Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makmum
Raisa masih memasang wajah kesalnya bahkan sampai Adam keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya. Raisa merasa, semakin hari Adam semakin berbuat sesukanya.
Seenaknya saja mengatur Raisa agar menuruti perintah. Tak cukup memaksa Raisa untuk berbagi kamar, menyajikannya sebagai babu berkedok PA, di tambah lagi sekarang Adam mulai mengatur hubungannya dengan Rio.
Raisa juga tak habis pikir pada dirinya sendiri. Kenapa saat Adam mengancamnya, Raisa justru dengan mudah menuruti keinginan Adam.
"Gue yakin kalau tadi cuma akal-akalan dia saja untuk bawa gue pulang" Raisa menatap Adam dengan sengit.
"Kenapa?? Masih marah karena nggak jadi jalan sama pacar mu itu??" Tanya Adam melihat tatapan Raisa.
"Suatu saat kamu juga bakalan tau kenapa aku maksa kamu buat pulang sama aku" Lanjut Adam.
"Kok lo makin hari makin ngatur gue ya"
"Aku nggak ngatur Sa. Aku cuma menjaga kamu saja. Kamu istriku, jadi sudah seharusnya aku melarang kamu pergi berdua sama laki-laki lain"
"Udah gue bilang kalau gue nggak pernah anggap lo sua..."
"Ssttttt, yang sopan kalau ngomong sama suami, pelan-pelan" Adam memotong omelan Raisa yang membuat telinganya sakit.
"Mending kamu mandi sekarang. Setelah itu kita sholat bareng, aku tungguin"
Raisa melongo karena Adam mengajaknya sholat berjamaah untuk pertama kalinya.
"Ayo Sa!!" Perintah Adam lagi karena Raisa tak kunjung bergerak.
"Iya-iya bawel!!" Gerutu Raisa berjalan ke kamar mandi.
"Tapi ngapain juga gue nurut gitu aja sama perintah dia??" Raisa merasa ada yang aneh pada dirinya setelah berada di kamar mandi.
"Bodo ah, mending mandi dulu"
Keluar dari ruang ganti, Raisa sudah mendapati Adam rapi dengan baju koko serta kain sarung yang membalut kaki panjangnya. Serta peci hitam yang membuat penampilannya semakin segar dan tampan.
Raisa menggeleng membuyarkan pikirannya yang sempat berhenti beberapa detik karena menatap Adam.
"Ayo Sa, waktunya keburu habis"
Adam juga sudah menyiapkan sajadah yang telah ia gelar untuk Raisa yang berada satu syaf di belakangnya.
"Hemm"
Raisa segera memakai mukenanya untuk berdiri di belakang Adam. Mengikuti pria itu sebagai imamnya untuk pertama kalinya.
"Bisa sholat kan??"
"Jangan ngejek!!" Ketus Raisa.
"Aku cuma tanya Sa" Adam tersenyum kecil melihat tingkah Raisa.
"Omo omo, pria kaku ini tersenyum?? Apa ada maslaah sama mata gue??"
Adam mulai membaca niat sholat maghrib yang langsung di ikuti oleh Raisa dengan begitu khusuk.
Raisa bingung dengan perasaannya saat ini. Ia merasakan kedamaian dalam hatinya saat berdiri di belakang Adam sebagai makmumnya. Entah dia hanya terbawa euforia sesaat saja atau memang dia menikmati saat-saat ini. Entahlah, perasaan Raisa pun otor nggak tau gimana sebenarnya.
Adam mengangkat kedua tangannya. Memanjatkan doa yang Raisa sendiri tak bisa mendengarnya. Raisa hanya ikut mengangkat tangannya, menengadahkan keuda telapak tangannya memohon berkat dari sang maha kuasa.
"Aamin.."
"Aamin.." Raisa ikut mengamini doa yang di panjatkan Adam, tanpa tau apa saja yang di panjatan imamnya itu.
Adam berbalik menghadap Raisa, mengulurkan tangannya kepada istrinya itu.
Adam hanya menatap mata Raisa yang memicing ke arahnya seakan bertanya "Mau apa??"
"Salim dulu, nggak mau kan pahala dari sholat mu tadi hilang begitu saja karena nggak mau salim sama suaminya"
Dengan kesal dan tak melupakan bibirnya yang mengerucut Raisa meraih tangan Adam kemudian menciumnya dengan cepat.
