Milan selalu punya ide gila untuk selalu menggagalkan pernikahan Arutala. semua itu karena obsesinya terhadap Arutala. bahkan Milan selalu menguntit Arutala. Milan bahkan rela bekerja sebagai personal asisten Arutala demi bisa mengawasi pria itu. Arutala tidak terlalu memperdulikan penguntitnya, sampai video panasnya dengan asisten pribadinya tersebar di pernikahannya, dan membuat pernikahannya batal, Arutala jadi penasaran dengan penguntitnya itu, ia jadi ingin lebih bermain-main dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tyarss_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Together ( II )
Di luar, Milan memang terlihat seperti wanita yang tangguh. Tapi sebenarnya Milan itu cupu. Apalagi soal pria. Ciuman pertamanya saja dengan Arutala. Apalagi malam ini Milan yang seranjang dengan Arutala. tentu saja jantungnya tidak bisa tenang.
Milan sudah berbaring di ranjang. Mengenakan kemeja kebesaran milik Arutala yang menutupi hampir sampai pahanya. Tangan Milan menarik selimut tebal hingga menutupi dadanya. Ia berbaring membelakangi Arutala.
Tenang. Tidak nampak adanya kegelisahan di belakangnya. Milan menengok sebentar. Terkejut ketika ternyata Arutala masih membuka matanya. Dan pria itu berbaring menghadap dirinya. Milan langsung melengos menghindari tatapan itu.
Detak jantungnya sudah tidak bisa ia kontrol lagi. Ini gila. Kenapa Arutala bisa sesantai itu? Ah, Milan tau. Mungkin karena memang Arutala sudah bergonta ganti pasangan tidur. Jadi wajar saja jika Arutala terlihat biasa saja.
"Sepertinya kau sangat gelisah Milan?"
Milan mendengar suara Arutala yang mencoba mengajaknya berkomunikasi. Memejamkan mata sejenak, lalu mengatur pernapasannya, barulah Milan menimpali ucapan Arutala.
"Tentu saja aku gelisah. Ini pertama kalinya diriku tidur dengan seorang pria. Berbeda denganmu, mungkin aku wanita yang ke seratus yang pernah tidur denganmu." Dumal Milan.
Dapat Milan dengar suara kekehan Arutala dari belakang tubuhnya.
"Justru kau wanita pertama yang tidur denganku." Mendengar itu, sontak saja Milan langsung merubah posisi tidurnya.
Mereka berdua saling berhadapan. Di dalam satu selimut tebal yang menutupi tubuh mereka.
"Benarkah?" tanya Milan penuh binar di matanya.
"Hmm." Arutala mengangguk. Ia menggunakan sebelah tangannya untuk menjadi tumpuan kepalanya. Wajah Milan yang tanpa terpoles make up terlihat begitu cantik di bawah cahanya kamar yang remang.
"Karena kita benar-benar tidur dan tidak melakukan sex. Padahal biasanya aku selalu melakukan hubungan badan saat tidur dengan wanita. Jadi selamat. Kau adalah wanita pertama yang tidak aku sentuh padahal saat ini kita sedang berada di ranjang yang sama."
Raut wajah Milan berubah datar. Dasar Arutala. Apa secara tidak langsung pria itu mengatakan dia tidak bernafsu dengannya.
"Apa aku harus merasa spesial akan hal itu?"
"Tentu saja. Karena kau memang spesial." Di akhir kalimatnya, Arutala mengulum senyuman hangat.
Milan terdiam beberapa detik. Mencoba menepis senyuman Arutala yang entah kenapa memiliki makna tersembunyi.
"Itu karena wanita yang mau tidur denganmu tidak memiliki harga diri. Sehingga mereka mudah terbujuk rayu dengan ketampanan serta kekayaanmu."
"Hati-hati saat berbicara Milan, kau bisa melukai hati seseorang." Kata Arutala mengingatkan. "Apa menurutmu, wanita yang sudah melakukan hubungan badan selalu terlihat rendah di matamu? Jika cara berpikirmu seperti itu, cepat rubah pola pikirmu itu."
Milan diam. Dan Arutala masih ingin melanjutkan perkataannya.
"Di era sekarang, sex itu sudah hampir wajar dilakukan. Aku mungkin tidak akan terkejut jika pasanganku nantinya sudah tidak virgin saat bersamaku. Justru aku terkejut jika kau masih virgin sampai sekarang."
Kalimat terakhir itu membuat Milan memelototi Arutala. Milan lalu merapatkan selimutnya.
"Memangnya ada yang salah dengan hal itu?"
Arutala semakin tersenyum lebar. Merasa lucu dan gemas sendiri dengan tingkah Milan. Jadi benar jika Milan masih virgin.
"Coba katakan padaku, apa arti cinta menurutmu?"
Milan berpikir. Menimang-nimang jawaban yang tepat dari pertanyaan Arutala.
"Semu. Tidak nyata. Itu arti cinta menurutku."
Balasan dari Milan membuat Arutala cukup terkejut. Ada apa dengan wanita di hadapannya ini?
