Shin adalah siswa jenius di Akademi Sihir, tapi ada satu masalah besar: dia nggak bisa pakai sihir! Sejak lahir, energi sihirnya tersegel akibat orang tuanya yang iseng belajar sihir terlarang waktu dia masih di dalam kandungan. Alhasil, Shin jadi satu-satunya siswa di Akademi yang malah sering dijadikan bahan ejekan.
Tapi, apakah Shin akan menyerah? Tentu tidak! Dengan tekad kuat (dan sedikit kekonyolan), dia mencoba segala cara untuk membuka segel sihirnya. Mulai dari tarian aneh yang katanya bisa membuka segel, sampai mantra yang nggak pernah benar. Bahkan, dia pernah mencoba minum ramuan yang ternyata cuma bikin dia bersin tanpa henti. Gagal? Sudah pasti!
Tapi siapa sangka, dalam kemarahannya yang memuncak, Shin malah menemukan sesuatu yang sangat "berharga". Sihir memang brengsek, tapi ternyata dunia ini jauh lebih kacau dari yang dia bayangkan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arifu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keajaiban sihir kacau
Shin dan Leo berdiri di depan monster besar yang baru saja keluar dari bayang-bayang pepohonan. Monster itu berwujud seperti singa, tapi memiliki enam mata yang bergerak-gerak liar, seolah sedang mencari mangsa berikutnya. Cakarnya yang besar mencakar tanah, membuat retakan yang menjalar seperti sarang laba-laba.
Leo mengangkat tongkat sihirnya, mempersiapkan mantra pertahanan. "Shin, makhluk ini terlalu kuat! Kita harus berhati-hati."
"Tenang, tenang. Kalau gue gugup, bisa-bisa sihir gue tambah ngaco. Dan kalau sihir gue ngaco banget, lo tau kan hasilnya bisa kayak waktu gue bikin pohon tumbuh dari genteng akademi," jawab Shin sambil menggaruk kepala.
“Shin, ini bukan waktu untuk bercanda!” seru Leo.
Monster itu mengaum, mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Tanpa peringatan, ia melesat maju dengan kecepatan luar biasa.
“Anjrit, ini monster atau kereta cepat?!” Shin melompat ke samping, berguling di tanah untuk menghindari cakar monster itu. Sementara itu, Leo mengarahkan tongkatnya dan meluncurkan mantra perisai.
“Perisai Tingkat Dua!” teriak Leo. Cahaya biru muncul, membentuk penghalang transparan di depannya. Monster itu menghantam perisai itu dengan keras, menciptakan retakan yang menjalar seperti kaca pecah.
“Leo, perisai lo kayak pintu kamar mandi, gampang jebol!” ejek Shin, masih terengah-engah setelah menghindar.
“Kalau begitu bantu aku! Jangan cuma komentar!” balas Leo dengan nada frustrasi.
Shin menatap monster itu dan menarik napas dalam. Dia mencoba mengingat pelajaran dari Miss Belina di Bab Ujian Keberanian: "Sihirmu mungkin kacau, tapi justru di dalam kekacauan itu, ada potensi besar. Gunakan sihirmu dengan cara yang tidak biasa."
Dia mengambil botol kecil dari sakunya, yang berisi ramuan yang sempat dia gunakan di ujian sebelumnya. "Oke, saatnya eksperimen gila lagi."
Monster itu kembali menyerang, kali ini dengan semburan energi hitam dari mulutnya. Shin menghindar dengan melompat ke belakang, lalu menuangkan sedikit ramuan ke tangannya. Energi biru mulai berkilauan di sekitar tubuhnya.
“Leo, gue butuh waktu! Tahan dia sebentar!” Shin mulai melafalkan mantra yang dia buat sendiri—mantra yang tidak masuk akal dan terdengar seperti lirik lagu karaoke yang salah nada.
Leo menatap Shin dengan bingung, tapi dia tetap melangkah maju untuk mengalihkan perhatian monster. Dia meluncurkan bola api kecil, membuat monster itu berbalik kepadanya. "Kemarilah, makhluk bodoh!"
Sementara itu, Shin mulai memusatkan energinya ke dalam pola spiral yang tidak stabil. Cahaya biru di tangannya bergetar hebat, seolah-olah hendak meledak kapan saja. "Oke, Shin. Fokus. Jangan bikin diri lo jadi senter hidup lagi."
Ketika monster itu mulai menyerang Leo, Shin menerjang maju dengan tangan penuh energi kacau. "Hoi, monster kucing garuk! Liat sini!"
Monster itu berbalik, dan Shin melemparkan energi biru yang berputar-putar itu ke arahnya. Bola energi itu mengenai tubuh monster, menciptakan ledakan yang tidak terduga. Asap tebal memenuhi udara, dan Shin berdiri di tengahnya dengan napas terengah-engah.
Namun, monster itu hanya terhuyung-huyung dan tidak sepenuhnya kalah. "Sial, ini belum cukup. Gue butuh rencana B... atau mungkin rencana Z."
Shin mengingat pelajaran lain dari Miss Belina: "Kekacauan sihirmu bisa dimanfaatkan untuk menciptakan efek berantai. Jangan ragu untuk menjadi tidak biasa."
Dia memutuskan untuk mencoba sesuatu yang benar-benar konyol. Dengan cepat, dia menggambar lingkaran sihir di tanah menggunakan tongkat kecil yang dia bawa, lalu melafalkan mantra sambil menari—ya, menari seperti orang kesurupan.
"Apaan sih yang lo lakuin?!" seru Leo dari kejauhan, masih sibuk menahan monster dengan mantra pelindungnya.
"Percaya aja, Leo! Ini seni! Seni kegilaan!" jawab Shin sambil terus bergerak aneh. Lingkaran sihir itu mulai bersinar terang, menciptakan pola energi kacau yang melingkari monster.
Ketika monster itu melangkah masuk ke dalam lingkaran, energi kacau itu meledak, menciptakan semburan cahaya dan suara yang memekakkan telinga. Monster itu jatuh ke tanah dengan suara gemuruh, akhirnya tidak bergerak lagi.
Shin terjatuh, duduk di tanah sambil terengah-engah. "Hah... Gue jenius. Tapi juga mungkin agak gila."
Leo mendekatinya dengan ekspresi bingung sekaligus kagum. "Kau benar-benar aneh, Shin. Tapi aku tidak bisa menyangkal... itu berhasil."
Shin menyeringai. "Liat kan? Sihir kacau itu punya gayanya sendiri. Jadi, kalau lo pikir gue payah, inget-inget aja momen ini."
Mereka berdua duduk di sana, menatap monster yang kini tak berdaya. Walau perjalanan mereka masih panjang, Shin membuktikan bahwa dia bisa menjadi lebih dari sekadar penyihir kacau.