"Udah, apalagi??" Lirik Raisa tak suka.
"Mau di cium keningnya nggak??"
Raisa sampai menganga dengan lebar karena terkejut dengan celetukan Adam itu.
"Lo sakit??"
Tentu saja Raisa masih belum bisa menerima perubahan Adam yang sangat drastis itu. Dari pria yang kaku, dingin dan tak pernah peduli padanya, kini jadi pria yang banyak bicara dan sering mengeluarkan kata-kata aneh.
"Sehat walafiat"
"Dih beneran sakit nih orang" Gumam Raisa sambil bangkit dari sajadahnya. Dia memilih melipat mukenanya dan segera turun ke bawah untuk mengisi perutnya.
Raisa turun ke dapur untuk makan malam. Dia berdoa semoga saja malam ini Bi Asih membuatkan makan malam untuknya setelah tadi pagi dia di biarkan sarapan hanya dengan selembar roti saja.
"Papa sudah makan??" Raisa melihat beberapa piring di depan Papanya sudah kosong.
"Sudah, Adam mana??"
"Ckk" Raisa berdecak kesal karena dia seolah tak di anggap siapa-siapa oleh Papanya sendiri.
"Kamu buatkan dulu makan malam untuk suami kamu" Titah Satya.
"Pa, udah cukup dong!! Aku udah nurutin keinginan Papa untuk menikah, sekarang masih di buat susah hanya karena soal makanan. Jangan kaya gini dong Pa!!" Kesal Raisa.
"Ini bukan hanya soal makanan Sa, ini soal tanggungjawab kamu sebagai istri. Papa ingin kamu lebih dewasa"
"Terserah!! Aku bisa kok pesan makan dari luar. Nggak perlu repot-repot masak!!"
"Terserah juga!!" Balas Satya.7
Raisa mengotak-atik ponselnya. Membuka aplikasi pengantar makanan. Memilih makan malam yang menurutnya menggiurkan.
"Loh kok nggak ada saldonya??" Raisa melirik Papanya yang sedang sibuk dengan ponselnya pula.
Kemudian Raisa masuk ke akau m-bankingnya. Mencoba mengisi saldo untuk aplikasi hijau itu.
"Kok salah" Gumam Raisa kala memasukkan pin ATMnya.
"Ini ulah Papa ya??" Tuduh Raisa.
"Maksud kamu??"
"Papa kan yang udah blokir kartu debit aku??" Raisa tak percaya menatap Papanya.
"Jangan menuduh" Satya kembali fokus pada ponselnya.
"Mau Papa apa sih?? Kemarin kartu kredit, sekarang kartu debit ku. Ini satu-satunya uang simpanan aku Pa. Aku udah nggak pegang uang lagi" Raisa ingin menangis saat ini.
"Minta sama suami kamu, pasti di kasih" Jawab Satya tanpa benan tanpa kasihan pada putrinya.
"Ogah, nggak sudi gue!!" Hati Raisa langsung membantah.
"Tapi kalau nggak ada uang gimana gue hidup satu bulan ke depan. Gajian masih lama, masa mau pinjem sama Stevi dan Fany. Malu dong, mau di taruh di mana nih muka"
"Pa"
Adam datang lalu duduk di hadapan Raisa yang sedang memijat kepalanya yang terasa pening.
"Makan malam mu belum siap Dam. Tunggu saja istrimu ini terbuka pintu hatinya untuk memasak" Sindir Satya tepat di hadapan Raisa.
"Bisa pesan dari luar kan?? Atau masak sendiri terserah. Jangan harap gue mau nurutin perintah lo!!"
"Raisa!!" Geram Satya.
Sekali lagi Raisa menatap Adam dengan aura permusuhan. Adam seperti seorang yang tak pernah ada harganya di hadapan Raisa.
"Oke, gue buatin makan malam buat lo" Tiba-tiba melintas sebuah pikiran jahat di otak Raisa.
"Gue kerjain lo"
"Yang sopan kalau ngomong sama suaminya Sa!!" Tegur Satya membuat Raisa mengerlingkan matanya.
"Iya, iya Pa. Mas Adam tunggu bentar ya" Lanjut Raisa dengan senyum aneh yang ia tunjukkan pada Adam.
Sementara Satya dan Adam terus menatap Raisa yang sudah masuk ke dapur dengan tatapan kebingungan.