Alden adalah seorang anak yang sering diintimidasi oleh teman-teman nakalnya di sekolah dan diabaikan oleh orang tua serta kedua kakaknya. Dia dibuang oleh keluarganya ke sebuah kota yang terkenal sebagai sarang kejahatan.
Kota tersebut sangat kacau dan di luar jangkauan hukum. Di sana, Alden berusaha mencari makna hidup, menemukan keluarga baru, dan menghadapi berbagai geng kriminal dengan bantuan sebuah sistem yang membuatnya semakin kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18 Terbentuknya Aliansi
Nama panggilan "Si Misterius" sudah mulai melekat padanya sejak insiden itu, dan sekarang dia harus memutuskan sejauh mana dia akan membuka diri di hadapan Evelyn.
Bagaimanapun, dia sudah memasuki wilayah yang berbahaya, dan kepercayaan pada orang yang salah bisa menjadi bumerang fatal.
"Pintar sekali kau bisa mengenaliku dari tindakan itu," jawab Alden, menghindari langsung menjawab pertanyaan tentang identitas aslinya. "Namun, aku lebih suka dikenal dengan tindakanku daripada namaku."
Evelyn tersenyum, tampaknya menikmati cara Alden menjaga sejumlah misteri di sekitarnya. "Kau mencoba memainkan permainan kecerdasan, dan kurasa itu langkah yang bijaksana," jawabnya sambil menghirup rokoknya dengan santai. "Tapi mungkin kau tidak tahu, di dunia bawah ini, mengetahui siapa yang berdiri di hadapan kita bisa menentukan garis hidup."
Alden menyadari bahwa dia harus hati-hati dalam setiap kata dan langkahnya. Meskipun Evelyn menunjukkan ketertarikan, dia juga bisa membaca bahwa bawah tanah Nirve tidak akan menerima siapa pun dengan mudah.
"Apa yang kau cari dari kami, Alden?" tanya Evelyn, menggunakan nama depannya dengan spontanitas yang mengejutkan Alden sedikit.
Mengetahui bahwa kartu identitasnya telah dibuka, Alden memutuskan untuk berbicara lebih terbuka. "Aku di sini bukan untuk menantang atau membuktikan diriku," ujarnya dengan serius. "Aku datang dengan tawaran. Aku bisa menjadi sekutu berharga bagi Frost, menawarkan informasi dan kekuatan yang bisa membantu memperkuat posisimu."
Evelyn mendengarkan dengan seksama, jelas mempertimbangkan pro dan kontra dari uluran tangan ini. Dia tahu bahwa memiliki seseorang dengan keahlian dan keberanian Alden bisa menjadi keuntungan besar, namun dia juga memahami risiko mengundang orang luar ke dalam lingkaran kepercayaannya.
"Aku tertarik," jawab Evelyn setelah merenung. "Tapi sebelum kita bisa melangkah lebih jauh, aku ingin tahu niat sebenarnya. Apa motivasimu datang ke kota ini? Apa yang sebenarnya kau kejar?"
Pertanyaan ini menuntut lebih dari sekadar alasan permukaan, dan Alden harus memberinya jawaban yang memadai untuk mendapatkan kepercayaan Evelyn.
Dia tidak bisa bilang kalau dirinya diusir dari rumah dan tidak punya pilihan lain selain bertahan hidup di kota kriminal tersebut.
Dengan napas panjang, dia menatap pemimpin geng yang menawan itu, memikirkan jawaban yang bisa menentukan arah hubungannya dengan Frost.
“Ada lebih dari sekadar kekuatan dan kekuasaan di kota ini yang menarikku,” kata Alden, matanya penuh dengan tekad. “Aku mencari keadilan dan membangun keseimbangan yang telah hilang di wilayah ini sejak lama. Dan untuk itu, aku butuh aliansi dengan seseorang sepertimu, Evelyn.”
Keduanya saling bertatapan, seolah-olah mencoba memahami apakah ada ketulusan dalam kata-kata tersebut.
Evelyn, dengan insting tajamnya, dapat merasakan bahwa Alden bukanlah orang biasa. Dia adalah seseorang yang mungkin bisa dia percaya, atau sebaliknya, harus diawasinya dengan sangat hati-hati.
"Jika itu tujuanmu," Evelyn berkata pelan, "maka kita mungkin bisa bekerja sama. Tapi ingat, Alden, pengkhianatan tidak akan dimaafkan."
Dengan syarat tersebut, perjanjian awal antara dua sosok kuat ini pun dimulai, dan kota Nirve bersiap menghadapi babak baru dalam pertemuan dingin dan lihai antara kecerdasan dan kekuatan.
Setelah kepergian Alden, Evelyn mengingat tujuan dibentuknya geng Frost yang kini menjadi miliknya.
Pendiri awal Frost adalah ayahnya sendiri, dengan kebijaksanaan dan kharisma yang terpancar dari tubuhnya, ayah Evelyn mampu memikat banyak orang ke dalam gengnya.
Geng Frost berada di titik kejayaan semasa dipimpin oleh sosok kuat seperti ayahnya, namun kejayaan itu tidak berlangsung lama semenjak munculnya geng Viper yang berkembang dengan pesat.
Bentrokan besar di antara kedua geng mulai terjadi yang menggetarkan seisi kota dalam peperangan dan pertumpahan darah. Banyak korban berjatuhan termasuk pemimpin geng Frost kala itu, membuat posisi Frost di kota Nirve turun dan digantikan oleh Viper.
