Generation Sandwich, istilah yang sering di gunakan baru-baru ini. Mungkin sebagian ada yang menjadi pelakunya, ada juga yang menganggapnya hanya sebuah sudut pandang semata.
Tumbuh dan besar dari kalangan menengah kebawah menjadikan seorang gadis cantik bernama Hima Narayan kuat dalam menjalani kehidupannya.
Tanpa di ketahui banyak orang, nyatanya Hima menyimpan luka dan trauma tersendiri dalam hidupnya. Tentang pengkhianatan dan kekecewaan di masa lalu.
Ganindra Pramudya Suryawilaga : " Saat aku pikir kamu adalah rumah yang ku tuju. Tapi kamu justru menjauh saat aku ingin menggapai mu. Beri aku kesempatan sekali lagi Hima!"
Kehidupan keluarganya dan kisah cintanya tak pernah berpihak padanya. Akankah Hima menyerah dengan kehidupannya???? Lantas bagaimana dengan kisah cinta gadis itu?
Semoga para reader's kesayangan berkenan mampir, terimakasih 🙏🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Ganin memesan taksi online di depan bersama dengan Hima yang masih seperti tadi tak banyak bicara. Padahal, saat ada anak-anak lori ia benar-benar seperti petasan merepet ke mana-mana. Sayang usai pembahasan tentang kecelakaan motor, wajah Hima seperti memikirkan hal yang berat.
Ada beberapa SPG yang caper pada Ganin, tapi lelaki itu mengabaikannya. Apalagi usai pengakuannya pada Helga tadi yang mengatakan bahwa kedua orang tuanya merupakan orang berada. Banyak di antara mereka semakin mendekati Ganin.
Ganin menggandeng tangan Hima yang masih melamun. Gadis itu tak sadar jika jemari Ganin sudah berada dalam genggamannya.
Para SPG yang tadi caper mengubah ekspresinya menjadi kesal. Tapi sebagian juga ada yang baper dengan perlakuan manis Ganin pada Hima.
Kok Hima bisa luluh sama brondong? Apa karena doi anak orang kaya ya? makanya Hima mau sama Ganin?
Banyak spekulasi bermunculan dan mungkin salah satunya mungkin seperti itu.
"Kamu yang bayar taksi nya ya!", celetuk Ganin di samping telinga Hima. Jika dari sudut pandang orang lain, mungkin mengira jika Ganin sedang mengecup pipi Hima. Padahal hanya berbisik.
"Hah?", Hima membeo.
"Iya, kamu yang bayar taksinya!", kata Ganin lagi. Setelah beberapa saat loading, akhirnya Hima sadar.
"Eh... nggak ah?! Mahal! Naik angkot aja kalo gitu!", kata Hima. Ganin terkekeh kecil. Ternyata begitu cara menyadarkan Hima dari lamunannya. Bahkan mungkin Hima masih belum menyadari kalau jemari lentiknya ada di genggaman Ganin.
"Belom muhrim woooyyy...!", teriak salah satu Pa yang tak jutek pada Ganin. Ganin tersenyum mendengar ledekan rekannya tersebut.
Hima baru ngeh saat dia melihat tangannya sendiri. Dan saat akan melepaskan tangannya dari Ganin, justru Ganin semakin kuat menggenggamnya.
"Itu, taksinya datang!", ujar Ganin. Hima terperangah.
"Ganin, ongkos taksi mahal! Ya Allah, Lo ngga tahu gue kudu ngirit gimana coba! Duuuh....!", Hima sudah mulai panik.
Ganin kembali berbisik.
"Gue bayar ongkos taksi, tapi ngga gratis. Lo harus ikut gue ntar! Kita jalan, nunggu temen gue anterin motor ke kostan!", kata Ganin.
Hima memanyunkan bibirnya. Modusnya Ganin emang begitu!!!!
Taksi online yang di pesan Ganin tiba di depan mereka. Keduanya langsung masuk di belakang. Ganin masih tak melepaskan genggamannya dari Hima.
Supir taksi online itu tersenyum melihat keduanya dari kaca spion.
"Gandengan terus, kaya mau nyeberang!", kata supir taksi itu amat pelan. Tapi sayangnya Ganin dan Hima mendengarnya.
Kedua sejoli itu melepaskan tautan tangannya.
"Ma...!", panggil Ganin pada Hima.
"Kenapa?"
"Makasih ya, kalo bukan karena Lo ngomong soal motor tadi... mungkin kita berdua udah jadi korban kecelakaan gara-gara rem motor ku ngga berfungsi."
Hima menghela nafas beberapa saat.
"Itu artinya Allah masih melindungi kita, Nin!", kata Hima. Tapi matanya beralih ke jendela. Suasana sore cukup syahdu dengan gerimis kecil yang menitik di kaca berwarna gelap itu.
Ganin tak ingin mengajak Hima berbicara lagi. Ia membiarkan Hima menikmatinya suasana hujan yang sepertinya enggan untuk deras tapi juga ogah untuk mereda.
Beberapa menit berlalu, Ganin menyerahkan ongkos taksi itu dan segera mendorong Hima agar keluar dari mobil itu.
"Katanya aku yang bayar?", tanya Hima.
"Udah, aku aja!", kata Ganin berjalan beriringan menuju ke kamar kost mereka.
"Makasih ya Nin!", ujar Hima.
"Sama-sama."
Ponsel Hima berdering, nama ibunya muncul di sana.