"Jadi, kau termasuk orang yang tidak percaya dengan cinta? Listen, ada beberapa orang yang mungkin beranggapan jika sex itu juga salah satu bagian dari rasa cinta. Tapi itu tergantung pola pikir orangnya. Karena ada juga orang yang melakukan sex tanpa cinta. Dan itu bukan suatu kesalahan jika kedua belah pihak sama-sama menginginkannya. Rupanya kau masih sangat kecil Milan." Arutala menyentil dahi Milan. Membuat wanita itu meringis mengelus jidatnya.
"Jadi bagaimana? Apa kau sudah merasa terilhami dengan ucapan ku barusan?"
Milan mengangguk. "Yaa.. sangat terilhami. Sampai rasanya aku bisa melihat kepalamu bersinar sangat terang."
Tawa lepas Arutala menggema di tengah malam. Atau mungkin bisa dikatakan dini hari. Karena waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Obrolannya dengan Arutala membuat Milan melupakan rasa gelisahnya.
"Kau ini sangat lucu sekali Milan. Andai aku bisa melahapmu sekarang-" dan Milan langsung menghadiahi Arutala dengan menampol wajah pria itu menggunakan bantal.
"Mesumm bangettt..." pekik Milan. Jengkel sekali dia dengan mulut Arutala.
"Hahaha.. sudah-sudah.. sekarang aku punya pertanyaan. Apa yang kau rasakan tentang cinta?"
Hening cukup lama. Sampai pada saat Milan membuat tubuhnya tidur terlentang dengan pandangan yang menerawang jauh.
"Mungkin, cinta itu rasa sakit. Hal dasar yang aku ketahui, jika kita sudah jatuh cinta dan menyayangi seseorang kita juga harus siap merasakan kehilangan. Dan sampai kapanpun aku gak akan pernah siap."
Jadi itu rasa takut Milan. Arutala menarik pinggang ramping Milan. Membawa tubuh wanita itu dalam dekapannya. Dan Milan sama sekali tidak menolak. Entah terbawa suasan atau apa. Tapi Milan sangat menikmati momen ini.
Keduanya tidak lagi berbicara. Arutala memberikan usapan lembut pada punggung Milan. Sampai tanpa mereka sadari, mereka sudah terlelap. Saling mendekap satu sama lain.
...\~*\~...
Arutala membuka matanya saat merasa sinar matahari begitu terang memasuki kamarnya. Ia melihat ke samping dan tidak mendapati Milan di ranjangnya. Pandangannya mengedar ke penjuru ruangan. Siapa tau melihat keberadaan Milan. Namun nihil. Sepertinya Milan sudah pergi.
Termenung, Arutala memikirkan perkataan Milan semalam. Apa itu yang membuat Milan menolak perjodohan mereka? Tapi kenapa pula Milan harus menjadi stalkernya jika wanita itu tidak mau hidup bersamanya?
Tidak ingin terlalu larut, Arutala memilih untuk mandi terlebih dahulu. Lagi pula dia bisa menyelidiki tentang Milan nanti.
Setelah selesai dengan rutinitas paginya, Arutala menuju pantry. Dan di sana, sudah berdiri Milan dengan setelan kerjanya. Wanita itu sudah rapi dan siap bekerja.
"Pagi Pak Aru." Sapa Milan. Ia menghidangkan sepotong roti sourdough dan secangkir coffe.
Masih jelas sekali di ingatan Arutala, Milan terlihat sangat menggoda dengan rambutnya yang berantakan. Tapi pagi ini Milan sudah rapi, dengan rambutnya yang terikat.
Arutala menyunggingkan senyuman. "Pagi Milan." Arutala lalu menyantap sarapannya. Sambil matanya tidak lepas dari Milan yang fokus pada tab yang di pegangnya.
Sadar jika Arutala terus memperhatikannya, membuat Milan grogi. Milan mencoba terlihat biasa saja dan tidak terpengaruh dengan tatapan Arutala itu.
"Sekarang pukul berapa Milan?"
"Sekarang pukul sepuluh lebih dua puluh lima menit, Pak Aru. Tjo sudah mengirim jadwal untuk Pak Aru hari ini. Nanti pukul satu, Pak Aru akan menghadiri rapat. Dan juga ada beberapa dokumen yang sudah di pilah oleh Tjo untuk Pak Aru approve."
Arutala mengangguk. Sembari menyesap kopinya. Menikmati waktu santainya. Lagi pula dirinya juga belum memakai kemeja. Ia masih mengenakan t-shirt putih dan celana bahan selutut yang nyaman.
Denting bell berbunyi. Ada yang datang ke tempat Arutala.
Milan memperhatikan Arutala yang tampak santai menghampiri pintu. Seakan pria itu memang sudah menunggu kehadiran tamunya. Membuat Milan yang masih setia berdiri di tempatnya merasa was-was.
Dan benar saja, telinga Milan dapat dengan jelas mendengar suara indah seorang wanita mengalun memanggil riang nama Arutala.
"Morning Aru."
"Morning, Davina." balas Arutala.
Satu tangan Milan terkepal kuat. Milan membenci acara kejutan ini.