Evelyn yang kala itu masih remaja menjadi pemimpin baru dibantu oleh bawahan setia ayahnya, hingga saat ini ia berhasil mengembangkan geng Frost, namun masih belum bisa melampaui Viper untuk membalas kematian ayahnya.
"Kali ini aku berjanji akan membalas kematianmu, ayah." Ucap Evelyn lirih sembari menatap kota yang menjadi tempat tinggalnya.
Ada harapan yang besar untuk menggulingkan kekuasaan Viper bersama dengan Alden, pemuda yang memiliki potensi tidak terbatas.
...
..
[Quest selesai, membuat aliansi dengan geng Frost. Hadiah: 50.000 koin, seluruh stat meningkat +10 dan 1 kotak skill tingkat A]
Bertemu dengan Evelyn membuat Alden merasa sangat lelah, bahkan sampai sekarang keringat masih mencucur deras dari dahinya. Namun itu semua terbayar dengan hadiah yang dia dapatkan.
[Membuka kotak skill pasif, mendapatkan skill Negotiation.]
Alden tersenyum manis, dengan skill Negosiasi mungkin ia tidak akan kesulitan jika menghadapi suasana yang sama dengan sebelumnya.
"Status."
Nama: Alden
Level: 25
HP: 1000\1000
MP: 500/500
Strength: 50
Vitality: 55
Agility: 59
Vision: 78
Koin: 115.000
Inventori
Toko sistem
Skill: Hunter strike(C) Sharp Blow(E) Uppercut(B) Crescent Kick(B) Jab(E) Shadow strike (A) Spinning kick(E) Armlock (D) Booster (A) Counter strike(A)
Skill Pasif: Martial Art, Nightmare, Negotiation
Alden merasa cukup puas dengan statistik miliknya, terlebih lagi ia mendapatkan dua skill pasif baru yaitu Negosiasi dan Nightmare yang ia dapatkan dari mengalahkan Darfen.
Skill Nightmare membuat dirinya semakin kuat saat malam hari serta mampu memberikan tekanan yang kuat pada lawannya.
Sebelum pulang ke rumah, Alden singgah terlebih dahulu ke restoran Lila, mengingat gadis itu sangat khawatir ketika dirinya mengatakan ingin pergi ke markas geng Frost.
Dari kejauhan, Alden dapat melihat Lila yang menunggunya di depan pintu restoran dengan perasaan cemas. Wajah gadis itu seketika bersinar saat melihat kedatangan Alden.
Senyum Lila melebar saat Alden mendekat, menandakan rasa lega yang dirasakannya setelah menunggu dengan cemas.
Dia segera menghampirinya seraya berkata, "Kau membuatku khawatir, Alden! Bagaimana dengan pertemuanmu?"
Alden membalas senyumnya dengan menenangkan. "Tenang saja, semuanya berjalan baik," jawabnya, dengan nada suara yang mencoba menenangkan kekhawatiran Lila.
"Apa masih ada menu yang tersisa? Aku akan membawanya pulang untuk makan malam bersama keluargaku." tanya Alden mengalihkan perhatian, takut Lila yang penasaran menanyakan hubungannya dengan geng Frost.
"Tentu saja masih ada, tunggulah di dalam, aku akan membantu ibuku memasak."
Alden memasuki restoran keluarga kecil itu, tidak ada pelanggan yang terlihat kecuali satu orang pria mengenakan jas panjang yang duduk di pojokan sambil menikmati sup yang dihidangkan dengan lahap.
Alden memperhatikan pria itu dengan seksama dan sedikit waspada, penampilannya mungkin terlihat biasa namun postur tubuh dan kepalan tangannya menandakan jika pria itu adalah seorang petarung.
Ketika Alden memperhatikan penampilan pria itu, sekilas pandangan mereka saling bertemu yang membuat Alden sedikit tidak nyaman.
"Alden, pesananmu sudah siap!" Teriak Lila memecah keheningan, lalu memberikan makanan yang dibungkus kantung plastik.
Alden membayar pesanannya sambil bertanya satu hal yang mengganjal pikirannya, "Kau kenal pria itu?"
"Aku kenal, dia adalah pelanggan setia kami beberapa bulan belakangan, ibu sangat senang ketika masakannya selalu di puji olehnya." Lila memiringkan kepalanya, "Apa ada masalah diantara kalian?"
"Ah, itu, tidak ada masalah sama sekali, aku akan pulang sekarang."
Alden keluar dari restoran, tidak lama setelah itu pria yang diperhatikan Alden tadi juga menaruh piring kosongnya.
"Seperti biasa masakanmu sangat enak, bibi!" Ucap pria itu dengan senyuman hangat.
Ibu Lila yang berada balik dapur merasa sangat bahagia, "Hahaha, kalau kau memuji untuk mendapatkan diskon, maka itu tidak berhasil dek Leon."
Leon tertawa kecil, ia kemudian menghampiri Lila sambil tersenyum, "Apa dia laki-laki yang kau ceritakan?"
"Itu benar, dia sudah seperti pahlawan bagiku!" Jawab Lila dengan pipi memerah, mengingat kejadian ketika dirinya diselamatkan oleh Alden.
Leon tersenyum penuh arti sebelum pergi dari tempat makan favoritnya itu.