"Angkat dong, ibu mu kan?", tanya Ganin. Hima mengangguk pelan. Dan setelah itu ia menjawab panggilan telepon dari ibunya tersebut.
[Assalamualaikum Ma!]
[Walaikumsalam, kamu sudah pulang kerja?]
[Baru sampai, kenapa Bu? Kalau mau transfer, Hima udah ngga punya ya. Bilangin sama mba Alin juga, kalau hubungin Hima jangan pas butuh duit aja!]
Ganin menaikkan salah satu alisnya. Tapi ia juga tak berkomentar apapun.
[Ngga, Alin sudah di omelin Agus. Kerjaannya cek out melulu di kajada! Mending kalo punya duit, kalau nggak? Ibu juga yang repot]
Hima menghela nafas berat. Dia sedikit lega karena yang di bahas ibunya bukan soal duit. Tapi Ganin yang masih ada di dekatnya juga membuat gadis itu sedikit minder. Apalagi di awal ia dan ibunya membahas tentang duit ...
[Terus ada apa Bu, tumben?]
[Kamu tuh ya, orang tua telpon bukan tanya kabar malah di katain tumben!]
Ganin tertawa pelan karena ia mendengar suara ibu Hima yang protes.
[Ya maap Bu, habisnya kan biasa ibu bahasnya begituan melulu]
[Dah...udah...! Bulan depan, kamu ngga usah transfer ngga apa-apa, buat ongkos kamu pulang]
[Hah? Pulang kampung? Beneran Bu?]
[Iya beneran lah! Ibu mau kenalin kamu sama anak temen ibu yang baru pulang dari Korea. Katanya tiga bulan lagi, eh...malah katanya bulan depan dia balik ke Indonesia. Habis itu dia kerja di Jakarta ,di perusahaan yang sama kaya yang di Korea]
Ganin yang mendengar ucapan ibunya Hima merasa jika dirinya sedang dalam posisi tak aman.
[Ibu mau jodohin Hima ,gitu maksudnya!?]
[Ya ...ngga ada salahnya kan kenalan dulu. Lagian mau sampai kapan kamu inget almarhum Nanda terus. Ibu sama bapak juga udah pengen liat kamu nikah, Hima]
[Bu...udah lah, ibu ngga usah khawatir soal itu. Takdir sudah di atur sama yang di atas. Maaf, tapi Hima ngga mau kalo jodoh-jodohan segala]
[Ibu ngga akan jodohin kamu kalo kamu punya pacar atau calon suami tanpa pacaran sekalipun terus kenalin ke ibu]
Hima menggaruk pelipisnya. Dengan santainya Ganin merebut ponsel Hima.
[Assalamualaikum ibu, perkenalkan nama saya Ganindra. Dan saya pacarnya Hima , Bu]
Hima tak dapat mencegah Ganin yang bocor. Murtini langsung mengubah panggilannya menjadi video.
Wajah Murtini yang sudah tak lagi muda tapi masih ada sedikit kemiripan dengan Hima muncul di layar.
[Kamu... pacaran sama Hima? Siapa tadi namanya?]
[Ganindra,Bu]
Ganin memberikan senyuman terbaiknya. Murtini yang sudah berumur saja sempat terkesima dengan wajah tampan Ganin.
[Beneran, Hima?]
Hima yang ada di samping Ganin pun mengangguk lemah. Sudah... sudah di pastikan urusannya bakal panjang!
[Sejak kapan Hima suka sama cowok yang lebih muda, Ma?]
Ganin yang tadinya tersenyum mendadak lesu. Benarkah wajahnya sama sekali tak menunjukkan bahwa ia sudah dewasa?
Padahal...Hima saja imut-imut kok??? Masa iya kalau sejajar dengan Ganin, Hima masih kalah imut???
[Ibu...udah ya Bu, Hima mau mandi. Assalamualaikum]
Hima langsung mematikan ponselnya dan menyimpannya di saku. Dia menoleh ke Ganin yang tengah menatapnya.
"Aku mandi duluan!", kata Hima bersiap membuka pintu kamarnya. Tapi Ganin mencegahnya.
"Apa kamu sepemikiran dengan ibumu? Apa laki-laki yang lebih muda dari perempuannya tidak layak untuk di jadikan pendamping?", tanya Ganin.
Hima mengusap lengan kekar Ganin.
"Ngga usah di ambil hati omongan Ibu ku! Lagi pula, kita ngga pernah tahu kedepannya nanti seperti apa. Bisa saja di tengah jalan nanti, kamu menemukan seseorang yang lebih tepat, iya kan?"
"Kalau aku serius sama kamu, apa aku harus melamar sama ibu sekarang juga?", tanya Ganin. Hima menarik nafas dalam-dalam. Lalu setelahnya, ia mengacak rambut Ganin pelan sambil tersenyum.
"Sudah ya, aku mau istirahat. Katanya nanti mau jalan!", ujar Hima. Mau tak mau Ganin pun membiarkan Hima masuk ke kamarnya.
Ganin masih berdiri di depan kamar Hima. Batinnya sedang beradu argumen. Jujur dengan pekerjaannya yang sebenarnya, atau tetap melanjutkan sandiwara itu sampai kasus yang ia tangani selesai!
🌾🌾🌾🌾🌾
Terimakasih 🙏🙏🙏
Kasih bonchap dong
mksh ya thor atas bacaannya yg luar biasa sukses trs dengan karya² baruy..love² buat ithor💖💖💖💖💖💖💖