhenti sejenak saat melihatnya dari kejauhan, rasa campur aduk memenuhi pikirannya. Meskipun penampilan luarnya tetap profesional, di dalam hatinya ada ketidaknyamanan yang tak bisa disembunyikan. Deon mendekat dengan langkah perlahan, berusaha menunjukkan sikap tenang.
“Jess, aku mau bicara sama kamu,” ucapnya dengan suara berat.
Jessica mengangguk pelan, mencoba menahan perasaan yang berkecamuk. "Baik, tapi tidak di sini. Mari kita bicarakan di tempat lain."
Deon setuju. Mereka berdua pun berjalan menuju sebuah kafe terdekat, berusaha mengatasi jarak emosional yang telah terbentuk selama ini.
***
Mereka sudah sampai di kafe. Hanya Deon yang memesan kopi, Jessica tidak.
“Kenapa tidak minum kopi? Kamu sudah sarapan?” tanya Deon.
“Tadi sarapan di ruangan Liam,” jawab Jessica seadanya. Bahkan dia tidak menatap wajah Deon. Terlalu malas rasanya.
“Hm, begitu.”
“Jadi, ada apa? Kenapa datang ke kantorku?” tanya Jessica dengan nada dingin seperti sebelumnya.
“Ibu ingin bertemu dengan kita,” jawab Deon tanpa basa basi.
Jessica memutar bola matanya dengan malas. Memang Deon memilih untuk merahasiakan perceraian mereka dari ibu karena tak ingin ibu sedih.
“Lalu?”
“Kamu tidak ingin bertemu dengan ibu?” tanya Deon.
Jessica tertawa sarkas. “Kenapa tidak bawa Alesha saja bertemu ibu?” sindirnya dengan telak.
“Jess, aku serius.”
“Aku juga serius. Kita sudah tidak ada hubungan apapun. Jadi, jangan ganggu aku dan aku nggak akan ganggu kamu.”
“Tapi, gimana dengan ibu?”
“Itu urusanmu, Deon!” kata Jessica tak habis pikir dengan Deon yang tak tahu malu.
“Setidaknya tolong aku sekali ini saja, Jess. Bukannya kamu pernah bilang kalau menganggap ibu aku seperti ibu kamu sendiri?”
Jessica semakin malas. Dia tidak ingin mengingat-ingat kenangan apapun tentang rumah tangga mereka, baik cerita manis sekalipun.
“Ya. Aku memang pernah mengatakan itu, tapi jauh saat sebelum aku mati rasa ke kamu,” jelas Jessica. “Aku tidak akan membantumu. Aku tidak peduli kamu mau berkata seperti apa ke ibu. Bukannya kamu paling jago bohong?” sindirnya lagi dengan senyum sinis.
Deon seperti mati pikir. Membujuk Jessica bukanlah hal yang mudah.
“Kalau tidak ada yang dibicarakan, aku pergi.” Jessica langsung berdiri sebelum Deon menjawab.
“Jess.” Suara Deon terdengar memohon dengan ekspresi memelas.
Jessica tidak peduli. Dia melengos sinis. “Kalau tidak ada kepentingan yang mendesak, jangan pernah menginjak kantorku lagi,” pesannya lalu pergi begitu saja meninggalkan Deon.
Deon hanya bisa diam menatap kepergian Jessica. Dia mengacak rambutnya dengan frustasi. Apa yang akan dia katakan pada ibunya tentang Jessica yang tak ingin bertemu. Tidak ada jalan lain, Deon harus berbohong untuk ke sekian kalinya.
***